Senin, 01 Juli 2013

Makalah Tuna Rungu



BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Anak tunarungu merupakan salah satu klasifikasi dari anak yang dikategorikan luar biasa yang mempunyai kelainan dalam pendengarannya sehingga memberikan dampak negatif bagi perkembangannya, terutama dalam kemampuan berbicara dan berbahasa. Namun demikian, mereka mempunyai hak yang sama sebagaimana warga negara lainnya dalam memperoleh layanan pendidikan untuk mengembangkan potensinya seoptimal mungkin.
Perkembangan layanan pendidikan bagi anak tunarungu dewasa ini sudah mulai menunjukan kemajuan. Hal itu ditunjukkan dengan adanya anak tunarungu yang belajar di sekolah biasa. Namun, mereka belum memperoleh layanan yang memadai karena para guru biasa umumnya tidak dibekali dengan keilmuan tentang siapa dan bagaimana layanan pendidikan bagi anak tunarungu.
Untuk menjamin bahwa anak tunarungu yang berada di sekolah biasa, termasuk di SD biasa mendapat layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristiknya maka para guru seyogianya mempunyai wawasan tentang karakteristik dan kebutuhan pendidikan anak tunarungu.

B.   Rumusan masalah 
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.         Apa yang dimaksud dengan anak tunarungu dan bagaimana karakteristiknya?
2.         Apa penyebab terjadinya ketunarunguan dan upaya apa yang dapat dilakukan untuk mencegah ketunarunguan tersebut?
3.      Bagaimana klasifikasi tunarungu?
4.         Bagaiman layanan bimbingan yang dapat diberikan pada penderita tunarungu dan assesmen seperti apa yang cocok bagi penderita tunarungu?

C.   Tujuan dan Manfaat 
Tujuan dan manfaat dari penyusunan makalah ini yaitu :
1.         Untuk menjelaskan dan mengetahui pengertian anak tunarungu dan bagaimana karakteristiknya.
2.         Untuk menjelaskan dan mengetahui penyebab terjadinya ketunarunguan dan upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah ketunarunguan tersebut.
3.         Untuk menjelaskan dan mengetahui klasifikasi tunarungu.
4.         Untuk menjelaskan dan mengetahui layanan bimbingan yang dapat diberikan pada penderita tunarungu dan assesment seperti apa yang cocok bagi penderita tunarungu.

 


  BAB II
PEMBAHASAN


A.   Pengertian Anak Tunarungu
Menurut Hallahan dan Kauffman (1982 : 234) memberikan batasan tentang tunarungu di tinjau dari kehilangan kemampuan mendengarnya, bahwa :
Hearing impairment. A genetic term indicating a hearing disabiliti that range insevety from milk to profound in includis the subsets deaf and hard of hearing. Deaf person in one whos hearing disability precludes successful processing of linguistic information though audio, with or without a haering aid, has residual hearing sufficient to enable sucxessful processing of linguistic information thoght audition.
Andreas Dwijosumarto dalam seminar ketuna runguan di bandung (19 juni 1988) mengemukakan bahwa tuna rungu adalah suatu kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai perangsang, terutama indra pendengaran.
Kemudian Donald F Moores menjelaskan pengertian tuna rungu dalam bukunya Education the deaf (Psychology principles and practices) Hougtoh Miflin Company, Boston (1981: 3) sebagai berikut :
A deaf person is one whose hearing is disabled to exten (usually 70 dB ISO grather ) that precluds the understanding of speech through the earlone without or with the use of hearing aid. A hard of hearing person is one whose hearing is disabled to an exten ( usually 35 to 69 dB ISO ) That makes difficult but dose not preclude the understanding of speech through the ear alone with  out our with a hearing aid.
Menurut batasan dari Sri Moerdiani (1987: 27) dalam buku psikologi anak luar biasa bahwa anak tuna rungu adalah mereka yang menaglami gangguan pendengaran sedemikian rupa sehingga tidak mempunyai fungsi praktis dan tujuan komunikasi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya.
Adapun Moh Amin dalam buku Ortopedagogik umum mengemukakan bahwa anak tuna rungu adalah mereka yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebakan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh organ pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembanganya sehingga memerlukan bimbingan pendidikan khusus. (1991: 1).
Ahli lainnya memberikan batasan mengenai tunarungu ditinjau dari segi medis dan pedagogis sebagai berikut : “Tunarungu berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan seluruh alat pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam perkembangan bahasa sehingga memerlukan bimbingan dan pelayanan khusus”. ( Salim,1984 : 8)
Orang tuli adalah seseorang yang mengalami ketidakmampuan untuk mendengar sehingga tidak dapat mengembangkan, biasanya pada tingkat 70 dB ISO atau lebih besar sehinga menghalangi untuk mengerti pembicaraan orang lain melalui pendengaranya sendiri tanpa mengunakan alat bantu dengar. Seseorang dikatakan kurang mendengar adalah ketidak mampuan untuk mendengar sehingga tidak dapat mengembangkan, bisanya pada tingkat 35 sampai 69 Db ISO tetapi tidak menghalangi untuk mengerti pembicaraan orang lain melauli pendengaranya sendiri tanpa atau menggunakan alat bantu dengar.
Pernyataan tersebut kurang lebih berarti bahwa tunarungu adalah suatu istilah umun yang menunjukan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai yang berat dan di golongkan kedalam bagian tuli dan kurang dengar.
 Orang tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga tidak dapat memproses informasi bahasa melalui pendengaran dengan atau tanpa alat bantu dengar. Sedangkan orang kurang dengar adalah seseorang yang pada umumnya menggunakan alat bantu dengar sisa pendengarannya  cukup memungkinkan keberhasilan memproses informasi bahasa melalui pendengarannya.
Dari beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan dalam mendengar  yang di sebabkan karena tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan  alat pendengaran sehingga anak memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus agar dapat mengembangkan bahasa serta potensi yang dimiliki anak seoptimal mungkin.
Atau dengan menggunakan bahasa lain, bahwa anak tuna rungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang diakibatkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya indra pendengaran sehingga mengalami hambatan dalam perkembanganya. Denagn demikian anak tuna rungu memerlukan pendidikan secara khusus untuk mencapai kehidupa lahir batin yang layak.

B.       Karakteristik Anak Tunarungu
Semua individu memiliki karakteristik tertentu demikian pula anak-anak yang mengalami ketunarunguan dan dampak yang paling mencolok yaitu terhambatnya perkembangan bahasa dan bicara, mereka terbatas dalam kosa kata dan pengertian kata-kata yang abstrak. Hal ini karena mereka hanya memanfaatkan penglihatan dalam belajar bahasa. Belajar bahasa hanya melalui penglihatan memiliki banyak kelemahan-kelemahan sehingga mereka tidak dapat memanfaatkan intelegensinya secara maksimal, akibatnya mereka tampak bodoh.
Perkembangan bahasa anak tunarungu pada awalnya tidak berbeda dengan perkembangan bahasa anak normal sekitar usia enam bulan anak mencapai pada tahap meraban. Pada perkembangan ini semua anak mengalaminya karena merupakan awal untuk belajar bahasa.
Anak yang sejak lahir mengalami ketunarunguan, pada saat bayi mengulang-ulang bunyi bayi tidak dapat mendengar bunyi yang dikeluarkan begitu pula ia tidak dapat mendengar respon yang dikeluarkan oleh orang tua atau orang-orang yang dekat darinya.
Ada beberapa perbedaan karakteristik anatara anak tunarungu dengan anak normal. Hal ini disebabkan keadaan mereka yang sedemikian rupa sehingga mempunmyai karakter yang khas yang menyebabkan anak tunarungu mendapatkan kesulitan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga mereka perlu mendapat pembinaan yang khusus untuk mengatasi masalah ketunarunguan. Karakteristik yang khas dari anak tunarungu adalah sebagai berikut:
1.         Fisik
Jika dibandingkan dengan kecacatan lain nampak jelas dalam arti tidak terdapat kelainan. Tetapi bila diperhatiakan lebih teliti mereka mempunyai karakteristik seperti yang dikemukakan oleh Tati Hernawati (1990 : 1) sebagai berikut :
a.         Cara berjalan kaku dan agak membungkuk hal ini terjadi pada anak tunarungu yang mempunyai kelainan atau kerusakan pada alat keseimbangannya.
b.        Gerakan mata cepat yang menunujukan bahwa ia ingin menguasai lingkungan sekitarnya.
c.         Gerakan kaki dan tangan yang cepat.
d.        Pernapasan yang pendek dan agak terganggu. Kelainan pernapasan terjadi karena tidak terlatih terutama pada masa meraban yanmg merupakan masa perkembangan bahasa.
2.         Bahasa dan Bicara
Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Dengan kondisi yang disandangnya anak tunarungu akan mengalami hambatan dalam bahasa dan bicaranya. Pada anak tunarungu proses penguasaan bahasa tidak mungkin diperoleh melalui pendengaran. Dengan demikian anak tunarungu mempunyai ciri-ciri perkembangan bahasa sebagai berikut:
a.        Fase motorik yang tidak teratur.
Pada fase ini anak melakukan gerakan-gerakan yang tidak teratur, misalnya :
1)        Gerakan tangan.
2)        Menangis. Menangis permulaan adalah gerak refleks dari bayi yang baru lahir. Menangis sangat penting bagi perkembangan selanjutnya karena dengan menangis secara tidak sengaja sudah melatih otot-otot bicara, pita suara dan paru-paru.
b.        Fase meraban (babbling)
Pada awal fase meraban (babling) tidak terjadi hambatan karena fase meraban ini merupakan kegiatan alamiah dari pernapasan dan pita suara.
Mula-mula bayi babling, kemudian ibu meniru. Tiruan itu terdengar oleh bayi dan ditirukan kembali. Peristiwa inilah yang menjadi proses terpenting dalam pembinaan bicara anak. Bagi anak tunarungu tidak terjadi pengulangan bunyinya sendiri, karena anak tunarungu tidak mendengar tiruan ibunya. Dengan demikian perkembangan bicara selanjutnya menjadi terhambat.
c.       Fase penyesuaian diri. 
Suara-suara yang diujarkan orang tua dan ditiru oleh bayi kemudian ditirukan kembali oleh orang tuanya secara terus menerus. Pada anak tunarungu hal tersebut terbatas pada peniruan penglihatan (visual) yaitu gerakan-gerakan atau isyarat-isyarat, sedangkan peniruan pendengaran (auditif) tidak terjadi karena anak tunarungu tidak dapat mendengar suara.

Tiga faktor yang saling berkaitan antara ketidakmampuan bahasa dan bicara dengan ketajaman pendengaran menurut Daniel F. Hallahan dan James M. Kauffman yang dikutip oleh Andreas Dwijosumarto (1990 : 2) adalah sebagai berikut :
1.  Penerima auditori tidak cukup sebagi umpan balik ketika ia membuat suara.
2.  Penerimaan verbal dari orang dewasa tidak cukup menunjang pendengarannya.
3.  Tidak mampu mendengar contoh bahasa dari orang mendengar.

Ciri khusus anak tunarungu berkenaan dengan bahasanya adalah miskin dalam kosakata, sulit memahami kata-kata abstrak, sulit mengartikan kata-kata yang mengandung arti kiasan. Sedangkan ciri-ciri anak tunarungu  berkenaan dengan bicaranya adalah nada bicaranya tidak beraturan, bicaranya terputus-putus akibat dari penguasaan kosa kata yang terbatas, dalam bicara cenderung diikuti oleh gerakan-gerakan tubuh serta sulit menguasai warna dan gaya bahasa.
3.         Intetelegensi
Secara garis besar pendapat tentang intelegensi anak tunarungu di klasifikasikan menjadi tiga bagian.
a.    Pertama anak tunarungu dianggap sama dengan anak normal (YukeSiregar, 1981 : 2 )
b.  Kedua, dianggap bahwa  intelegensi anak tunarungu lebih rendah dari anak normal .
c.  Bahwa anak tunarungu mengalami kekurangan potensi intelektual pada segi non verbal.
4.        Kepribadian dan emosi.
Semua anak memerlukan perhatian dan dapat diterima di lingkungan yang di tempati. tidak terkecuali anak tunarungu, tetapi semua itu akan sulit didapatkan oleh anak tunarungu karena mereka hanya dapat merasakan ungkapan tersebut melalui kontak visual. Berbeda dengan anak normal yang dapat merasakan ungkapan yang diberikan melalui nada suara yang diperoleh dengan cara mendengar. Hal ini akan berpengaruh pada perkembangan emosi anak tunarungu. Karena keadaanya itu anak tunarungu merasa terasing dan terisolasi dari lingkungannya. Sering terjadi, ketidak mampuan mereka dalam berkomunikasi mengakibatkan suatu kekurangan dalam keseluruhan pengalaman anak yang sebenarnya dasar bagi perkembangan, sikap dan kepribadian. Beberapa sifat yang terjadi pada anak tunarungu akibat dari kekurangannya  adalah :
a.    Sifat egosentris yang lebih besar daripada aanak normal, dunia penghayatan mereka lebih sempit maka akan lebih terarah pada dirinya sendiri. Sifat egosentis ini berarti :
1)        Sukar menempatkan diri pada cara berpikir dan pada perasaan orang  lain.
2)        Dalam perilakunya sering di kuasai oleh perasaan dan pikiran sendiri   mereka sulit menyusuaikan diri.
b.  Mempunyai perasaan takut akan hidup.
c.  Sikap ketergantungan kepada orang lain.
d.  Perhatian yang sukar di alihkan.
e.  Kemiskinan dalam bidang fantasi.
f.  Sifat yang polos, sederhana tanpa banyak problem.
g.  Mereka dalam keadaan ekstrim tanpa banyak nuansa.
h.  Lekas marah dan cepat tersinggung.
i.   Kurang mempunyai konsep tentang relasi atau hubungan.
5.         Sosial
Setiap manusia memerlukan interaksi dengan lingkungannya. Untuk dapat berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya di perlukan kematangan sosial. Yuke R Siregar (1986 : 26) mengemukakan tentang saran untuk mencapai kematangan sosial, yaitu:
a.    Pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai sosial dan kekhasan dalam masyarakat.
b.    Mempunyai kesempatan yang banyak untuk menerapkan kemampuannya.
c.    Mendapatkan kesempatan dalam hubungan sosial.
d.    Mempunyai dorongan untuk mencari pengalaman.
e.    Struktur kejiwaan yang sehat yang mendorong motivasi yang baik.

Karena kondisi yang dialami oleh anak tunarungu sulit untuk mencapai kematangan oleh karenanya tidak jarang lingkungan memperlakukan mereka dengan tidak wajar. Hal ini akan menyebabkan mereka cenderung memiliki rasa curiga pada lingkungan, memiliki perasaan tidak aman dan memiliki kepribadian yang tertutup, kurang percaya diri, menafsirkan sesuatu secara negatif, memiliki perasaan rendah diri dan merasa disingkirkan, kurang mampu mengontrol diri dan cenderung mementingkan diri sendiri.

C.      Penyebab Ketunarunguan
Banyak faktor yang menyebakan seseorang mengalami ketunarunguan, sebagaimana diungkapkan dalam buku petunjuk praktis penyelenggaraan Sekolah Luara Biasa bagian B atau tuna rungu, Depdikbud (1985: 23) mengemukakan bahwa :
1.         Sebelum anak dilahirkan atau masih dalam kandungan (masa prenatal)
2.         Pada waktu proses kelahiran dan baru dilahirkan (neo natal).
3.         Sesudah anak dilahirkan (post natal).
Penyebab ketuna runguan tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1.         Masa Prenatal
Pada masa prenatal pendengaran anak menjadi tuna rungu disebakan oleh:


a.         Faktor keturunan atau hereditas
Anak mengalami tuna rungu sejak dia dia dilahirkan Karena ada di antara keluarga ada yang tuna rungu genetis akibat dari rumah siput tidak berkembang secara normal, dan ini kelainan corti (selaput-selaput)
b.        Cacar air, campak (rubella, german measles)
Pada waktu ibu sedang mengandung menderita penyakit campak, cacar air, sehingga anak yang di lahirkan menderita tunarungu mustism (tak dapat bicara lisan)
c.         Toxamela (keracunan darah)
Apabila ibu sedang mengandung menderita keracunan darah (toxameia) akibatnya placenta menjadi rusak. Hal ini sangat berpengaruh pada janin. Besar kemungkinan anak yang lahir menderita tuna rungu. Menurut Audiometris pada umumnya anak ini kehilangan pendengaran 70-90 dB.
d.        Penggunaan obat pil dalam jumlah besar
Hal ini akibat menggugurkan kandungan dengan meminum banyak obat pil pengggugur kandngan, tetapi kandunganya tidak gugur, ini dapat mengakibatkan tuna rungu pada anak yang dilahirkan, yaitu kerusakan cochlea.
e.         Kelahiran premature
Bagi bayi yang dilahirkan premature, berat badanya di bawah normal, jaringan-jaringan tubuhnya lemah dan mudah terserang anoxia (kurangnya zata asam). Hal ini merusak inti cochlea (cochlear nuclei)
f.         Kekeurangan Oksigen (anoxia)
Anoxia dapat mengakibatkan kerusakan pada inti brain system dan bagal ganglia. Anak yang dilahirkan dapat menderita tuna rungu pada taraf berat.
2.      Masa Neo Natal
a.       Faktor rhesus ibu dan anak tidak sejenis.
Manusia selain mempinyai jenis darah A-B-AB-0. Juga mempunyai jenis darah factor rh positif dan negative. Kedua jenis rh tersebut masing-masing normal. Tetapi ketidak cocokan dapat terjadi apabila seseorag perempuan ber-rh negatif kawin dengan seseorang laki-laki ber-rh positif, seperti ayahnya tidak sejenis dengan ibunya. Akibat sel-sel darah itu membentuk anti body yang justru merusak anak. Akibatnya anak menderita anemia (kurang darah) dan sakit kuning setelah dilahirkan, hal ini dapat berakibat anak menjadi kurang pendengaran.
b.        Anak lahir premature atau sebelum 9 bulan dalam kandungan.
Anak yang dilahirkan prematur, mempunyai gejala-gejala yang sama dengan anak yang rh nya tidak sejenis dengan rh ibunya, yaitu akan menderita anemia dan mengakibatkan anoxia.
3.      Post Natal
a.       Sesudah anak lahir dia menderita infeksi misalnya campak (measles) infection atau anak terkena syphilis sejak lahir karena ketularan orang tuanya. Anak dapat menderita tunarungu perseptif. Virus akan menyerang cairan cochlea.
b.      Meningitis (peradangan selaput otak)
Penderita meningitis mengalami ketulian yang perseptif, biasanya yang mengalami kelainan ialah pusat syarf pendengaran.
c.       Tuli perseptif yang bersifat keturunan. Ketunarunguan ini akibat dari keturunan orang tuanya
d.        Otitis media yang kronis.
Cairan otitis media yang kekuning-kuningan menyebakan kehilanagn pendengaran secara konduktif. Pada secretory media akibatnya sama dengan kronis atitis media, yaitu keturunan konduktif
e.       Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan.
Infeksi pada alat-alat pernafasan, misalnya pembesaran tonsil adenoid dapat menyebabkan ketuna runguan konduktif (media penghantar suara tidak berfungsi).
f.       Kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat-alat pendengaran bagian dalam
Dari beberapa faktor yang telah dijabarkan di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa penyebab ketunarunguan tidak saja dari faktor dalam individu seperti ketuna runguan dari orang tua atupun pada saat ibu mengandung terserang penyakit. Tetapi faktor di luar diri individu mempunyai peluang yang mengakibatkan seseorang mengalami ketuna runguan, seperti infeksi peradangan dan kecelakaan.

D.      Cara pencegahan terjadinya tunarungu
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai upya pencegahan terjadinya tunarungu. Upaya tersebut dapat dilakukan pada saat sebelum nikah ( pranikah), hamil (prenatal), persalinan (natal), dan setelah kelahiran (post natal) yang masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.         Upaya yang dapat dilakukan sebelum nikah ( pranikah )
a.       menghindari pernikahan sedarah atau pernikahan dengan saudra dekat, terutama pada keluarga yang mempunyai sejarah tunarungu
b.        melakukan pemeriksaan darah
c.         melakukan konseling genetika
2.         Upaya yang dapat dilakukan pada waktu hamil
a.         menjaga kesehatan dan memeriksakan kehamilan secara teratur pada dokter kandungan atau bidan
b.        mengonsumsi gizi yang baik atau seimbang
c.         tidak meminum obat sembarangan karena dapat menyebbkan keracunan pada janin
d.        melakukan imunisasi anti tetanus
3.         Upaya yang dapat dilakukan pada saat melahirkan
a.       pada saat melahirkan diupayakan tidak menggunakan alat penyedot
b.        apabila ibu tersebut terkena virus herpes simplek pada daerah vaginanya maka kelahiran harus melalui operasi caesar.
4.         Upaya yang dapat dilakukan pada masa setelah lahir
a.         Melakukan imunisasi dasar serta imunisasi rubella yang sangat penting, terutama bagi wanita.
b.        Apabila anak mengalami sakit influenza, harus dijaga atau diobati jangan smpai terlalu lama karena virusnya dapat masuk kerongga telinga tengah melalui saluran eustachius, dan dapat menyebabkan peradangan ( otitis media ).
c.         Menjaga telinga dari kebisingan, seperti menggunakan pelindung telinga bagi para pekerja di pabrik.

E.       Klasifikasi Ketunarunguan
Menurut Hallahan dan Kauffman klasifikasi ketunarunguan berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran di bagi kedalam dua kelompok besar yaitu tuli (deaf)  dan kurang dengar (hard of hearing). Klasifikasi lain dikemukakan oleh Streng yang dikutip Somad dan Hernawati ( 1997 : 28-31 ) sebagai berikut:
1.         Mild Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang  memiliki ciri- ciri :
a.    Sukar mendengar percakapan yang lemah.
b.    Menuntut sedikit perhatian khusus dari sistem sekolah tentang     kesulitannya.
c.    Perlu latihan membaca ujaran dan perlu diperhatikan perkembangan        penguasaan perbendaharaan kata.
2.         Marginal Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.    Mengerti percakapan biasa pada jarak satu meter.
b.    Mereka sulit menangkap percakapan dengan pendengaran pada jarak normal dan  kadang-kadang      mereka mendapat kesulitan dan menangkap percakapan kelompok.
c.    Mereka akan sedikit mengalami kelainan bicara dan perbendaharaan kata yang terbatas.
d.   Kebutuhan dalam program pendidikan antara lain belajar membaca, penggunaan alat bantu dengar, latihan bicara, latihan artikulasi dan perhatian dalam perkembangan perbendaharaan kata.
3.         Moderat loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB yang   memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.    Mereka mengerti percakapan keras pada jarak satu meter.
b.    Perbendaharaan kata terbatas
4.         Severa loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB. Memiliki ciri-ciri :
Mereka masih biasa mendengar suara keras dari jarak yang dekat misalnya klakson mobil dan lolongan anjing. Mereka diajar dalam suatu kelas khusus untuk anak-anak tunarungu. Diperlukan latihan membaca ujaran dan pelajaran yang dapat mengembangkan bahasa dan bicara dari guru kelas khusus.
5.         Profound loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 75 dB keatas. Memiliki ciri :
Mendengar suara yang keras pada jarak 1 inci (2,24 cm) atau sama sekali tidak mendengar walaupun menggunakan alat bantu dengar.

Menurut buku pendidikan anak tuna rungu untuk sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa ( SGPLB ) menyebutkan, bahwa ada klarifikasi ketuna runguan yang didasarkan klasifikasi etiologis, klasifikasi anatomos fisiologis, menurut nada yang tak dapat didengar dan menurut saat terjadinya ketuna runguan, Depdikbud ( 1977 : 8 ).
1.         Klasifikasi etilogis
a.         Tuna rungu endogen adalah suatu ketunarunguan yang diturunkan oleh orang tuanya
b.        Tuna rungu eksogen adalah ketunarunguan yang diakibatkan suatu penyakit atau kecelakaan.
2.         Klasifikasi anatomis-fisikologis
a.         Tuna rungu hantaran (konduksi) adalah ketunarunguan yang disebabkan kerusakan atau tidak berfungsinya alat penghantar getaran pada telinga bagian bawah.
b.        Tuna rungu syaraf (perseptif) adalah ketunarunguan sebagai akibat dari kerusakan atau tidak berfungsinya alat pendengarn telinga bagian dalam.
3.         Menurut nada yang tak dapat di dengar
a.         Tuna rungu nada rendah
b.        Tuna rungu nada tinggi
c.         Tuna rungu total
4.         Menurut terjadinya ketunarunguan
a.         Tuna rungu yang terjadi saat dalam kandungan (prenatal)
Ketunarunguan terjadi akibat keracunan makanan, kekurangan gizi, pengaruh obat obatan dan infeksi virus yang dialami pada masa triwulan pertama menimbulkan kerusakan syaraf, dan jaringan otak.
b.        Tuna rungu yang terjadi saat kelahiran (natal)
Segala bentuk ganguan pada saat bayi lahir seperti : Prematuresasi, pinggul sempit, lahir dengan porceps dan berbagai kesulitan saat kelahiran dapat menimbulkan kerusakan syaraf dan jaringan otak.

c.         Tuna rungu yang terjadi saat kelahiran (post natal)
Dapat terjadi akibat peradangan selaput otak infeknsi telinga tengah, peradangan gendang telinga dan sebagainya.

F.    Kebutuhan Pendidikan dan Layanan Bimbingan Bagi Tunarungu
1.    Kebutuhan pendidikan
a.  Landasan agama
b.    Landasan kemanusiaan
c.  Landasan hukum
d.   Landasan pedagogis
2.  Layanan bagi anak tuna rungu
a.     Jenis layanan
Ditinjau dari segi jenisnya, layanan pendidikan bagi anak tunarungu meliputi layanan umum dan khusus.
1)        Layanan umum
Layanan umum merupakan layanan pendidikan yang biasa diberikan kepada anak mendengar atau normal yang meliputi layanan akademik, latihan dan bimbingan. Layanan akademik bagi anak tunarungu pada dasarnya sama dengan layanan akademik bagi anak mendengar, yaitu mencakup mata-mata pelajaran yang biasa diberikan di SD biasa, tetapi terdpat hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan ciri khas layanan bagi anak tuna rungu. Layanan bimbingn trutama diperlukan dalam mengatasi dampak kelainan terhadap aspek psikologisnya, serta pengembangan sosialisai siswa.
2)        Layanan khusus
Layanan khusus merupakan layanan yang khusus diberikan kepada anak tunarungu dalam mengurangi  dampak ketunarunguannya atau melatih kemampuan yang masih ada, yang meliputi layanan bina bicara serta layanan bina persepsi bunyi dan irama.
Ø        Layanan bina bicara
Layanan bina bicara merupakan layanan upaya untuk meningkatkan kemampuan anak tunarungu dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dalam rangkaian kata-kata, agar dapat dimengerti atau diinterpretasika oleh orang yang mengajak atau diajak bicara.
Latihan bina bicara bertujuan antara lain agar anak tuna rungu memiliki dasar ucapan yang benar sehingga dapat dimengerti orang lain, memberi keyakinan pada anak tuna rungu bahwa bunyi atau suara yang yang diproduksi melalui organ bicaranya harus mempunyai makna, membedakan ucapan yang satu dengan ucapan yang lainnya, serta memfungsikan organ-organ bicaranya yang kaku.
Ø        Layanan bina persepsi bunyi dan irama
Layanan bina persepsi bunyi dan irama merupakan layanan untuk melatih kepekaan terhadap bunyi dan irama melalui sisa pendengaran atau merasakan vibrasi ( getaran bunyi ) bagi siswa yang hanya memiliki sedikit sekali sisa pendengaran.
b.         Tempat atau sistem layanan
1)    Tempat khusus atau sistem segregasi
Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak tunarungu melalui sistem segregasi, maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan tersebut dilaksanakan di tempat khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untk anak mendengar atau anak normal dengan memiliki kurikulum sendiri. Tempat pendidikan melalui sistem segregasi dapat dikemukakan sebagai berikut:
Ø        Sekolah khusus
sekolah khusus bagi anak tunarungu disebut Sekolah Luar Biasa Bagian B ( SLB-B ).
Ø        Sekolah Dasar Luar Biasa ( SDLB )
SDLB adalah sekolah pada tingkat dasar yang menampung berbagai jenis kelainan, seperti anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tuna daksa dalam satu sekolah.
Ø        Kelas jauh atau kelas kunjung
kelas jauh adalah kelas yang dibentuk atau disediakan untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anak luar biasa termasuk anak tunarungu yang bertempat tinggal jauh dari SLB/SDLB.
2)        Sekolah umum atau sistem integrasi
Sistem pendidikan integrasi merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak tunarungu untuk belajar bersama-sama dengan anak mendengar atau normal di sekolah umum atau sekolah biasa. Depdiknas ( 1986 ) mengelompokkan bentuk-bentuk keterpaduan tersebut menjadi :
Ø        Bentuk kelas biasa
Ø        Bentuk kelas biasa dengan ruang bimbingan khusus
Ø        Bentuk kelas khusus
c.         Metode komunikasi
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan anak tunarungu, yaitu :
1)        Metode oral
adalah metode berkomunikasi dengan cara yang lazim digunakan oleh orang yang mendengar, yaitu melalui bahasa lisan.
2)        Metode membaca ujaran
Anak tunarungu mengalami kesulitan untuk menyimak pembicaraan melalui pendengarannya. Oleh karena itu, ia dapat memanfaatkan penglihatnnya untuk memahami pembicaraan orang lain melalui gerak bibir dan mimik si pembicara.
3)        Metode manual ( isyarat )
Metode manual yaitu metode komunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat dan ejaan jari ( finger spinding ). Komponen bahasa isyarat meliputi :
Ø        Abjad jari ( finger spelling ), adalah jenis isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan untuk menggambarkan abjad atau untuk mengeja huruf dan angka.
Ø        Ungkapan badaniah/bahasa tubuh, meliputi keseluruhan ekspresi tubuh, seperti sikap tubuh, ekspresi muka ( mimik ), pantomimik, dan gesti atau gerakan yang dilakukan seseorang secara wajar dan alami.
Ø        Bahasa isyarat asli, yaitu suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat konvensional yang berfungsi sebagai pengganti kata, yang disepakati oleh kelompok atau daerah tertentu. Secara garis besar, bahasa isyarat asli dibedakan menjadi 2, yaitu:
·           Bahasa isyarat alamiah
·           Bahsa isyarat konseptual
Ø        Bahasa isyarat formal, yaitu bahasa nasional dalam isyarat yang biasanya menggunakan kosakata isyarat dengan struktur bahasa yang sama persis dengan bahasa lisan.

4)        komunikasi total
dengan komunikasi total setiap anak tunarungu memiliki kesempatan mengembangkan setiap sisa pendengarannya dengan alat bantu dengar dan atau sistem terpercaya untuk memperbesar kemampuan mendengarnya ( high fidality group amplification system ) ( Denton, 1970, hlm.3 )
d.        strategi dan media pembelajaran
1)        strategi pembelajaran
strategi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran anak tunarungu, yaitu meliputi: 
Ø        Strategi individualisasi
Merupaka strategi pembelajaran dengan mempergunakan suatu program yang disesuaikan dengan perbedaan individu, baik karakteristik, kebutuhan maupun kemampuannya secara perorangan.
Ø        Strategi kooperatif
Merupakan strategi pembelajaran yang menekankan unsur gotong royong atau saling membantu satu sama lain dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Ø        Strategi modifikasi perilaku
Strategi ini bertujuan untuk mengubah perilku siswa ke arah yang lebih positif melalui conditioning ( pengondisian ) dan membantunya agar lebih produktif sehingga menjadi individu yang mandiri.
2)        Media pembelajaran
Media yang digunakan dalam pembelajaran bagi anak tunarungu, lebih menekankan pada media yang bersifat visual. Bagi anak tunarungu yang tergolong kurang dengar, dapat digunakan pula media audio dan audiovisual, tetapi keterserapan pada unsur audionya terbatas.

G.      Assesmen yang cocok bagi penderita tunarungu
Tujuan dan fungsi assesmen tersebut, antara lain untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa terhadap materi yang diajarkan serta untuk memberikan umpan balik terhadap guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar serta program perbaikan bagi siswa.
Kegiatan assesmen bagi siswa tunarungu, harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Berkesinambungan
2.      Menyeluruh
3.      Objektif
4.      Pedagogis





BAB III
PENUTUP


A.   Kesimpulan 
Anak tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan dalam mendengar  yang di sebabkan karena tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan  alat pendengaran sehingga anak memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus agar dapat mengembangkan bahasa serta potensi yang dimiliki anak seoptimal mungkin.
Karakteristik yang khas dari anak tunarungu dapat dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut:
1.    Fisik
2.    Bahasa dan Bicara
3.    Intetelegensi
4.    Kepribadian dan emosi.
5.    Sosial

Penyebab ketuna runguan tersebut dijabarkan sebagai berikut :
1.      Masa Prenatal, pada masa prenatal pendengaran anak menjadi tuna rungu disebakan oleh:
a.    Faktor keturunan atau hereditas
b.    Cacar air, campak (rubella, german measles)
c.    Toxamela (keracunan darah)
d.   Penggunaan obat pil dalam jumlah besar
e.    Kelahiran premature
f.     Kekeurangan Oksigen (anoxia)

2.      Masa Neo Natal
a.    Faktor rhesus ibu dan anak tidak sejenis.
b.    Anak lahir premature atau sebelum 9 bulan dalam kandungan.

3.   Post Natal
a.    Sesudah anak lahir dia menderita infeksi
b.    Meningitis (peradangan selaput otak)
c.    Tuli perseptif yang bersifat keturunan.
d.   Otitis media yang kronis.
e.    Terjadi infeksi pada alat-alat pernafasan.
f.     Kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat-alat pendengaran bagian dalam

B.   Saran
 segala sesuatu di dunia ini tidak ada yang sempurna, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Begitu juga dengan manusia. Dibalik keterbatasan yang dimiliki penyandang tunenetra, pasti mereka juga mempunyai kelebihan yang mungkin tidak dimiliki oleh orang mendengar.
Oleh karena itu, kita tidak boleh menyepelekan mereka. Mereka juga mempunyai hak yang sama dengan orang lain. Sepatutnya kita saling menghormati dan menghargai keberadaan mereka.
Semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan kita semua dan bermanfaat bagi para pembacanya. Terima kasih.  



DAFTAR PUSTAKA


Wardani, I. G. A. K, dkk.( 2007 ). Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta:    Universitas Terbuka.

David Smith, J. ( 2012 ). Sekolah Inklusi Konsep dan Penerapan Pembelajaran. Bandung: Nuansa Cendekia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar asalkan dengan bahasa yang sopan..ok??