BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini, kita akan mempelajari
koloid. Sistem koloid sebenarnya terdiri atas dua fase, yaitu fase terdispersi
dengan ukuran tertentu dalam medium pendispersi. Zat yang didispersikan disebut
fase terdispersi sedangkan sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan
disebut medium pendispersi.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering
bersinggungan dengan sistem koloid sehingga sangat penting untuk dikaji.
Sebagai contoh, hampir semua bahan pangan mengandung partikel dengan ukuran
koloid, seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Emulsi seperti susu juga
termasuk koloid. Dalam bidang farmasi, kebanyakan produknya juga berupa koloid,
misalnya krim, dan salep yang termasuk emulsi.
Dalam industri cat, semen, dan industri
karet untuk membuat ban semuanya melibatkan sistem koloid. Semua bentuk seperti
spray untuk serangga, cat, hair spray, dan sebagainya adalah juga koloid. Dalam
bidang pertanian, tanah juga dapat digolongkan sebagai koloid. Jadi sistem
koloid sangat berguna bagi kehidupan manusia.
Sistem koloid (selanjutnya disingkat
"koloid" saja) merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun
memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm), sehingga terkena efek Tyndall. Bersifat homogen berarti partikel terdispersi
tidak terpengaruh oleh gaya
gravitasi atau gaya lain
yang dikenakan kepadanya; sehingga tidak terjadi pengendapan, misalnya. Sifat
homogen ini juga dimiliki oleh larutan, namun tidak dimiliki
oleh campuran biasa (suspensi).
Koloid mudah dijumpai di mana-mana: susu, agar-agar, tinta, sampo,
serta awan merupakan
contoh-contoh koloid yang dapat dijumpai sehari-hari. Sitoplasma dalam sel juga merupakan sistem
koloid. Kimia koloid menjadi kajian tersendiri dalam kimia industri karena kepentingannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis-jenis Koloid
Koloid memiliki bentuk bermacam-macam,
tergantung dari fase zat pendispersi dan
zat terdispersinya. Beberapa jenis koloid:
·
Aerosol yang memiliki zat pendispersi berupa gas. Aerosol
yang memiliki zat terdispersi cair disebut aerosol cair (contoh: kabut dan
awan) sedangkan yang memiliki zat terdispersi padat disebut aerosol padat
(contoh: asap dan debu dalam udara).
·
Sol
Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair. (Contoh: Air
sungai, sol sabun, sol detergen dan tinta).
·
Emulsi Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam
zat cair lain, namun kedua zat cair itu tidak saling melarutkan. (Contoh:
santan, susu, mayonaise, dan minyak ikan).
·
Buih
Sistem Koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair. (Contoh: pada
pengolahan bijih logam, alat pemadam kebakaran, kosmetik dan lainnya).
B. Sifat-sifat Koloid
·
Efek Tyndall
Efek Tyndall ialah
gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal
ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini
ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh
karena itu sifat itu disebut efek tyndall.
Efek tyndall adalah
efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati
disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya,
sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena
partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk
dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati,
partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit
dan sangat sulit diamati.
·
Gerak Brown
Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak
lurus tapi tidak menentu (gerak acak/tidak beraturan). Jika kita amati koloid
dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel
tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak
Brown. Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat
bersifat acak seperti pada zat cair dan gas( dinamakan gerak brown), sedangkan
pada zat padat hanya beroszillasi di tempat ( tidak termasuk gerak brown
). Untuk koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan
partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid
itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran
partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang.
Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak
partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown yang
terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat
gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati
dalam larutan dan tidak ditemukan dalam campuran heterogen zat cair dengan zat
padat (suspensi). Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu
sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki
partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari
partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya,
semakin rendah suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
·
Adsorpsi
Adsorpsi ialah
peristiwa penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain pada permukaan
partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya permukaan partikel.
(Catatan : Adsorpsi harus dibedakan dengan absorpsi yang artinya
penyerapan yang terjadi di dalam suatu partikel). Contoh : (i) Koloid
Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+. (ii) Koloid
As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2.
·
Muatan koloid
Dikenal dua macam koloid, yaitu koloid
bermuatan positif dan koloid bermuatan negatif.
·
Koagulasi koloid
Koagulasi adalah penggumpalan partikel
koloid dan membentuk endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat
terdispersi tidak lagi membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik
seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti
penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
·
Koloid pelindung
Koloid pelindung ialah koloid yang
mempunyai sifat dapat melindungi koloid lain dari proses koagulasi.
·
Dialisis
Dialisis ialah pemisahan koloid dari
ion-ion pengganggu dengan cara ini disebut proses dialisis. Yaitu dengan
mengalirkan cairan yang tercampur dengan koloid melalui membran semi permeable
yang berfungsi sebagai penyaring. Membran semi permeable ini dapat dilewati
cairan tetapi tidak dapat dilewati koloid, sehingga koloid dan cairan akan berpisah.
·
Elektroforesis
Elektroferesis ialah peristiwa pemisahan
partikel koloid yang bermuatan dengan menggunakan arus listrik.
C. Pembuatan Sistem Koloid
Jika kita atau
sebuah industri akan memproduksi suatu produk berbentuk koloid, bahan bakunya
adalah larutan (partikel berukuran kecil) atau suspensi (partikel berukuran
besar). Didasarkan pada bahan bakunya, pembuatan koloid dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu sebagai berikut.
1. Kondensasi
Kondensasi
adalah cara pembuatan koloid dari partikel kecil (larutan) menjadi partikel
koloid. Proses kondensasi ini didasarkan atas reaksi kimia; yaitu melalui
reaksi redoks, reaksi hidrolisis, dekomposisi rangkap, dan pergantian pelarut.
a. Reaksi
Redoks
Contoh
·
Pembuatan sol
belerang dari reaksi redoks antara gas H 2 S dengan larutan SO 2 Persamaan
reaksinya: 2 H 2 S (g) + SO 2 (aq) →2 H 2 O (l) + 3 S (s)
sol belerang
Pembuatan sol emas dari larutan AuCl 3 dengan
larutan encer formalin (HCHO).
Persamaan reaksinya:
2 AuCl 3(aq) + 3 HCHO (aq) + 3H 2 O (l) → 2 Au (s) +
6HCl (aq) + 3 HCOOH (aq)
sol emas
b. Reaksi
Hidrolisis
Contoh, pembuatan sol Fe(OH) 3 dengan
penguraian garam FeCl 3 Persamaan reaksinya adalah: mengunakan air mendidih.
FeCl 3 (aq) + 3 H 2 O (l) → Fe(OH) 3 (s) + 3 HCl ( aq)
sol Fe(OH) 3
c. Reaksi
Dekomposisi Rangkap
Contoh
·
Pembuatan sol As
2 S 3, dibuat dengan mengalirkan gas H 2 S dan asam arsenit (H 3 AsO 3 ) yang
encer.
Persamaan reaksinya: 2 H 3 AsO 3 (aq) + 3 H 2 S (g)
→ As 2 S 3 (s) + 6H 2 O (l)
sol As 2 S 3
·
Pembuatan sol
AgCl dari larutan AgNO 3 dengan larutan NaCl encer.
Persamaan reaksinya: AgNO 3 (aq) + NaC1 (aq) → AgCl
(s) + NaNO 3 (aq) Sol AgCl
d. Reaksi Pergantian Pelarut
Contoh, pembuatan sol belerang dari
larutan belerang dalam alkohol ditambah dengan air. Persamaan reaksinya:
S (aq) + alkohol + air → S (s) Larutan S sol
belerang
2. Dispersi
Dispersi
adalah pembuatan partikel koloid dari partikel kasar (suspensi). Pembuatan
koloid dengan dispersi meliputi: cara mekanik, peptisasi, busur Bredig, dan
ultrasonik.
1) Proses Mekanik
Proses mekanik
adalah proses pembuatan koloid melalui penggerusan atau penggilingan (untuk zat
padat) serta dengan pengadukan atau pengocokan (untuk zat cair). Setelah
diperoleh partikel yang ukurannya sesuai dengan ukuran koloid, kemudian
didispersikan ke dalam medium (pendispersinya). Contoh, pembuatan sol belerang.
2) Peptisasi
Peptisasi
adalah cara pembuatan koloid dengan menggunakan zat kimia (zat elektrolit)
untuk memecah partikel besar (kasar) menjadi partikel koloid. Contoh, proses
pencernaan makanan dengan enzim dan pembuatan sol belerang dari endapan nikel
sulfida, dengan mengalirkan gas asam sulfida.
3) Busur Bredig
Busur Bredig
ialah alat pemecah zat padatan (logam) menjadi partikel koloid dengan
menggunakan arus listrik tegangan tinggi. Caranya adalah dengan membuat logam,
yang hendak dibuat solnya, menjadi dua kawat yang berfungsi sebagai elektrode
yang dicelupkan ke dalam air; kemudian diberi loncatan listrik di antara kedua
ujung kawat. Logam sebagian akan meluruh ke dalam air sehingga terbentuk sol
logam. Contoh, pembuatan sol logam.
4) Suara Ultrasonik
Cara ini hampir sama dengan cara busur
Bredig, yaitu sama-sama untuk pembuatan sol logam. Ka1au busur Bredig
menggunakan arus listrik tegangan tinggi, maka cara ultrasonik menggunakan
energi bunyi dengan frekuensi sangat tinggi, yaitu di atas 20.000 Hz.
D. Kegunaan Koloid
Sistem koloid banyak digunakan pada
kehidupan sehari-hari, terutama dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan
sifat karakteristik koloid yang penting, yaitu dapat digunakan untuk mencampur
zat-zat yang tidak dapat saling melarutkan secara homogen dan bersifat stabil
untuk produksi dalam skala besar.
Kegunaan koloid sebagai berikut:
1.
Pengendap
Cotrell dapat digunakan untuk mengurangi polusi udara dari pabrik.
2.
Prinsip dialisis
digunakan untuk membantu pasien gagal ginjal.
3.
Pada pencelupan
tekstil digunakan zat koloid untuk mempermudah pemberian warna.
4.
Pembentukan
delta di muara sungai.
5.
Pada penjernihan
air digunakan alumunium sulfat untuk mengkoagulasi zat pengotor dalam air.
6.
Sabun sebagai
zat pengemulsi untuk menghilangkan zat pengotor yang tidak bercampur dengan
air.
7.
Berbagai makanan
dan obat-obatan berupa koloid.
8.
Berbagai
kosmetik seperti body lotion dan hand cream.
9.
Alumunim klorida
adalah suatu bahan untuk deodorant.
10.
Cat “emulsi” dan
“emulsi fotografi” adalah zat koloid.
E. Pengelolaan
Air Bersih
Air adalah salah satu kebutuhan utama
bagi manusia, untuk kebutuhan minum, mandi, cuci, masak, dan lainnya.
Ketersediaan air bersih di sebuah kawasan sangatlah penting. Namun, mengingat
bahwa tidak semua kawasan mendapatkan air bersih, maka perlu adanya pemerataan
distribusi air bersih bagi masyarakat.
1. Bangunan Intake
Bangunan intake ini berfungsi sebagai bangunan pertama untuk
masuknya air dari sumber air. Pada umumnya, sumber air untuk pengolahan air
bersih, diambil dari sungai. Pada bangunan intake ini biasanya terdapat bar screen yang berfungsi untuk menyaring
benda-benda yang ikut tergenang dalam air. Selanjutnya, air akan masuk ke dalam
sebuah bak yang nantinya akan dipompa ke bangunan selanjutnya, yaitu WTP – Water Treatment Plant.
2. Water Treatment Plant
Water Treatment Plant atau lebih populer dengan akronim WTP adalah
bangunan utama pengolahan air bersih. Biasanya bagunan ini terdiri dari 4 bagian,
yaitu : bak koagulasi, bak flokulasi, bak sedimentasi, dan bak filtrasi. Nah,
sekarang kita bahas satu per satu bagian-bagian ini.
a. Koagulasi
Dari bangunan intake, air akan dipompa ke bak koagulasi
ini. Apa yang terjadi dalam bak ini..?? pada proses koagulasi ini dilakukan
proses destabilisasi partikel koloid, karena pada dasarnya air sungai atau
air-air kotor biasanya berbentuk koloid dengan berbagai partikel koloid yang
terkandung di dalamnya. Destabilisasi partikel koloid ini bisa dengan
penambahan bahan kimia berupa tawas, ataupun dilakukan secara fisik dengan rapid mixing (pengadukan cepat), hidrolis
(terjunan atau hydrolic jump),
maupun secara mekanis (menggunakan batang pengaduk). Biasanya pada WTP
dilakukan dengan cara hidrolis berupa hydrolic
jump. Lamanya proses adalah 30 – 90 detik.
b. Flokulasi
Setelah dari unit koagulasi, selanjutnya
air akan masuk ke dalam unit flokulasi. Unit ini ditujukan untuk membentuk dan
memperbesar flok. Teknisnya adalah dengan dilakukan pengadukan lambat (slow mixing).
c. Sedimentasi
Setelah melewati proses destabilisasi
partikel koloid melalui unit koagulasi dan unit flokulasi, selanjutnya
perjalanan air akan masuk ke dalam unit sedimentasi. Unit ini berfungsi untuk
mengendapkan partikel-partikel koloid yang sudah didestabilisasi oleh unit
sebelumnya. Unit ini menggunakan prinsip berat jenis. Berat jenis partikel
koloid (biasanya berupa lumpur) akan lebih besar daripada berat jenis air.
Dalam bak sedimentasi, akan terpisah antara air dan lumpur.
d. Filtrasi
Setelah proses sedimentasi, proses
selanjutnya adalah filtrasi. Unit filtrasi ini, sesuai dengan namanya, adalah
untuk menyaring dengan media berbutir. Media berbutir ini biasanya terdiri dari
antrasit, pasir silica, dan kerikil silica denga ketebalan berbeda. Dilakukan
secara grafitasi.
Selesailah sudah proses pengolahan air
bersih. Biasanya untuk proses tambahan, dilakukan disinfeksi berupa penambahan
chlor, ozonisasi, UV, pemabasan, dan lain-lain sebelum masuk ke bangunan
selanjutnya, yaitu reservoir.
3. Reservoir
Setelah dari WTP dan
berupa clear water, sebelum
didistribusikan, air masuk ke dalam reservoir. Reservoir ini berfungsi sebagai
tempat penampungan sementara air bersih sebelum didistribusikan melalui
pipa-pipa secara grafitasi. Karena kebanyakan distribusi di kita menggunakan
grafitasi, maka reservoir ini biasanya diletakkan di tempat dengan eleveasi
lebih tinggi daripada tempat-tempat yang menjadi sasaran distribusi. Biasanya
terletak diatas bukit, atau gunung.
Gabungan dari unit-unit
pengolahan air ini disebut IPA – Instalasi Pengolahan Air. Untuk menghemat
biaya pembangunan, biasanya Intake, WTP, dan Reservoir dibangun dalam satu
kawasan dengan ketinggian yang cukup tinggi, sehingga tidak diperlukan pumping
station dengan kapasitas pompa dorong yang besar untuk menyalurkan air dari WTP
ke reservoir. Barulah, setelah dari reservoir, air bersih siap untuk
didistribusikan melalui pipa-pipa dengan berbagai ukuran ke tiap daerah
distribusi.
BAB III
P E N U T U P
Istilah
koloid pertama kali diutarakan oleh seorang ilmuwan Inggris, Thomas Graham,
sewaktu mempelajari sifat difusi beberapa larutan melalui membran kertas
perkamen. Graham menemukan bahwa larutan natrium klorida mudah berdifusi
sedangkan kanji, gelatin, dan putih telur sangat lambat atau sama sekali tidak
berdifusi. Zat-zat yang sukar berdifusi tersebut disebut koloid.
Tahun 1907,
Ostwald, mengemukakan istilah sistem terdispersi bagi zat yang terdispersi
dalam medium pendispersi. Analogi dalam larutan, fase terdispersi adalah zat
terlarut, sedangkan medium pendispersi adalah zat pelarut. Sistem koloid adalah
suatu campuran heterogen antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel
zat yang berukuran koloid (fase terdispersi) tersebar merata dalam zat lain
(medium pendispersi).
Sistem koloid
termasuk salah satu sistem dispersi. Sistem dispersi lainnya adalah
larutan dan suspensi. Larutan merupakan sistem dispersi yang ukuran
partikelnya sangat kecil, sehingga tidak dapat dibedakan antara partikel
dispersi dan pendispersi. Sedangkan suspensi merupakan sistem dispersi dengan
partikel berukuran besar dan tersebar merata dalam medium pendispersinya
Perbedaan antara larutan sejati,
DAFTAR PUSTAKA
·
id.wikipedia.org/wiki/Sistem_koloid
·
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_x/koloid/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar asalkan dengan bahasa yang sopan..ok??