BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Anak tunarungu merupakan
salah satu klasifikasi dari anak yang dikategorikan luar biasa yang mempunyai
kelainan dalam pendengarannya sehingga memberikan dampak negatif bagi
perkembangannya, terutama dalam kemampuan berbicara dan berbahasa. Namun
demikian, mereka mempunyai hak yang sama sebagaimana warga negara lainnya dalam
memperoleh layanan pendidikan untuk mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
Perkembangan layanan
pendidikan bagi anak tunarungu dewasa ini sudah mulai menunjukan kemajuan. Hal
itu ditunjukkan dengan adanya anak tunarungu yang belajar di sekolah biasa.
Namun, mereka belum memperoleh layanan yang memadai karena para guru biasa
umumnya tidak dibekali dengan keilmuan tentang siapa dan bagaimana layanan
pendidikan bagi anak tunarungu.
Untuk menjamin bahwa anak
tunarungu yang berada di sekolah biasa, termasuk di SD biasa mendapat layanan
pendidikan yang sesuai dengan karakteristiknya maka para guru seyogianya
mempunyai wawasan tentang karakteristik dan kebutuhan pendidikan anak
tunarungu.
B. Rumusan
masalah
Dari uraian latar belakang
di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan anak tunarungu dan bagaimana karakteristiknya?
2. Apa penyebab terjadinya ketunarunguan dan upaya apa yang dapat
dilakukan untuk mencegah ketunarunguan tersebut?
3. Bagaimana
klasifikasi tunarungu?
4. Bagaiman layanan bimbingan yang dapat diberikan pada penderita tunarungu
dan assesmen seperti apa yang cocok bagi penderita tunarungu?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat dari
penyusunan makalah ini yaitu :
1. Untuk menjelaskan dan mengetahui pengertian anak tunarungu dan bagaimana
karakteristiknya.
2. Untuk menjelaskan dan mengetahui penyebab terjadinya ketunarunguan dan
upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah ketunarunguan tersebut.
3. Untuk menjelaskan dan mengetahui klasifikasi tunarungu.
4. Untuk menjelaskan dan mengetahui layanan bimbingan yang dapat diberikan
pada penderita tunarungu dan assesment seperti apa yang cocok bagi penderita
tunarungu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Anak Tunarungu
Menurut Hallahan dan Kauffman (1982 : 234) memberikan batasan tentang
tunarungu di tinjau dari kehilangan kemampuan mendengarnya, bahwa :
Hearing impairment. A genetic term indicating a hearing disabiliti that
range insevety from milk to profound in includis the subsets deaf and hard of
hearing. Deaf person in one whos hearing disability precludes successful
processing of linguistic information though audio, with or without a haering
aid, has residual hearing sufficient to enable sucxessful processing of
linguistic information thoght audition.
Andreas Dwijosumarto dalam
seminar ketuna runguan di bandung (19 juni 1988) mengemukakan bahwa tuna rungu
adalah suatu kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat
menangkap berbagai perangsang, terutama indra pendengaran.
Kemudian Donald F Moores menjelaskan pengertian tuna rungu dalam bukunya
Education the deaf (Psychology principles and practices) Hougtoh Miflin
Company, Boston (1981: 3) sebagai berikut :
A deaf person is one whose hearing is disabled to exten (usually 70 dB ISO
grather ) that precluds the understanding of speech through the earlone without
or with the use of hearing aid. A hard of hearing person is one whose hearing
is disabled to an exten ( usually 35 to 69 dB ISO ) That makes difficult but
dose not preclude the understanding of speech through the ear alone with
out our with a hearing aid.
Menurut batasan dari Sri Moerdiani (1987: 27) dalam buku psikologi anak
luar biasa bahwa anak tuna rungu adalah mereka yang menaglami gangguan pendengaran
sedemikian rupa sehingga tidak mempunyai fungsi praktis dan tujuan komunikasi
dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Adapun Moh Amin dalam buku Ortopedagogik umum mengemukakan bahwa anak tuna
rungu adalah mereka yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan
mendengar yang disebakan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau
seluruh organ pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembanganya
sehingga memerlukan bimbingan pendidikan khusus. (1991: 1).
Ahli lainnya memberikan batasan mengenai tunarungu ditinjau dari segi medis
dan pedagogis sebagai berikut : “Tunarungu berarti kekurangan atau kehilangan
kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan seluruh alat pendengaran
yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan bahasa sehingga memerlukan
bimbingan dan pelayanan khusus”. ( Salim,1984 : 8)
Orang tuli adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan untuk mendengar
sehingga tidak dapat mengembangkan, biasanya pada tingkat 70 dB ISO atau lebih
besar sehinga menghalangi untuk mengerti pembicaraan orang lain melalui
pendengaranya sendiri tanpa mengunakan alat bantu dengar. Seseorang dikatakan
kurang mendengar adalah ketidak mampuan untuk mendengar sehingga tidak dapat
mengembangkan, bisanya pada tingkat 35 sampai 69 Db ISO tetapi tidak
menghalangi untuk mengerti pembicaraan orang lain melauli pendengaranya sendiri
tanpa atau menggunakan alat bantu dengar.
Pernyataan tersebut kurang lebih berarti bahwa tunarungu adalah suatu
istilah umun yang menunjukan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang
berat dan di golongkan kedalam bagian tuli dan kurang dengar.
Orang tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar
sehingga tidak dapat memproses informasi bahasa melalui pendengaran dengan atau
tanpa alat bantu dengar. Sedangkan orang kurang dengar adalah seseorang yang
pada umumnya menggunakan alat bantu dengar sisa pendengarannya cukup
memungkinkan keberhasilan memproses informasi bahasa melalui pendengarannya.
Dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa anak tunarungu
adalah anak yang mengalami hambatan dalam mendengar yang di sebabkan
karena tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan alat pendengaran
sehingga anak memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus agar dapat
mengembangkan bahasa serta potensi yang dimiliki anak seoptimal mungkin.
Atau dengan menggunakan bahasa lain, bahwa anak tuna rungu adalah anak yang
mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang diakibatkan oleh
kerusakan atau tidak berfungsinya indra pendengaran sehingga mengalami hambatan
dalam perkembanganya. Denagn demikian anak tuna rungu memerlukan pendidikan
secara khusus untuk mencapai kehidupa lahir batin yang layak.
B. Karakteristik Anak Tunarungu
Semua individu memiliki karakteristik tertentu demikian pula anak-anak yang
mengalami ketunarunguan dan dampak yang paling mencolok yaitu terhambatnya
perkembangan bahasa dan bicara, mereka terbatas dalam kosa kata dan pengertian
kata-kata yang abstrak. Hal ini karena mereka hanya memanfaatkan penglihatan
dalam belajar bahasa. Belajar bahasa hanya melalui penglihatan memiliki banyak
kelemahan-kelemahan sehingga mereka tidak dapat memanfaatkan intelegensinya
secara maksimal, akibatnya mereka tampak bodoh.
Perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda dengan
perkembangan bahasa anak normal sekitar usia enam bulan anak mencapai pada
tahap meraban. Pada perkembangan ini semua anak mengalaminya karena merupakan
awal untuk belajar bahasa.
Anak yang sejak lahir mengalami ketunarunguan, pada saat bayi mengulang-ulang
bunyi bayi tidak dapat mendengar bunyi yang dikeluarkan begitu pula ia tidak
dapat mendengar respon yang dikeluarkan oleh orang tua atau orang-orang yang
dekat darinya.
Ada beberapa perbedaan karakteristik anatara anak tunarungu dengan anak normal.
Hal ini disebabkan keadaan mereka yang sedemikian rupa sehingga mempunmyai
karakter yang khas yang menyebabkan anak tunarungu mendapatkan kesulitan untuk
dapat beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga mereka perlu mendapat
pembinaan yang khusus untuk mengatasi masalah ketunarunguan. Karakteristik yang khas dari anak tunarungu adalah sebagai berikut:
1. Fisik
Jika dibandingkan dengan kecacatan lain nampak jelas dalam arti tidak
terdapat kelainan. Tetapi bila diperhatiakan lebih teliti mereka mempunyai
karakteristik seperti yang dikemukakan oleh Tati Hernawati (1990 : 1) sebagai
berikut :
a. Cara berjalan kaku dan agak membungkuk hal ini terjadi pada anak tunarungu
yang mempunyai kelainan atau kerusakan pada alat keseimbangannya.
b. Gerakan mata cepat yang
menunujukan bahwa ia ingin menguasai lingkungan sekitarnya.
c. Gerakan kaki dan tangan yang
cepat.
d. Pernapasan yang pendek dan
agak terganggu. Kelainan pernapasan terjadi karena tidak terlatih terutama pada
masa meraban yanmg merupakan masa perkembangan bahasa.
2. Bahasa dan Bicara
Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran.
Dengan kondisi yang disandangnya anak tunarungu akan mengalami hambatan dalam
bahasa dan bicaranya. Pada anak tunarungu proses penguasaan bahasa tidak
mungkin diperoleh melalui pendengaran. Dengan demikian anak tunarungu mempunyai
ciri-ciri perkembangan bahasa sebagai berikut:
a. Fase motorik yang tidak teratur.
Pada fase ini anak melakukan gerakan-gerakan yang tidak teratur, misalnya :
1) Gerakan tangan.
2) Menangis. Menangis permulaan
adalah gerak refleks dari bayi yang baru lahir. Menangis sangat penting bagi
perkembangan selanjutnya karena dengan menangis secara tidak sengaja sudah
melatih otot-otot bicara, pita suara dan paru-paru.
b. Fase meraban (babbling)
Pada awal
fase meraban (babling) tidak terjadi hambatan karena fase meraban ini
merupakan kegiatan alamiah dari pernapasan dan pita suara.
Mula-mula bayi babling, kemudian ibu meniru. Tiruan itu terdengar
oleh bayi dan ditirukan kembali. Peristiwa inilah yang menjadi proses
terpenting dalam pembinaan bicara anak. Bagi anak tunarungu tidak terjadi
pengulangan bunyinya sendiri, karena anak tunarungu tidak mendengar tiruan
ibunya. Dengan demikian perkembangan bicara selanjutnya menjadi terhambat.
c. Fase penyesuaian diri.
Suara-suara yang diujarkan orang tua dan ditiru oleh bayi kemudian
ditirukan kembali oleh orang tuanya secara terus menerus. Pada anak tunarungu
hal tersebut terbatas pada peniruan penglihatan (visual) yaitu
gerakan-gerakan atau isyarat-isyarat, sedangkan peniruan pendengaran (auditif)
tidak terjadi karena anak tunarungu tidak dapat mendengar suara.
Tiga faktor yang saling berkaitan antara ketidakmampuan bahasa dan bicara
dengan ketajaman pendengaran menurut Daniel F. Hallahan dan James M. Kauffman
yang dikutip oleh Andreas Dwijosumarto (1990 : 2) adalah sebagai berikut :
1. Penerima auditori tidak cukup sebagi umpan balik ketika ia membuat
suara.
2. Penerimaan verbal dari orang dewasa tidak cukup menunjang pendengarannya.
3. Tidak mampu mendengar contoh bahasa dari orang mendengar.
Ciri khusus anak tunarungu berkenaan dengan bahasanya adalah miskin dalam
kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, sulit mengartikan kata-kata yang
mengandung arti kiasan. Sedangkan ciri-ciri anak tunarungu berkenaan
dengan bicaranya adalah nada bicaranya tidak beraturan, bicaranya
terputus-putus akibat dari penguasaan kosa kata yang terbatas, dalam bicara
cenderung diikuti oleh gerakan-gerakan tubuh serta sulit menguasai warna dan
gaya bahasa.
3. Intetelegensi
Secara garis besar pendapat tentang intelegensi anak tunarungu di
klasifikasikan menjadi tiga bagian.
a. Pertama anak tunarungu dianggap sama dengan anak normal (YukeSiregar, 1981
: 2 )
b. Kedua, dianggap bahwa intelegensi anak tunarungu lebih rendah dari
anak normal .
c. Bahwa anak tunarungu mengalami kekurangan potensi intelektual pada segi non
verbal.
4. Kepribadian dan emosi.
Semua anak memerlukan perhatian dan dapat diterima di lingkungan yang di
tempati. tidak terkecuali anak tunarungu, tetapi semua itu akan sulit
didapatkan oleh anak tunarungu karena mereka hanya dapat merasakan ungkapan
tersebut melalui kontak visual. Berbeda dengan anak normal yang dapat merasakan
ungkapan yang diberikan melalui nada suara yang diperoleh dengan cara
mendengar. Hal ini akan berpengaruh pada perkembangan emosi anak tunarungu.
Karena keadaanya itu anak tunarungu merasa terasing dan terisolasi dari
lingkungannya. Sering terjadi, ketidak mampuan mereka dalam berkomunikasi
mengakibatkan suatu kekurangan dalam keseluruhan pengalaman anak yang
sebenarnya dasar bagi perkembangan, sikap dan kepribadian. Beberapa sifat yang
terjadi pada anak tunarungu akibat dari kekurangannya adalah :
a. Sifat egosentris yang lebih besar daripada aanak normal, dunia penghayatan mereka lebih sempit maka akan lebih terarah pada dirinya sendiri. Sifat
egosentis ini berarti :
1) Sukar menempatkan diri pada cara berpikir dan pada perasaan orang
lain.
2) Dalam perilakunya sering di kuasai oleh perasaan dan pikiran
sendiri mereka sulit menyusuaikan diri.
b. Mempunyai perasaan takut akan hidup.
c. Sikap ketergantungan kepada orang lain.
d. Perhatian yang sukar di alihkan.
e. Kemiskinan dalam bidang fantasi.
f. Sifat yang polos, sederhana tanpa banyak problem.
g. Mereka dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
h. Lekas marah dan cepat tersinggung.
i. Kurang mempunyai konsep tentang relasi atau hubungan.
5. Sosial
Setiap manusia memerlukan interaksi dengan lingkungannya. Untuk dapat
berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya di perlukan kematangan sosial.
Yuke R Siregar (1986 : 26) mengemukakan tentang saran untuk mencapai kematangan
sosial, yaitu:
a. Pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai sosial dan kekhasan dalam
masyarakat.
b. Mempunyai kesempatan yang banyak untuk menerapkan kemampuannya.
c. Mendapatkan kesempatan dalam hubungan sosial.
d. Mempunyai dorongan untuk mencari pengalaman.
e. Struktur kejiwaan yang sehat yang mendorong motivasi yang baik.
Karena kondisi yang dialami oleh anak tunarungu sulit untuk mencapai
kematangan oleh karenanya tidak jarang lingkungan memperlakukan mereka dengan
tidak wajar. Hal ini akan menyebabkan mereka cenderung memiliki rasa curiga
pada lingkungan, memiliki perasaan tidak aman dan memiliki kepribadian yang
tertutup, kurang percaya diri, menafsirkan sesuatu secara negatif, memiliki
perasaan rendah diri dan merasa disingkirkan, kurang mampu mengontrol diri dan cenderung
mementingkan diri sendiri.
C. Penyebab Ketunarunguan
Banyak faktor yang menyebakan seseorang mengalami ketunarunguan,
sebagaimana diungkapkan dalam buku petunjuk praktis penyelenggaraan Sekolah
Luara Biasa bagian B atau tuna rungu, Depdikbud (1985: 23) mengemukakan bahwa :
1. Sebelum anak dilahirkan atau masih dalam kandungan (masa prenatal)
2. Pada waktu proses kelahiran dan baru dilahirkan (neo natal).
3. Sesudah anak dilahirkan (post natal).
Penyebab ketuna runguan tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1. Masa Prenatal
Pada masa prenatal pendengaran anak menjadi tuna rungu disebakan oleh:
a. Faktor keturunan atau hereditas
Anak mengalami tuna rungu sejak dia dia dilahirkan Karena ada di antara
keluarga ada yang tuna rungu genetis akibat dari rumah siput tidak berkembang
secara normal, dan ini kelainan corti (selaput-selaput)
b. Cacar air, campak (rubella, german measles)
Pada waktu ibu sedang mengandung menderita penyakit campak, cacar air,
sehingga anak yang di lahirkan menderita tunarungu mustism (tak dapat
bicara lisan)
c. Toxamela (keracunan darah)
Apabila ibu sedang mengandung menderita
keracunan darah (toxameia) akibatnya placenta menjadi rusak. Hal ini
sangat berpengaruh pada janin. Besar kemungkinan anak yang lahir menderita tuna
rungu. Menurut Audiometris pada umumnya anak ini kehilangan pendengaran 70-90
dB.
d. Penggunaan obat pil dalam jumlah besar
Hal ini akibat menggugurkan kandungan dengan meminum banyak obat pil
pengggugur kandngan, tetapi kandunganya tidak gugur, ini dapat mengakibatkan
tuna rungu pada anak yang dilahirkan, yaitu kerusakan cochlea.
e. Kelahiran premature
Bagi bayi yang dilahirkan premature, berat badanya di bawah normal,
jaringan-jaringan tubuhnya lemah dan mudah terserang anoxia (kurangnya zata
asam). Hal ini merusak inti cochlea (cochlear nuclei)
f. Kekeurangan Oksigen (anoxia)
Anoxia dapat mengakibatkan kerusakan pada inti brain system dan bagal
ganglia. Anak yang dilahirkan dapat menderita tuna rungu pada taraf berat.
2. Masa Neo Natal
a. Faktor rhesus ibu dan anak tidak sejenis.
Manusia selain mempinyai jenis darah A-B-AB-0. Juga mempunyai jenis darah
factor rh positif dan negative. Kedua jenis rh tersebut masing-masing normal.
Tetapi ketidak cocokan dapat terjadi apabila seseorag perempuan ber-rh negatif
kawin dengan seseorang laki-laki ber-rh positif, seperti ayahnya tidak sejenis
dengan ibunya. Akibat sel-sel darah itu membentuk anti body yang justru
merusak anak. Akibatnya anak menderita anemia (kurang darah) dan sakit kuning
setelah dilahirkan, hal ini dapat berakibat anak menjadi kurang pendengaran.
b. Anak lahir premature
atau sebelum 9 bulan dalam kandungan.
Anak yang
dilahirkan prematur, mempunyai gejala-gejala yang sama dengan anak yang rh nya
tidak sejenis dengan rh ibunya, yaitu akan menderita anemia dan mengakibatkan anoxia.
3. Post Natal
a. Sesudah anak lahir dia menderita infeksi misalnya campak (measles) infection
atau anak terkena syphilis sejak lahir karena ketularan orang tuanya.
Anak dapat menderita tunarungu perseptif. Virus akan menyerang cairan cochlea.
b. Meningitis (peradangan selaput otak)
Penderita meningitis mengalami ketulian yang perseptif, biasanya yang
mengalami kelainan ialah pusat syarf pendengaran.
c. Tuli perseptif yang bersifat
keturunan. Ketunarunguan
ini akibat dari keturunan orang tuanya
d. Otitis media yang kronis.
Cairan otitis media yang kekuning-kuningan menyebakan kehilanagn
pendengaran secara konduktif. Pada secretory media akibatnya sama dengan
kronis atitis media, yaitu keturunan konduktif
e. Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan.
Infeksi pada alat-alat pernafasan, misalnya pembesaran tonsil adenoid dapat
menyebabkan ketuna runguan konduktif (media penghantar suara tidak berfungsi).
f. Kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat-alat pendengaran bagian dalam
Dari beberapa faktor yang telah dijabarkan di atas dapatlah ditarik kesimpulan
bahwa penyebab ketunarunguan tidak saja dari faktor dalam individu seperti
ketuna runguan dari orang tua atupun pada saat ibu mengandung terserang
penyakit. Tetapi faktor di luar diri individu mempunyai peluang yang
mengakibatkan seseorang mengalami ketuna runguan, seperti infeksi peradangan
dan kecelakaan.
D. Cara
pencegahan terjadinya tunarungu
Ada beberapa
cara yang dapat dilakukan sebagai upya pencegahan terjadinya tunarungu. Upaya
tersebut dapat dilakukan pada saat sebelum nikah ( pranikah), hamil (prenatal),
persalinan (natal), dan setelah kelahiran (post natal) yang masing-masing dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Upaya yang dapat dilakukan sebelum nikah ( pranikah )
a. menghindari
pernikahan sedarah atau pernikahan dengan saudra dekat, terutama pada keluarga
yang mempunyai sejarah tunarungu
b. melakukan pemeriksaan darah
c. melakukan konseling genetika
2. Upaya yang dapat dilakukan pada
waktu hamil
a. menjaga
kesehatan dan memeriksakan kehamilan secara teratur pada dokter kandungan atau
bidan
b. mengonsumsi gizi yang baik atau seimbang
c. tidak meminum obat sembarangan
karena dapat menyebbkan keracunan pada janin
d. melakukan imunisasi anti tetanus
3. Upaya yang dapat dilakukan pada saat melahirkan
a. pada saat
melahirkan diupayakan tidak menggunakan alat penyedot
b. apabila ibu
tersebut terkena virus herpes simplek pada daerah vaginanya maka kelahiran
harus melalui operasi caesar.
4. Upaya yang
dapat dilakukan pada masa setelah lahir
a. Melakukan
imunisasi dasar serta imunisasi rubella yang sangat penting, terutama bagi
wanita.
b. Apabila anak
mengalami sakit influenza, harus dijaga atau diobati jangan smpai terlalu lama
karena virusnya dapat masuk kerongga telinga tengah melalui saluran eustachius,
dan dapat menyebabkan peradangan ( otitis media ).
c. Menjaga
telinga dari kebisingan, seperti menggunakan pelindung telinga bagi para
pekerja di pabrik.
E. Klasifikasi Ketunarunguan
Menurut Hallahan dan Kauffman klasifikasi ketunarunguan berdasarkan tingkat
kehilangan pendengaran di bagi kedalam dua kelompok besar yaitu tuli (deaf)
dan kurang dengar (hard of hearing). Klasifikasi lain dikemukakan oleh Streng yang dikutip Somad dan Hernawati (
1997 : 28-31 ) sebagai berikut:
1. Mild Loses, yaitu kehilangan kemampuan
mendengar 20-30 dB yang memiliki ciri- ciri :
a. Sukar mendengar percakapan yang lemah.
b. Menuntut sedikit perhatian khusus dari sistem sekolah
tentang kesulitannya.
c. Perlu latihan membaca ujaran dan perlu diperhatikan
perkembangan penguasaan
perbendaharaan kata.
2. Marginal
Loses, yaitu kehilangan kemampuan
mendengar 20-30 dB yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mengerti percakapan biasa pada jarak satu meter.
b. Mereka sulit menangkap percakapan dengan pendengaran pada jarak normal
dan kadang-kadang mereka mendapat kesulitan dan menangkap percakapan kelompok.
c. Mereka akan sedikit mengalami kelainan bicara dan perbendaharaan kata yang
terbatas.
d. Kebutuhan dalam program pendidikan antara lain belajar membaca, penggunaan
alat bantu dengar, latihan bicara, latihan artikulasi dan perhatian dalam
perkembangan perbendaharaan kata.
3. Moderat loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB yang memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mereka mengerti percakapan keras pada jarak satu meter.
b. Perbendaharaan kata terbatas
4. Severa loses, yaitu kehilangan kemampuan
mendengar 60-70 dB. Memiliki ciri-ciri :
Mereka masih biasa mendengar suara keras dari jarak yang dekat misalnya
klakson mobil dan lolongan anjing. Mereka diajar dalam suatu kelas khusus untuk
anak-anak tunarungu. Diperlukan latihan membaca ujaran dan pelajaran yang dapat
mengembangkan bahasa dan bicara dari guru kelas khusus.
5. Profound
loses, yaitu kehilangan kemampuan
mendengar 75 dB keatas. Memiliki ciri :
Mendengar suara yang keras pada jarak 1 inci (2,24 cm) atau sama sekali
tidak mendengar walaupun menggunakan alat bantu dengar.
Menurut buku pendidikan anak tuna rungu untuk sekolah Guru Pendidikan Luar
Biasa ( SGPLB ) menyebutkan, bahwa ada klarifikasi ketuna runguan yang
didasarkan klasifikasi etiologis, klasifikasi anatomos fisiologis, menurut nada
yang tak dapat didengar dan menurut saat terjadinya ketuna runguan, Depdikbud (
1977 : 8 ).
1. Klasifikasi etilogis
a. Tuna rungu endogen adalah suatu
ketunarunguan yang diturunkan oleh orang tuanya
b. Tuna rungu eksogen adalah ketunarunguan yang diakibatkan suatu penyakit
atau kecelakaan.
2. Klasifikasi anatomis-fisikologis
a. Tuna rungu hantaran (konduksi) adalah ketunarunguan yang disebabkan
kerusakan atau tidak berfungsinya alat penghantar getaran pada telinga bagian
bawah.
b. Tuna rungu syaraf (perseptif) adalah ketunarunguan sebagai akibat dari
kerusakan atau tidak berfungsinya alat pendengarn telinga bagian dalam.
3. Menurut nada yang tak dapat di dengar
a. Tuna rungu nada rendah
b. Tuna rungu nada tinggi
c. Tuna rungu total
4. Menurut terjadinya
ketunarunguan
a. Tuna rungu yang terjadi saat dalam kandungan (prenatal)
Ketunarunguan terjadi akibat keracunan makanan, kekurangan gizi, pengaruh
obat obatan dan infeksi virus yang dialami pada masa triwulan pertama
menimbulkan kerusakan syaraf, dan jaringan otak.
b. Tuna rungu yang terjadi saat kelahiran (natal)
Segala bentuk ganguan pada saat bayi lahir seperti : Prematuresasi, pinggul sempit, lahir dengan porceps dan berbagai kesulitan
saat kelahiran dapat menimbulkan kerusakan syaraf dan jaringan otak.
c. Tuna rungu yang terjadi saat kelahiran (post natal)
Dapat terjadi akibat peradangan selaput otak infeknsi telinga tengah,
peradangan gendang telinga dan sebagainya.
F. Kebutuhan
Pendidikan dan Layanan Bimbingan Bagi Tunarungu
1. Kebutuhan
pendidikan
a. Landasan
agama
b. Landasan
kemanusiaan
c. Landasan
hukum
d. Landasan
pedagogis
2. Layanan bagi
anak tuna rungu
a. Jenis
layanan
Ditinjau
dari segi jenisnya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu meliputi layanan
umum dan khusus.
1) Layanan umum
Layanan umum merupakan layanan pendidikan yang biasa
diberikan kepada anak mendengar atau normal yang meliputi layanan akademik,
latihan dan bimbingan. Layanan akademik bagi anak tunarungu pada dasarnya sama
dengan layanan akademik bagi anak mendengar, yaitu mencakup mata-mata pelajaran
yang biasa diberikan di SD biasa, tetapi terdpat hal-hal yang perlu
diperhatikan berkaitan dengan ciri khas layanan bagi anak tuna rungu. Layanan
bimbingn trutama diperlukan dalam mengatasi dampak kelainan terhadap aspek psikologisnya,
serta pengembangan sosialisai siswa.
2) Layanan khusus
Layanan khusus merupakan layanan yang khusus diberikan
kepada anak tunarungu dalam mengurangi
dampak ketunarunguannya atau melatih kemampuan yang masih ada, yang
meliputi layanan bina bicara serta layanan bina persepsi bunyi dan irama.
Ø Layanan bina
bicara
Layanan bina
bicara merupakan layanan upaya untuk meningkatkan kemampuan anak tunarungu
dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dalam rangkaian kata-kata, agar dapat
dimengerti atau diinterpretasika oleh orang yang mengajak atau diajak bicara.
Latihan bina
bicara bertujuan antara lain agar anak tuna rungu memiliki dasar ucapan yang
benar sehingga dapat dimengerti orang lain, memberi keyakinan pada anak tuna
rungu bahwa bunyi atau suara yang yang diproduksi melalui organ bicaranya harus
mempunyai makna, membedakan ucapan yang satu dengan ucapan yang lainnya, serta
memfungsikan organ-organ bicaranya yang kaku.
Ø Layanan bina
persepsi bunyi dan irama
Layanan bina
persepsi bunyi dan irama merupakan layanan untuk melatih kepekaan terhadap
bunyi dan irama melalui sisa pendengaran atau merasakan vibrasi ( getaran bunyi
) bagi siswa yang hanya memiliki sedikit sekali sisa pendengaran.
b. Tempat atau
sistem layanan
1) Tempat
khusus atau sistem segregasi
Sistem
pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem
pendidikan anak normal. Pendidikan anak tunarungu melalui sistem segregasi,
maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan tersebut dilaksanakan di tempat
khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untk anak mendengar atau
anak normal dengan memiliki kurikulum sendiri. Tempat pendidikan melalui sistem
segregasi dapat dikemukakan sebagai berikut:
Ø Sekolah
khusus
sekolah
khusus bagi anak tunarungu disebut Sekolah Luar Biasa Bagian B ( SLB-B ).
Ø Sekolah
Dasar Luar Biasa ( SDLB )
SDLB adalah
sekolah pada tingkat dasar yang menampung berbagai jenis kelainan, seperti anak
tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tuna daksa dalam satu sekolah.
Ø Kelas jauh
atau kelas kunjung
kelas jauh
adalah kelas yang dibentuk atau disediakan untuk memberi pelayanan pendidikan
bagi anak luar biasa termasuk anak tunarungu yang bertempat tinggal jauh dari
SLB/SDLB.
2) Sekolah umum atau sistem integrasi
Sistem
pendidikan integrasi merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan
kepada anak tunarungu untuk belajar bersama-sama dengan anak mendengar atau
normal di sekolah umum atau sekolah biasa. Depdiknas ( 1986 ) mengelompokkan
bentuk-bentuk keterpaduan tersebut menjadi :
Ø Bentuk kelas
biasa
Ø Bentuk kelas
biasa dengan ruang bimbingan khusus
Ø Bentuk kelas
khusus
c. Metode
komunikasi
Ada beberapa
metode yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan anak tunarungu, yaitu :
1) Metode oral
adalah metode berkomunikasi dengan cara yang lazim
digunakan oleh orang yang mendengar, yaitu melalui bahasa lisan.
2) Metode membaca ujaran
Anak tunarungu mengalami kesulitan untuk menyimak
pembicaraan melalui pendengarannya. Oleh karena itu, ia dapat memanfaatkan
penglihatnnya untuk memahami pembicaraan orang lain melalui gerak bibir dan
mimik si pembicara.
3) Metode
manual ( isyarat )
Metode manual yaitu metode komunikasi dengan
menggunakan bahasa isyarat dan ejaan jari ( finger
spinding ). Komponen bahasa isyarat meliputi :
Ø Abjad jari (
finger spelling ), adalah jenis
isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan untuk menggambarkan abjad atau
untuk mengeja huruf dan angka.
Ø Ungkapan
badaniah/bahasa tubuh, meliputi keseluruhan ekspresi tubuh, seperti sikap
tubuh, ekspresi muka ( mimik ), pantomimik, dan gesti atau gerakan yang
dilakukan seseorang secara wajar dan alami.
Ø Bahasa
isyarat asli, yaitu suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat konvensional
yang berfungsi sebagai pengganti kata, yang disepakati oleh kelompok atau
daerah tertentu. Secara garis besar, bahasa isyarat asli dibedakan menjadi 2,
yaitu:
·
Bahasa
isyarat alamiah
·
Bahsa
isyarat konseptual
Ø Bahasa
isyarat formal, yaitu bahasa nasional dalam isyarat yang biasanya menggunakan
kosakata isyarat dengan struktur bahasa yang sama persis dengan bahasa lisan.
4) komunikasi
total
dengan
komunikasi total setiap anak tunarungu memiliki kesempatan mengembangkan setiap
sisa pendengarannya dengan alat bantu dengar dan atau sistem terpercaya untuk
memperbesar kemampuan mendengarnya ( high fidality group amplification system )
( Denton, 1970, hlm.3 )
d. strategi dan
media pembelajaran
1) strategi pembelajaran
strategi
yang dapat diterapkan dalam pembelajaran anak tunarungu, yaitu meliputi:
Ø Strategi
individualisasi
Merupaka strategi pembelajaran dengan mempergunakan
suatu program yang disesuaikan dengan perbedaan individu, baik karakteristik,
kebutuhan maupun kemampuannya secara perorangan.
Ø Strategi
kooperatif
Merupakan
strategi pembelajaran yang menekankan unsur gotong royong atau saling membantu
satu sama lain dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Ø Strategi
modifikasi perilaku
Strategi ini
bertujuan untuk mengubah perilku siswa ke arah yang lebih positif melalui conditioning ( pengondisian ) dan
membantunya agar lebih produktif sehingga menjadi individu yang mandiri.
2) Media
pembelajaran
Media yang digunakan dalam pembelajaran bagi anak
tunarungu, lebih menekankan pada media yang bersifat visual. Bagi anak tunarungu
yang tergolong kurang dengar, dapat digunakan pula media audio dan audiovisual,
tetapi keterserapan pada unsur audionya terbatas.
G. Assesmen yang cocok bagi penderita tunarungu
Tujuan dan
fungsi assesmen tersebut, antara lain untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa
terhadap materi yang diajarkan serta untuk memberikan umpan balik terhadap guru
sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar serta program perbaikan bagi
siswa.
Kegiatan
assesmen bagi siswa tunarungu, harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Berkesinambungan
2. Menyeluruh
3. Objektif
4. Pedagogis
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan dalam mendengar
yang di sebabkan karena tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan alat
pendengaran sehingga anak memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus agar dapat
mengembangkan bahasa serta potensi yang dimiliki anak seoptimal mungkin.
Karakteristik yang khas dari anak tunarungu dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut:
1. Fisik
2. Bahasa dan Bicara
3. Intetelegensi
4. Kepribadian dan emosi.
5. Sosial
Penyebab
ketuna runguan tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1. Masa Prenatal, pada masa
prenatal pendengaran anak menjadi tuna rungu disebakan oleh:
a.
Faktor
keturunan atau hereditas
b.
Cacar air,
campak (rubella, german measles)
c.
Toxamela
(keracunan darah)
d.
Penggunaan
obat pil dalam jumlah besar
e.
Kelahiran premature
f.
Kekeurangan
Oksigen (anoxia)
2. Masa Neo Natal
a.
Faktor
rhesus ibu dan anak tidak sejenis.
b.
Anak lahir premature
atau sebelum 9 bulan dalam kandungan.
3. Post Natal
a.
Sesudah anak
lahir dia menderita infeksi
b.
Meningitis (peradangan selaput otak)
c.
Tuli perseptif yang bersifat keturunan.
d.
Otitis media
yang kronis.
e.
Terjadi
infeksi pada alat-alat pernafasan.
f.
Kecelakaan
yang mengakibatkan kerusakan alat-alat pendengaran bagian dalam
B. Saran
segala sesuatu di dunia ini tidak
ada yang sempurna, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Begitu juga dengan manusia. Dibalik keterbatasan yang dimiliki penyandang
tunenetra, pasti mereka juga mempunyai kelebihan yang mungkin tidak dimiliki
oleh orang mendengar.
Oleh karena itu, kita tidak boleh menyepelekan mereka.
Mereka juga mempunyai hak yang sama dengan orang lain. Sepatutnya kita saling
menghormati dan menghargai keberadaan mereka.
Semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan kita semua
dan bermanfaat bagi para pembacanya. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Wardani, I. G. A. K, dkk.( 2007 ).
Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta:
Universitas Terbuka.
David Smith, J. ( 2012 ). Sekolah
Inklusi Konsep dan Penerapan Pembelajaran. Bandung: Nuansa Cendekia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar asalkan dengan bahasa yang sopan..ok??