BAB I
PENDAHULUAN
Manusia merupakan satu-satunya makhluk Allah yang
diberikan karunia dengan akal, maka dengan memiliki kekhususan tersebut
manusiapun diberikan kemampuan dalam menganalisis suatu hal dalam kehidupannya.
Maka dari itu pada kaitannya manusia tidak mungkin terlepas dari yang namanya
sejarah, karena dengan sejarah tersebut manusia dapat belajar dan menganalisis
kejadian-kejadian yang terjadi pada masa lalu. Sejarah merupakan cerminan dari
kehidupan masa lalu kita dan dapat dijadikan sebagai bahan instropeksi diri.
Begitu pula dengan sejarah peradaban Islam yang merupakan alat untuk
mempelajari kejadian yang terjadi di masa lalu ataupun sebagai acuan untuk
lebih dapat memajukan Islam daripada sebelumnya.
Peradaban Islam merupakan kajian yang sangat luas.
Seperti yang dijelaskan dalam makalah ini, bahwa peradaban Islam sangat erat
kaitannya dengan kebudayaan tetapi tetap merupakan dua hal yang berbeda. Dalam
kebudayaan mencakup juga peradaban, tetapi tidak sebaliknya.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang pengertian dan
ruang lingkup sejarah peradaban Islam, akan dijelaskan lebih terperinci dalam
makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PERADABAN
Sejarah Peradaban Islam, Kata
Peradaban seringkali diberi arti yang sama dengan kebudayaan. Tetapi dalam B.
Inggris terdapat perbedaan pengertian antara kedua istilah tersebut. Istilah
Civilization untuk peradaban dan Culture untuk kebudayaan. Demikian pula dalam
B. Arab dibedakan antara kata Tsaqafah (kebudayaan), kata Hadharah (kemajuan),
dan Tamaddun (peradaban)
Sejarah Peradaban Islam Menurut
A.A. Fyzee, peradaban (civilization) dapat diartikan dalam hubungannya dengan
kewarganegaraan karena berasal dari kata civies (Latin) atau civil (Inggris)
yang berarti seorang warganegara yang berkemajuan. Dalam hal ini peradaban
diartikan dalam dua cara:
·
Proses menjadi
berkeadaban, dan
·
Suatu masyarakat
manusia yang sudah berkembang atau maju.
Suatu peradaban ditunjukkan dalam
gejala-gejala lahir, mis. Memiliki kota-kota besar, masyarakat telah memiliki
keahlian di dalam industri (pertanian, pertambangan, pembangunan, pengangkutan
dsb), memiliki tertib politik dan kekuasaan, dan terdidik dalam kesenian yang
indah-indah.
Adapun kebudayaan diartikan
bersifat sosiologis di satu sisi dan antropologis di sisi lain. Istilah
kebudayan (culture) pada dasarnya diartikan sebagai cara mengerjakan tanah,
memelihara tumbuh2an, diartikan pula melatih jiwa dan raga manusia. Dalam
latihan ini memerlukan proses dan mengembangkan cipta, karsa, dan rasa manusia.
Maka culture adalah civilization dalam arti perkembangan jiwa.
Peradaban Islam memiliki tiga
pengertian yang berbeda. Pertama, kemajuan dan tingkat kecerdasan akal yang
dihasilkan dalam suatu periode kekuasaan Islam mulai dari periode Nabi Muhammad
Saw. sampai perkembangan kekuasaan sekarang; kedua, hasil-hasil yang dicapai
oleh umat Islam dalam lapangan kesusasteraan, ilmu pengetahuan dan kesenian;
ketiga, kemajuan politik atau kekuasaan Islam yang berperan melindungi
pandangan hidup Islam terutama dalam hubungannya dengan ibadah-ibadah,
penggunaan bahasa, dan kebiasaan hidup kemasyarakatan.
B. MERAIH KEJAYAAN ISLAM DENGAN IPTEK
Berdasarkan penjelasan Ibnu Khaldun
tentang kebangkitan suatu peradaban, jika umat Islam ingin membangun kembali peradabannya,
mereka harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa ini, kebangkitan
Islam hanya akan menjadi utopia belaka.
Menurut Ibnu Khaldun, wujud suatu
peradaban merupakan produk dari akumulasi tiga elemen penting yaitu, kemampuan
manusia untuk berfikir yang menghasilkan sains dan teknologi, kemampuan
berorganisasi dalam bentuk kekuatan politik dan militer, dan kesanggupan
berjuang untuk hidup. Jadi kemampuan berfikir merupakan elemen asas suatu
peradaban. Suatu bangsa akan beradab (berbudaya) hanya jika bangsa itu telah
mencapai tingkat kemapuan intelektual tertentu. Sebab kesempurnaan manusia
ditentukan oleh ketinggian pemikirannya.
Suatu peradaban hanya akan wujud
jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi sehingga mampu meningkatkan
taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu saja tanpa sarana
dan prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang tersedia. Dalam
hal ini pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya pemikiran, namun
yang lebih mendasar lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu pengetahuan yang
berasal dari pandangan hidup. Maka dari itu, pembangunan kembali peradaban
Islam harus dimulai dari pembangunan ilmu pengetahuan Islam.
Orang mungkin memprioritaskan pembangunan ekonomi dari pada ilmu, dan hal itu tidak sepenuhnya salah, sebab ekonomi akan berperan meningkatkan taraf kehidupan. Namun, sejatinya faktor materi dan ekonomi menentukan setting kehidupan manusia, sedangkan yang mengarahkan seseorang untuk memberi respon seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapinya adalah faktor ilmu pengetahuan. Dari sini, kita melihat peran vital pendidikan sebagai jalan kebangkitan peradaban Islam.
Orang mungkin memprioritaskan pembangunan ekonomi dari pada ilmu, dan hal itu tidak sepenuhnya salah, sebab ekonomi akan berperan meningkatkan taraf kehidupan. Namun, sejatinya faktor materi dan ekonomi menentukan setting kehidupan manusia, sedangkan yang mengarahkan seseorang untuk memberi respon seseorang terhadap situasi yang sedang dihadapinya adalah faktor ilmu pengetahuan. Dari sini, kita melihat peran vital pendidikan sebagai jalan kebangkitan peradaban Islam.
Lebih penting dari ilmu dan
pemikiran yang berfungsi dalam kehidupan masyarakat, adalah intelektual. Ia
berfungsi sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap ide dan pemikiran
tersebut. Bahkan perubahan di masyarakat ditentukan oleh ide dan pemikiran para
intelektual. Ini bukan sekedar teori tapi telah merupakan fakta yang terdapat
dalam sejarah kebudayaan Barat dan Islam. Di Barat ide-ide para pemikir,
seperti Descartes, Karl Marx, Emmanuel Kant, Hegel, John Dewey, Adam Smith dan
sebagainya adalah pemikir-pemikir yang menjadi rujukan dan merubah pemikiran
masyarakat.
Demikian pula dalam sejarah peradaban
Islam, pemikiran para ulama seperti Imam Syafii, Hanbali, Imam al-Ghazzali, Ibn
Khaldun, dan lain sebagainya mempengaruhi cara berfikir masyarakat dan bahkan
kehidupan mereka. Jadi membangun peradaban Islam harus dimulai dengan membangun
pemikiran umat Islam, meskipun tidak berarti kita berhenti membangun
bidang-bidang lain. Artinya, pembangunan ilmu pengetahuan Islam hendaknya
dijadikan prioritas bagi seluruh gerakan Islam.
Guna memuluskan jalan menuju
kebangkitan peradaban Islam ini, umat Islam harus giat belajar, mengkaji, dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Demi kemajuan para pemimpin dan umat Islam
berada di atas nilai-nilai Islami. Sehingga umat Islam akan menjadi khairu
ummah sebagaimana yang disinyalir QS Ali Imran [3]: 110.
C. DASAR-DASAR PERADABAN ISLAM
Analisis Historis Dan Konstektual
Dalam Kajian Literatur Islam Klasik; Adalah kesepakatan keimanan seluruh kaum
muslimin bahwa Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah agama yang
dihadirkan untuk menjadi petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia. Pandangan
ini didasarkan pada teks al Qur-an : Dan Kami tidak mengutus kamu (Muhammad)
melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembir Dan sebagai
pemberi peringatan tetapi kebanyakan manusia tidakmengetahui”. Dalam teks lain
dikemukakan bahwa visi atau tujuan akhir yang dibawa oleh agama ini adalah
kerahmatan (kasih sayang). Dan ini bukan hanya bagi manusia tetapi juga bagi
alam semesta. Ia adalah agama yang merahmati alam semesta.(Q.S. al Anbiya,21:
107). Berdasarkan teks al Qur-an tersebut, maka seluruh manusia merupakan
ciptaan Tuhan Dan semuanya meski memiliki latarbelakang kultural, etnis, warna
kulit, kebangsaan, Dan jenis kelaim, menempati posisi yang sama di hadapan-Nya.
Hal ini dinyatakan secara eksplisit
Dalam al Qur-an :;Wahai manusia, Kami ciptakan kamu sekalian terdiri dari
laki-laki Dan perempuan Dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa Dan bersuku-suku
agar saling mengenal. Sesungguhnya yang paling unggul di antara kamu adalah
yang paling bertaqwa (kepada Allah;.(Q.S. Al Hujurat, 13). Ini sungguh
merupakan pernyataan paling tegas mengenal universalitas Islam Totalitas Islam
pada sisi lain muncul Dalam konsep “Trilogi Islam”. Trilogi ini merupakan
ajaran yang mewadahi dimensi-dimensi manusia. Pertama, dimensi keimanan.
Dimensi ini berpusat pada keyakinan personal manusia terhadap;Kemahaesaan
Tuhan;, pada;al Nubuwwat; (kenabian dan kitab-kitab suci) Dan;al Ghaibiyyat”
(metafisika). Dimensi ini biasanya juga dikenal dengan istilah “aqidah”.
Kedua adalah dimensi aktualisasi
keyakinan tersebut yang bersifat eksoterik (hal-hal yang dapat dilihat, yang
lahiriyah). Dimensi ini berisi aturan-aturan bertingkahlaku baik tingkah laku
personal dengan Tuhannya, tingkah laku interpersonal yakni antar suami-isteri
Dan bertingkahlaku antar personal. Dimensi ini biasanya disebut “syari’ah”.
Ketiga aturan ini kemudian dirumuskan oleh para ulama Islam sebagai : aturan
ibadah, aturan hukum keluarga (al ahwal al syakhshiyyah), Dan aturan mu’amalat
atau pergaulan antar manusia Dalam ruang publik dengan segala persoalannya.
Dimensi ketiga adalah aturan-aturan
yang mengarahkan gerak hati (dimensi esoterik) yang diharapkan akan
teraktualisasi Dalam sikap- sikap moral luhur atau al Akhlaq al Karimah. Ini
biasanya disebut juga dimensi “tasawuf/akhlaq”.Seluruh dimensi ajaran Islam
tersebut diambil dari sumber-sumber otoritatif Islam yakni al Qur-an Dan Hadits
Nabi. Kedua sumber utama Islam ini mengandung prinsip-prinsip, dasar-dasar
normatif, hikmah-hikmah Dan petunjuk-petunjuk yang diperlukan bagi hidup Dan
kehidupan manusia. Al Qur-an menyatakan : “Kami tidak melupakan sesuatupun di
Dalam al Kitab”. Q.S.Al An’am,6:38). Dari sini para ulama kemudian
mengeksplorasi Dan mengembangkan kandungannya untuk menjawab kebutuhan manusia
Dalam ruang Dan waktu yang berbeda-beda Dan berubah-ubah.
Ekplorasi Dan pengembangan tersebut
dilakukan melalui alat Analisis yang bernama Ijtihad, Istinbat atau Ilhaq al
Masail bi Nazha-iriha atau sebutan lain yang identik dengan aktifitas
intelektual. Alat-alat Analisis inilah yang kemudian melahirkan khazanah
intelektual Islam yang maha kaya Dalam beragam disiplin ilmu pengetahuan Dan
teknologi. Inilah yang kemudian menciptakan peradaban Islam yang gemilang.
Aktifitas intelektual kaum muslim paling produktif Dalam sejarah Islam lahir
pada tiga abad pertama Islam.Menelusuri aktifitas intelektual kaum muslimin
pada tiga abad pertama Islam kita menemukan bahwa para sarjana Klasik Islam
Klasik ternyata tidak melakukan dikotomisasi antara ilmu pengetahuan Agama Dan
pengetahuan umum (sekuler). Mereka meyakini bahwa beragam jenis ilmu
pengetahuan adalah ilmu Allah yang mahakaya. Bahkan pergulatan intelektual
mereka dilakukan dengan mengadopsi secara selektif produk-produk ilmu
pengetahuan Helenistik Dan Persia terutama Dalam bidang filsafat Dan fisika.
Aspek Hukum Islam Pada
tataranpengetahuan keagamaan, bidang paling hidup Dan produktif adalah bidang
hukum. Ini memang wajar karena tingkahlaku manusia senantiasa bergerak Dan
ruang Dan waktu yang semakin meluas Dan cepat disamping ini paling mudah
dipahami banyak orang. Maka sampai abad ke IV H, peradaban Islam telah
menghasilan ratusan para ahli hukum Islam terkemuka (mujtahidin) selain empat
Imam mujtahid; Abu Hanifah, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris al Syafi’i Dan
Ahmad bin Hanbal. Mereka bekerja keras untuk mengeksploitasi Dan mengembangkan
hukum Islam bagi keperluan masyarakat yang senantiasa berkembang. Masing-masing
dengan metodanya Dan kecenderungannya sendiri-sendiri.
Produk-produk hukum mereka yang
dikemudian hari dikenal dengan sebutan “fiqh”, senantiasa memiliki relevansi
dengan konteks sosio-kulturalnya masing-masing. Jika kita harus memetakan pola
fiqh ke empat mazhab paling terkenal di atas, maka dapat kita kemukakan :
Mazhab Hanafi adalah mazhab ahl al Ra’y (rasionalis), mazhab Maliki; mazhab
“muhafizhin” (menjaga tradisi), Syafi’i mazhab al Tawassuth, Dan Hanbali ;
mazhab “mutasyaddidin”. Pembagian pola atau katagorisasi ini tentu saja tidak
bersifat absolut, melainkan sebagai kecenderungan utama atau umum.
Satu hal yang sangat menarik adalah
bahwa mereka Dan para pengikutnya yang awal senantiasa saling menghargai
pendapat lainnya. Satu pernyataan yang sering dikemukakan mereka adalah
“Ra’yuna Shawab Yahtamil al Khatha’ wa Ra’yu Ghairina Khatha Yahtamil al Shawab”
(pendapat kami benar tetapi boleh jadi keliru, Dan pendapat selain kami keliru
tetapi mungkin saja benar).Sikap menghargai pandangan orang lain yang berbeda
ditunjukkan oleh Imam Malik bin Anas melalui penolakannya terhadap Khalifah
dinasti Abbasiyah, Abu Ja;far al Manshur yang menghendaki kitab;Al Muwattha;
sebagai rujukan hukum bagi seluruh masyarakat muslim. Kepada Khalifah beliau
mengatakan :;anda tahu bahwa di berbagai wilayah negeri ini telah berkembang
berbagai tradisi hukum sesuai dengan kemaslahatan setempat.
Beberapa hal yang bisa dijadikan
dasar kontekstualisasi adalah :Mengkaji substansi, kausalita; hukum yang
terdapat Dalam teks. Cara ini sejalan dengan kaedah fiqh :
·
Mengkaji sosio-kultural
Dan Politik yang melatarbelakangi teks-teks fiqh Klasik
·
Menjadikan realitas
sosial baru sebagai bahan Analisis bagi kemungkinan dilakukannya perubahan
hukum. Ini sejalan dengan kaedah “Taghayyur al Ahkam bin Taghayyur al Ahwal wa
al Azminah wa al Amkinah”(hukum bisa berubah karena perubahan keadaan, zaman
Dan tempat).
·
Perubahan hukum
tersebut harus selalu mengacu pada empat hal : Keadilan, Kemaslahatan, Ke
Kerahmatan Dan Kebijaksanaan.
D. PRIODESASI PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM
Sejak awal, Rasulullah SAW tidak
pernah mengajar sistem feodal atau monarki. Maka, pemilihan khalifah (pada masa
khulafaur rasyidin) dilakukan dengan tiga model pemilihan: aklamasi;
penunjukan; atau (ketiga) melalui tim formatur (dewan syura).
Sementara di bidang ekonomi, Nabi SAW mewariskan prinsip: mengakui hak individu berikut penggunaannya; kepemilikan pribadi itu harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT; dan (prinsip ketiga) harta tersebut harus disalurkan kepada fakir miskin atau yang lebih membutuhkan. Sedang sistem sosial Islam merangkul semua lapisan masyarakat; mempertalikan si kaya dengan si miskin, dan raja dengan rakyat. Tidak ada kasta-kasta dalam Islam.
Sementara di bidang ekonomi, Nabi SAW mewariskan prinsip: mengakui hak individu berikut penggunaannya; kepemilikan pribadi itu harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT; dan (prinsip ketiga) harta tersebut harus disalurkan kepada fakir miskin atau yang lebih membutuhkan. Sedang sistem sosial Islam merangkul semua lapisan masyarakat; mempertalikan si kaya dengan si miskin, dan raja dengan rakyat. Tidak ada kasta-kasta dalam Islam.
Islam menyajikan sistem tolong
menolong antarumat dalam lapangan politik, perekonomian, kehidupan sosial,
bahkan sistem perdamaian. Islamlah yang mencetuskan sistem perjanjian,
konsulat, suaka politik, dan dakwah. Kerja sama dan kontak ekonomi dibolehkan
dengan pihak lain, seperti Yahudi, Persia dan Romawi.
Semasa Dinasti Umayyah (Amawiyah)
berkuasa (661-770M), banyak institusi politik dibentuk, misalnya undang-undang
pemerintahan, dewan menteri, lembaga sekretariat negara, jawatan pos dan giro
serta penasihat khusus di bidang politik.
Dalam tatanan ekonomi dan keuangan juga dibentuk jawatan ekspor dan impor, badan urusan logistik, lembaga sejenis perbankan, dan badan pertanahan negara. Sedang dalam tatanan teknologi, dinasti ini telah mampu menciptakan senjata-senjata perang yang canggih pada masanya, sarana transportasi darat maupun laut, sistem pertanian maupun pengairan.
Dalam tatanan ekonomi dan keuangan juga dibentuk jawatan ekspor dan impor, badan urusan logistik, lembaga sejenis perbankan, dan badan pertanahan negara. Sedang dalam tatanan teknologi, dinasti ini telah mampu menciptakan senjata-senjata perang yang canggih pada masanya, sarana transportasi darat maupun laut, sistem pertanian maupun pengairan.
Wilayah kekuasaan Umayyah
berkembang di sebelah Timur sampai ke Oxus, bagian barat India sampai Punjab
dan Lahore. Di Utara, dikuasainya Pulau Rhodes, Cretta, sampai Konstantinopel.
Sementara di Barat, dinasti ini menguasai seluruh Afrika Utara, Aljazair,
Tangiers dan Spanyol. Sebelah timur sampai ke Oxus, bagian barat India sampai
Punjab dan Lahore. Di Utara, dikuasainya Pulau Rhodes, Cretta, sampai
Konstantinopel. Sementara di Barat, dinasti ini menguasai seluruh Afrika Utara,
Aljazair, Tangiers dan Spanyol.
Astronomi, astronom pertama Muslim
Muhammad ibnu Ibrahim Al-Farazi (777M) membuat astrolobe atau alat ukur
ketinggian bintang. Lalu ada Ali ibn Rabban Al-Tabari (850M) sebagai dokter
pertama yang mengarang buku Firdaus Al Hikmah. Tokoh kedokteran lainnya adalah
Ibnu Sina, Al Razi dan Al Farabi.
Sementara di bidang kimia, muncul
Jabir ibn Hayyan sebagai Bapak Ilmu Kimia Islam. Kimiawan Muslim lainnya ketika
itu adalah Al Razi dan Al Tuqrai (abad ke-12M). Muncul pula sejarawan seperti
Ahmad al-Yakubi dan Abu Jafar Muhammad bin Jafar bin Jarir Al-Tabari. Sedang
ahli ilmu bumi termasyhur Ibnu Khurdazabah (820-913M). Khusus di bidang hadits,
dilakukan penyempurnaan, pembukuan dan pencatatan dari hafalan para sahabat.
Mulailah dilakukan pengklasifikasian secara sistematis dan krologis, sehingga
muncul apa yang kita kenal sebagai hadits shahih, dhaif, maudhu.
Bahkan dikemukakan pula kritik
sanad dan matan, sehingga terlihat jarah dan takdil rawi sebuah hadits . Apa
yang disajikan Ajid Thohir dalam bukunya Perkembangan Peradaban di Kawasan
Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam terbitan
Rajawali Pers (PT Raja Grafindo Perkasa) ini membuktikan argumentasi reformis
Islam asal Mesir Muhammad Abduh bahwa sangat tidak benar (persangkaan Barat
selama ini) mengaitkan Islam dengan keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan.
Justru Baratlah yang kemudian mencomot apa-apa yang terbaik dari peradaban
Islam.
Pecahnya kekhalifahan Umayyah
adalah penguasa pertama yang mengubah sistem pemerintahan Islam, dari yang
bersifat demokrasi menjadi monarki absolut.
Demikian pula Bani Abbasiyah __meski berdasarkan nilai kebersatuan, moderat, universal, dan kesamaan hubungan dalam hukum__ merupakan daulat yang dibangun dengan sistem suksesi turun temurun. Ketika terjadi konflik internal keluarga dan pada saat mereka kehilangan kendali terhadap daulat-daulat kecil, maka pecahlah kekuasaan kekhalifahan.
Demikian pula Bani Abbasiyah __meski berdasarkan nilai kebersatuan, moderat, universal, dan kesamaan hubungan dalam hukum__ merupakan daulat yang dibangun dengan sistem suksesi turun temurun. Ketika terjadi konflik internal keluarga dan pada saat mereka kehilangan kendali terhadap daulat-daulat kecil, maka pecahlah kekuasaan kekhalifahan.
Di wilayah Barat, Andalusia,
Dinasti Umayyah bangkit lagi dengan mengangkat Abdurahman Nasr menjadi
khalifah/Amir Al-Mukminin. Kekuasaan Umayyah dihancurkan Abbasiyah, karena
ketidakadilan dalam kebijakan land reform serta konflik berkepanjangan dengan
kaum Syiah. Sedang Daulat Abbasiyah dihancurkan pasukan Tartar dari Mongolia,
ketika kejayaannya juga terus merosot dan lemah.
Ajid Thohir secara sistematis menyajikan bagaimana prosesi sejarah peradaban di kawasan dunia Islam ini berjaya dan jatuh bangun. Juga ia hadirkan keinginan-keinginan untuk mendirikan negara Islam, seperti yang terjadi di Indonesia pada masa pemerintahan Ir Soekarno.
Ajid Thohir secara sistematis menyajikan bagaimana prosesi sejarah peradaban di kawasan dunia Islam ini berjaya dan jatuh bangun. Juga ia hadirkan keinginan-keinginan untuk mendirikan negara Islam, seperti yang terjadi di Indonesia pada masa pemerintahan Ir Soekarno.
BAB III
P E N U T U P
P E N U T U P
A. KESIMPULAN
Peradaban seringkali diartikan sama
dengan kebudayaan menurut a.a. Fyzee, peradaban (civilization) dapat diartikan
dalam hubungannya dengan kewarganegaraan karena berasal dari kata civies
(latin) atau civil (inggris) yang berarti seorang warganegara yang berkemajuan
Suatu peradaban hanya akan wujud
jika manusia di dalamnya memiliki pemikiran yang tinggi sehingga mampu
meningkatkan taraf kehidupannya. Suatu pemikiran tidak dapat tumbuh begitu saja
tanpa sarana dan prasarana ataupun supra-struktur dan infra-struktur yang
tersedia. Dalam hal ini pendidikan merupakan sarana penting bagi tumbuhnya
pemikiran, namun yang lebih mendasar lagi dari pemikiran adalah struktur ilmu
pengetahuan yang berasal dari pandangan hidup.
Islam menyajikan sistem tolong
menolong antarumat dalam lapangan politik, perekonomian, kehidupan sosial,
bahkan sistem perdamaian. Islamlah yang mencetuskan sistem perjanjian,
konsulat, suaka politik, dan dakwah. Kerja sama dan kontak ekonomi dibolehkan
dengan pihak lain, seperti Yahudi, Persia dan Romawi.
B. SARAN
Diharapkan kepada seluruh siswa
pada umumnya agar
lebih belajar dengan giat tentang sejarah peradaban islam karena agar kita
lebih mengenal bagaimana sebuah peradaban tejadi yang pada makalah ini dititik
beratkan pada peradaban islam.
DAFTAR PUSTAKA
Science And Civilization in islam, pengarang : seyyed Hossein nasr. penerbit : Barnes & Noble Books, State University of New York dialih bahasakan oleh DR. yazid penerbit Press, 1993
Abu Ishaq al Syathibi, dalam bukunya Al Muwafaqat fi Ushul al Syari’ah, Maktabah Tijariyah Kubra, Kairo diterjemahlkan oleh. Mukhsin dkk diterbitkan oleh yayasan UIN Jakarta- mei 2006
Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar Sosial, Politik dan Budaya Umat Islam Penerbit: Rajawali Pers Penulis: Ajid Thohir Cetakan I: September 2004 + 364 halaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar asalkan dengan bahasa yang sopan..ok??