BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia telah
lama dikenal sebagai bangsa yang memiliki kebudayaan dan perikehidupan yang
luhur. Bangsa yang ramah, bangsa yang santun, bangsa yang mampu menghormati
perbedaan, suka bergotong-royong dan segudang sanjungan lainnya. Tentu semua
pujian itu berangkat dari realitas kehidupan bangsa ini yang memang di masa
lalu sangat menghargai moral dan nilai-nilai kemanusiaan.
Sayangnya arus
kebudayaan asing yang terus membanjiri bangsa ini mengikis nilai-nilai luhur
itu. Kapitalisme dengan segala bentuk dan ragamnya telah mengajarkan kepada
generasi penerus bangsa ini budaya hidup yang jauh dari norma-norma sosial dan
agama. Sekarang, lambat tapi pasti sikap hidup yang permisif, hedonis,
individualis, dan materialis menjangkiti masyarakat. Bukan tidak mungkin hal
tersebut kian membunuh karakter bangsa ini sebagai bangsa timur yang dikenal
sangat menjunjung nilai moral.
B.
Tujuan
Urgensi agama dan ilmu dalam pandangan Islam, tidak
bisa dipisahkan dari Agama. Sehingga sebagai yang tidak dibenarkan agama bila
ilmu dan terapannya bukan untuk dan diniati kemaslahatan. Dalam pada itu
manusia diharapkan dapat memainkan perannya sebagai khalifah fi-al-ard
sebaik-baiknya, minimal menjaga diri dari berbuat jahat. Dan nur tauhid (agama)
yang terus bercahaya di dalam nurani khalifah itu akan memberi penghangat dan
semangat mencapai idolanya, hubb Allah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Tinjauan Tentang SQ
Sejak diketahui
bahwa SQ (spiritual quotient) atau kecerdasan spiritual sangat berperan
signifikan dalam mendorong prestasi dan karir. Orang yang memiliki kecerdasan
spiritual tinggi berpotensi memiliki karakter-karakter unggul yang akan
memudahkan dalam proses interaksi dengan orang lain maupun lingkungan kerja.
Kecerdasan spiritual akan memunculkan sikap-sikap positif seperti kejujuran,
kedisiplinan, loyalitas, pantang menyerah dan sebagainya.
Banyak orang
kemudian sadar bahwa ternyata nilai-nilai spiritual yang dalam hal ini dapat
diwakili oleh peran agama sangat penting untuk ditanamkan kepada anak didik.
Kecerdasan spiritual banyak menjadi tumpuan memperbaiki karakter seseorang
untuk membuat kemajuan yang berarti. Meskipun dalam pelaksanaannya ternyata
hasil yang dicapai belum sesuai harapan. Sekian lama kemerosotan moral belum juga
mampu dibendung meskipun nilai-nilai agama telah diajarkan di sekolah dari
tingkat Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Bahkan ada kecenderungan
kegersangan jiwa dan keringnya nilai spiritual kian meningkat.
Tentu semua itu
bukan semata kesalahan dari pelaksanaan pendidikan agama di sekolah. Sebab
faktanya, banyak faktor lain yang turut serta dalam mempengaruhi kehidupan
beragama seseorang. Lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat dan lingkungan
pergaulan ternyata memiliki porsi yang lebih kuat untuk memberi pengaruh. Maka
semestinya dalam pelaksanaan pendidikan agama harus melibatkan semua pihak dan
menjadi tanggung jawab bersama. Peran serta orang tua sangat dibutuhkan untuk
ikut serta melakukan kontrol terhadap perilaku anak selama di lingkungan keluarga.
Dengan demikian proses pendidikan akan terlaksana secara berkesinambungan dan
lebih efektif guna mencapai hasil yang diinginkan.
B. Menanamkan Nilai Moral
Prof Zakiah
Daradjat (1978) menyatakan bahwa moral bukanlah suatu pelajaran yang dapat
dicapai dengan mempelajari saja, tanpa membiasakan hidup bermoral dari sejak
kecil. Moral itu tumbuh dari tindakan kepada pengertian dan tidak sebaliknya.
Dengan demikian
diharapkan pendidikan agama bukanlah sekedar pengalihan pengetahuan keagamaan
(transfer of religion knowledge) dari guru ke siswa. Namun hendaknya mampu
mengarahkan dan membina agar perilaku siswa dapat sesuai dengan tuntunan agama.
Lingkungan sekolah harus menjadi representasi dari kehidupan keagamaan agar
siswa dapat menemukan model lingkungan yang sesuai dengan ajaran agama. Proses
pendidikan agama itu dapat berlangsung sepanjang siswa masih di lingkungan
sekolah. Bukan sebatas saat pelajaran agama saja. Dengan demikian perlu
kerjasama antara semua warga sekolah untuk dapat menciptakannya.
Pendidikan itu
bisa dimulai dari hal-hal kecil, karena sesungguhnya Islam mengatur segala
persoalan dalam kehidupan di dunia ini. Mulai dari sikap saling menghormati,
kasih sayang, perilaku yang baik terhadap teman, adab makan-minum, adab
berbicara kepada orang lain dan masih banyak lagi. Dan jangan dilupakan bahwa
kedisiplinan, menepati janji, berbuat jujur, saling menolong dan perbuatan
terpuji lainnya juga merupakan ajaran agama yang sangat penting untuk diajarkan
dan dilaksanakan.
Terkadang
pendidikan agama menjadi kurang menarik karena dianggap belum menjadi kebutuhan
yang mendesak. Kalah populer dengan mata pelajaran yang di Unas-kan. Di sinilah
perlunya mendesain dan mengarahkan agar pendidikan agama dapat menjadi problem
solving bagi realitas yang ada di masyarakat. Sehingga siswa dapat merasakan
manfaat dari ajaran yang diperolehnya. Siswa akan dapat berguna bagi orang
lain. Mereka dapat merefleksikan pengetahuan kegamaannya dalam menghadapi
permasalahan hidupnya.
Guru harus
berupaya memahami alam pikiran siswa dan menjadikan agar pelajaran yang
disampaikan relevan dengan kehidupan yang dihadapi siswa. Sebab ajaran agama
bukanlah bahasa langit yang susah diterjemahkan dalam kehidupan sehari-hari dan
bersifat dogmatis. Sebaliknya tujuan dari ajaran agama yang sesungguhnya adalah
sebagai cahaya penuntun dan menjadi pegangan hidup saat manusia tersesat dalam
kegelapan atau kehilangan sandaran. Agama adalah penuntun menuju keselamatan.
Bagaimana mungkin hal tersebut dapat tercapai jika agama hanya menjadi sebuah
bahasa langit?
Rasulullah telah
mencontohkan bagaimana seharusnya seorang pendidik mampu memahami dan mengerti
kondisi dari murid. Bahkan Rasulullah sangat tahu kelebihan dan kekurangan
pribadi masing-masing sahabat sehingga tidak heran bila ada beberapa hadits
yang ‘berlainan’ tetapi maksudnya sama. Misal, suatu ketika Nabi mengatakan
bahwa sebaik-baik amal adalah berkata jujur dan pada kesempatan lain amal
terbaik adalah berbakti kepada orang tua. Semua itu beliau sampaikan
berdasarkan keadaan pribadi masing-masing sahabat.
C. Peluang dan Tantangan Pendidikan
Agama Dalam Kehidupan
Tujuan utama
pendidikan agama (baca: Islam) adalah terbentuknya akhlak yang baik. Karena
itulah yang menjadi muara dari ajaran Islam. Dan Rasulullah pun diutus untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Dengan demikian peri-hidup Rasulullah adalah
refleksi dari kesempurnaan akhlak, dan itu bisa ditelusuri melalui Al Quran dan
Hadits. Akhlak sendiri merupakan perilaku yang secara konsisten dilakukan
sehingga menjadi kebiasaan. Dan ketika diberi suatu stimulan yang sesuai maka
perilaku tersebut akan muncul tanpa melalui pemikiran (spontan).
Globalisasi
dengan segala bentuknya di satu sisi membuat manusia semakin jauh dari sentuhan
agama (sekuler). Namun pada sisi lain tampaknya juga membuat manusia semakin
sadar akan pentingnya peran agama dalam kehidupan mereka. Tidak heran bila
kemudian banyak orang yang dengan gigih dan kuat memegang prinsip keberagamaan
mereka. Tidak lagi takut untuk menunjukkan identitas keagamaannya kepada orang
lain. Bahkan mereka memiliki semangat (ghirah) untuk menyebarluaskan
nilai-nilai agama kepada masyarakat luas.
Banyak orang
kemudian lebih selektif dalam menyekolahkan putera-puteri mereka dan ada sebuah
trend dengan menitikberatkan pada sekolah yang memiliki keunggulan dalam
penanaman nilai agama kepada siswanya. Maka muncullah sekolah-sekolah Islam
terpadu yang memberi porsi lebih untuk kegiatan agama. Sebetulnya kondisi
tersebut dapat ditangkap menjadi sebuah peluang untuk lebih mengembangkan
pendidikan agama di sekolah negeri sekalipun. Terbatasnya jam pelajaran agama
bukanlah satu kendala untuk mengembangkan dan memperbaiki pembelajaran agama di
sekolah. Toh, peluang untuk berinovasi dalam proses pembelajaran juga masih
sangat terbuka.
Namun kita juga tidak
bisa menutup mata, televisi merupakan tantangan yang sulit untuk diatasi.
Berbagai tontonan yang bertentangan dengan ajaran agama secara gratis dan mudah
dapat dilihat. Belum lagi tayangan-tayangan yang lebih banyak mengajari anak
untuk bersikap konsumtif dan gaya hidup yang serba luks telah membuai
dan menjauhkan mereka dari realitas kehidupan yang sedang dijalani. Tidak
jarang anak menjadi kurang peka jiwa sosialnya. Itu semua menjadi peluang
sekaligus tantangan bagi pendidikan agama untuk bisa membangun kembali karakter
bangsa yang sudah mulai luntur.
D. Eksistensi
Manusia
Manusia
seringkali di depannya dibubuhi dengan “umat” dimaksudkan untuk melihat manusia
bukan sebagai personal semata, tetapi juga merupakan anggota dari kelompok
manusia yang mempunyai tingkatan pemersatu antara anggotanya. Juga mempunyai
ajaran atau panutan yang membimbing ke arah tercapainya tujuan. Di samping itu,
menunjukkan perbedaan kualitas individu, sehingga memungkinkan kerjasama dan
pruralitas sehingga menimbulkan persaingan antar kelompok dan mempertahankan
eksistensinya (Muh. Hasyim Manan, 1990:7).
Dihadirkannya
manusia di muka bumi ini bukanlah tanpa tujuan yang jelas sebagaimana yang
diperkirakan oleh sebagian manusia (Al-Mu’minun:115) malah juga di antara
mereka yang berfikiran tetapi tidak lurus dan sesat bahwa hidup di dunia ini
tanpa perintah dan larangan, sehingga bisa berbuat apa saja tanpa
pertanggungjawaban (al-Sabuni, III:579). Firman Allah yang mengungkapkan bahwa
apa yang ada di langit dan di bumi serta di antaranya diciptakan dengan haq
(Al-Hijr:85) telah menghancurkan anggapan di atas. Lebih dari itu dengan
memperhatikan surat al-Hijr itu dan ayat-ayat lainnya bahwa kehidupan duniawi
akan berlanjut dengan kehidupan ukhrawi tempat mana manusia akan memperoleh balasan
amal perbuatannya. Karena itu dikenal di dunia ini merupakan taman untuk
ditanami benih-benih surgawi, idealnya, sehingga pada gilirannya hasilnya akan
dinikmati di hari kemudian.
Manusia,
sebagaimana yang dikatakan oleh Allah, adalah kalifah-Nya yang berkewajiban
untuk mengolah dan membangun dunia ini sesuai dengan kehendak-Nya. Dalam pada
itu pengembangan potensi-potensi manusia secara imbang dan harmonis sebagai hal
yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kenapa harus imbang dan harmonis?
Jawabannya, karena dengan cara itu manusia akan menerima amanah dari Allah
(al-Baqarah : 138) dan secara kreatif, dinamis dan optimal memenuhi
kehendak-Nya. Sebaliknya, bila hanya satu aspek yang diutamakan, misalnya akal
saja, bisa jadi akan menolak adanya Tuhan dan alam ghaib atau menghalalkan
semua cara dengan alasan untuk kepentingan ilmiahnya atau kemanusiaan.
Contohnya inseminasi buatan dari dan untuk yang bukan suami/istrinya,
euthanasia (pembunuhan yang direstui) dan masih banyak lagi contohnya.
Pengembangan daya kalbunya saja juga akan berakibat kurang baik pada daya-daya
lainnya.
Maka,
ilmu yang luas sebagai hasil olah pikir yang didasarkan pada iman dan moral
yang menghujam dalam pada kalbu dan diikuti dengan ketrampilan yang unggul
untuk memakmurkan dan memelihara alam raya ini merupakan sesuatu yang
dibutuhkan untuk mengembangkan amanah Ilahiyah (khalifah).
Namun,
kenyataan menunjukan bahwa apa yang dideskripsikan di atas tidak selalu ada
pada setiap orang, bahkan tidak mungkin. Unggul dalam bidang Ilmu Pengetahuan
(akal), kurang pada aspek zikir (kalbu) begitu seterusnya. Akan tetapi kondisi
yang seperti itulah yang mendorong membentuk jalinan kemanusiaan dan
ke-Ilahi-an
Adalah
prinsip pokok untuk menciptakan kemajuan dan pembangunan masyarakat terciptanya
interaksi harmonis manusia dengan manusia, interaksi manusia dengan Tuhan serta
interaksinya dengan alam. Semakin baik interaksi itu semakin banyak yang dapat
dimanfaatkan dari alam raya ini. Karena ketika itu mereka semua akan saling
membantu dan bekerja sama dan Tuhan di atas mereka akan merestui (Quraish
Shihab, 1992 : 161). Dan penulis “membumikan Al-Qur’an” menjelaskan “interaksi”
dalam pengertian “bersahabat” (p.234).
Apa
yang diungkapkan Quraish Shibab di atas sebagai yang sangat dibutuhkan dewasa
ini, saat perdamaian dan kedamaian dunia terancam, bahkan oleh bangsa Bosnia
tidak dinikmati.
Pada era globalisasi dan informasi saat ini, yang
ditandai semakin menipis dan hilangnya batas pemisah antara nilai-nilai dan
lingkungan budaya bangsa-bangsa, yang diikuti dengan kecenderungan terbentuknya
nilai-nilai budaya yang bersifat universal, nampaknya studi tentang Islam
menjadi sangat penting dan pendapatkan perhatian yang sangat luas, baik di
kalangan umat Islam sendiri maupun di kalangan luar Islam. Urgensi studi Islam
pada masa sekarang paling tidak dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi
internal dan sisi eksternal. Dengan sisi internal dimaksudkan adalah
nilai-nilai dan sistem budaya yang ada di lingkungan umat Islam sendiri;
sedangkan sisi eksternal yang dimaksudkan adalah nilai-nilai dan sistem budaya
di luar kalangan umat Islam.
Suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri, bahwa
nilai-nilai dan sistem budaya yang ada di lingkungan umat Islam telah
kehilangan daya dinamikanya dan menjadi mandeg, sehingga tidak mampu mewujudkan
peran dan fungsinya sebagai ramatan li al-‘alamin. Sementara nilai-nilai dan
sistem budaya umat manusia di luar lingkungan umat Islam pada umumnya telah
didominasi oleh nilai-nilai dan sistem budaya modern, dengan ilmu pengetahuan dan
teknologinya yang semakin canggih serta sifatnya yang sekuler, telah mengalami
perkembangan yang cepat dan tanpa batas serta menyentuh tujuan-tujuan yang
hakiki. Sebagai konsekwensinya, nilai-nilai dan sistem budaya modern tersebut
telah menimbulkan ancaman terhadap kelestarian kehidupan umat manusia dan alam
sekitarnya serta kehidupan semesta ini. Inilah tantangan bagi Islam daan
umatnya, bahkan bagi seluruh umat manusia.
Era globalisasi dan informasi merupakan kenyataan
yang tidak dapat ditolak dan Islam menghadapi tantangan yang tak terelakkan.
Nilai-nilai dan sistem budaya modern yang bersifat sekuler dengan bebas bisa
memasuki lingkungan kehidupan umat Islam, dan akan menyingkirkan nilai-nilai
dan kehidupan budaya umat yang statis dan mandeg. Konsekwensinya umat manusia
dan dan alam semesta akan menghadapi kehancuran. Namun era globalisasi dan
informasisebenarnya memberikan kesempatan yang luas untuk mewujudkan misi Islam
sebagai rahmatan li al-‘alamin. Dengan nilai-nilai dasarnya yang bersifat
universal dan dengan sitem budayanya yang pada dasarnya memiliki dinamika yang
tinggi, Islam akan bisa memberikan arah dan tujuan perkembangan budaya modern
yang cenderung kehilangan arah dan tujuannya. Di sinilah letak urgensinya studi
Islam pada saat ini.
Dengan cara dan pendekatan semacam itu, berarti
terjadi pemahaman ulang terhadap Islam, sebagaimana yang difahami secara
konvensional selama ini, yang pada giliran selanjutnya akan terhapuslah citra
Islam yang dianggap statis, mandeg dan ketinggalan zaman serta tidak fungsional
lagi di tengah-tengah kemajuan iptek serta perkembangan budaya dan peradaban
modern. Selanjutnya dengan studi ulang tersebut akan terbentuk gambarandan
pemahaman yang baru tentang Islam yang bersifat dinamis dan fungsional
menghadapi tantangan dan tuntutan perkembangan zaman. Dengan citra barunya
itulah Islam akan mampu menghadapi sistem budaya modern yang melanda dunia
Islam di era globalisasi dan informasi saat ini. Bahkan dengan misinya sebagai
rahmatan lil al-‘alalmin, Islam berpotensi kuat untuk memberikan alternatif
pemecahan permasalahan dunia modern, Insya Allah.
Karya tulis ini memang bukanlah merupakan karya
orisinal, tetapi kami banyak mengutip, meramu, mengulas dan membandingkan serta
menyimpulkan karya-karya dan pemikiran-pemikiran para pakar terdahulu. Hal ini
tercermin dalam buku-buku referensi yang kami gunakan dalam penulisan ini.
Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan munculnya pemikiran dan visi yang
berbeda, bahkan mungkin berlawanan dengan pemikiran dan visi karya-karya yang
mendahuluinya. Dengan demikian, karya tulis ini akan bernilai dalam menambah
dan mengembangkan kepustakaan tentang studi Islam yang telah ada sebelumnya.
Secara sistematik, karya tulis ini diawali dengan
pembahasan tentang pengertian dan visi studi Islam, yang diikuti dengan
pembahasan tentang kedudukan agama dalam kehidupan budaya manusia, yang
merupakan pembahasan tentang latar belakang turunnya Islam sebagai agama samawi
terakhir, yang final dan sempurna sebagai ni’matan wa rahmatan li al-‘alamin.
Kemudian diikuti dengan pembahasan dan analisis tentang potensi Islam dalam
menjawab tantangan zaman, yang pembahasannya meliputi pengertian Islam dan
ciri-ciri ajaran-ajarannya serta implikasinya terhadap kehidupan umat,
al-Qur’an sebagai sumber dasar ajaran Islam, al-sunnah sebagai sumber dasar
operasionalnya, ijtihad sebagai sumber dasar dinamika ajaran-ajaran serta
budaya dan peradaban Islam. akhirnya dibahas dan dianalisis tentang Islam dan
berbagai dimensinya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Urgensi
agama sangatlah berpengaruh besar dalam kehidupan manusia. Agama mengajarkan
segala sesuatu yag baik kepada manusia. Manusia akan mengerti apa yang harus
dilakukan dan mana yang harus dijauhi. Agama mengajarkan kita norma-norma yang
baik dalam hidup bermasyarakat.
Disamping
itu, ilmu pengetahuan juga berpengaruh besar dalam pola hidup manusia.
Agama menganjurkan manusia untuk
mengetahui sesuatu. Untuk itu Tuhan memberikan akal kepada manusia supaya bisa
memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Ilmu pengetahuan dan teknologi
mempunyai dua dampak; positif dan negatif. Keduanya akan berdampak positif bila
digunakan untuk kepentingan kemanusiaan dan melestarikan jagad raya ini.
Ilmu,
dalam pandangan Islam, tidak bisa dipisahkan dari Agama. Sehingga sebagai yang
tidak dibenarkan agama bila ilmu dan terapannya bukan untuk dan diniati
kemaslahatan. Dalam pada itu manusia diharapkan dapat memainkan perannya
sebagai khalifah fi-al-ard sebaik-baiknya, minimal menjaga diri dari berbuat
jahat. Dan nur tauhid (agama) yang terus bercahaya di dalam nurani khalifah itu
akan memberi penghangat dan semangat mencapai idolanya, hubb Allah.
Akhirnya
diketahui, “manusia-manusia yang mampu mengembangkan dan meningkatkan
kehidupannya, berinteraksi positif dengan sesamanya, bersahabat dengan alam dan
berpihak kepada Allah dalam segala tindakan“ berkat pengaruh ilmu kepada tauhid
dan moral Islami.
Semoga
tulisan ini, karena ridha-Nya, sekalipun sangat sederhana ada faedahnya dalam
rangka memberikan konstribusi pemikiran terhadap upaya pengembangan sumber daya
manusia yang paripurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar asalkan dengan bahasa yang sopan..ok??