Senin, 01 Juli 2013

Makalah Pembelajaran Kontekstual



BAB I
PENDAHULUAN


A.   Latar belakang
Problematika pendidikan yang terjadi di Indonesia salah satunya adalah terdapatnya kesenjangan yang cukup lebar antara pengetahuan yang dimiliki para siswa dengan sikap dan perilakunya. Banyak siswa yang tahu atau hafal materi pelajaran, tetapi tidak mampu mengaplikasikan pengetahuannya tersebut bagi peningkatan kualitas kehidupannya. Sebagai contoh, siswa tahu tentang makanan sehat, tetapi perilaku makannya tidak menunjukkan perilaku makan yang sehat, siswa lebih banyak yang menyukai dan memilih fast food dan soft drink daripada makan nasi dan sayur serta minum susu. Contoh lain, siswa tahu bagaimana berperilaku sosial yang baik, tetapi mereka kurang mampu menghargai orang lain, bertoleransi atau berperilaku sopan. Pengetahuan menjadi sesuatu yang hanya dihafal saja tetapi tidak berpengaruh dalam kehidupannya. Pengetahuan hanya ‘mampir’ sebentar dan kemudian ‘menguap’ begitu saja, seolah tid ak berbekas dalam kehidupan siswa. Mengapa pendidikan kita menghasilkan generasi penerus yang demikian?

B.   Rumusan masalah
Bagaimana Bentuk pembelajaran berbasis kontekstual ?

C.   Tujuan
Mengetahui bentuk Pembelajaran berbasis kontekstual.


BAB II
PEMBAHASAN


A.   Pembelajaran Kontekstual
Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.

B.   Pemikiran tentang belajar
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.
1.    Proses belajar
Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka. Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru. Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki sesorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru. Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan keterampilan sesorang.
2.    Transfer Belajar
Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain.
Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sedikit demi sedikit) Penting bagi siswa tahu untuk apa dia belajar dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
3.    Siswa sebagai Pembelajar
Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru. Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Akan tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting. Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
Tugas guru memfasilitasi agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.
4.    Pentingnya Lingkungan Belajar
Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari guru akting di depan kelas, siswa menonton ke siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan. Pengajaran harus berpusat pada bagaimana cara siswa menggunakan pengetahuan baru mereka.Strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan hasilnya. Umpan balik amat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian yang benar. Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting.

C.   Hakekat Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan ( Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).
Secara hakiki model pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning adalah : (1) Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya, (2) Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Perlu kita ketengahkan pula bagaimana perbedaan model pembelajaran kontekstual dengan model pembelajaran tradisional. Kalau model pembelajaran kontekstual penekanan pembelajarannya lebih kepada: (1) Menyandarkan pada pemahaman makna, (2) Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa, (3) Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, (4) Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan, (5) Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, (6) Cenderung mengintegrasikan beberapa bi-dang, (7) Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok), (8) Perilaku dibangun atas kesadaran diri, (9) Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman, (10) Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif, (11) Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan, (12) Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik, (13) Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting, (14) Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Demikian pula kalau kita me-ngetengahkan model pembelajaran tradisional, maka ada beberapa penekanan, diantaranya (1) Menyandarkan pada hapalan, (2) Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru, (3) Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru, (4) Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan, (5) Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan, (6) Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu, (7) Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual), (8) Perilaku dibangun atas kebiasaan, (9) Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan, (10) Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor, (11) Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman, (12) Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik, (13) Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas, dan (14) Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
Perbedaan dari model pembelajaran kontelstual dengan model pembelajaran tradisional sama banyaknya, akan tetapi kalau kita kaitkan dengan pembelajaran yang berorientasi kepada aktivitas, kreativitas, suasana menyenangkan, dan pembelajaran siswa aktif, maka tentunya model pembelajaran kontekstuallah yang paling tepat digunakan.
Pembelajaran model tradisional tidak mungkin kita hilangkan dari suatu proses pembelajaran, karena untuk menyatukan persepsi dan penjelasan masalah yang akan dikerjakan oleh siswa, tentulah model tradisional misalnya model ceramah awal dahulu dilakukan. Dengan model ini siswa dapat memahami dan mengetahui konsep dan masalah yang akan dilakukan, dan tentunya waktu yang digunakan tidak lebih dari 20 menit. Kemudian barulah model pembelajaran kontekstual dilakukan oleh siswa di lapangan, karena hakikinya pembelajaran kontekstual lebih banyak dilakukan di luar kelas.

D.   Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.
Merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan mendorong pebelajar membuat hubungan antara materi yang diajarkannya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

E.    Perbedaan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Tradisional
·           Kontekstual
*   Menyandarkan pada pemahaman makna.
*   Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
*   Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
*   Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
*   Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
*   Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
*   Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
*   Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
*   Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
*   Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.
*   Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.
*   Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
*   Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
*   Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.

·         Tradisional
  *   Menyandarkan pada hapalan
*   Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
*   Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
*   Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
*   Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
*   Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
*   Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
*   Perilaku dibangun atas kebiasaan.
*   Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
*   Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
*   Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
*   Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.
*   Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
*   Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.

F.    Penerapan Pendekatan Kontekstual Di Kelas
Bahwa untuk mencapai hasil proses pembelajaran maksimal, berbagai pendekatan dilakukan oleh guru. Hal ini memungkinkan sebab sebenarnya pendekatan CTL merupakan metode pembelajaran yang fleksibel. Berbagai kondisi dapat ditangani dengan menerapkan CTL sebagai metodenya.
Pendekatan CTL sendiri terdiri atas 7 (tujuh) point utama, yaitu konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian yang sebenarnya. Dan, dari 7 (tujuh) langkah penerapan tersebut, maka kita dapat menganalisa tingkat signifikansi metode dengan hasil yang dicapai.
Pada kesempatan ini, kita mencoba untuk menganalisa salah satu langkah penerapan CTL, yaitu konstruktivisme.
Konstruktivisme merupakan langkah pendekatan dalam proses pembelajaran yang menekankan pada upaya memberikan kesempatan seluasnya kepada siswa untuk bekerja sendiri dengan menemukan sendiri hal-hal yang harus dipelajari dan selanjutnya dari penemuan tersebut, maka siswa dapat membangun atau mengkonstruksi kemampuan dirinya.
Jika kita memberikan kesempatan pada siswa untuk membangun kebiasaan untuk memecahkan masalah, menemukan hal-hal yang berguna bagi dirinya dan terus berusaha untuk melahirkan ide-ide baru agar dapat menjadi milik mereka. Dengan kesempatan yang kita berikan, maka proses membangun kompetensi diri dapat terjadi secara maksimal. Apalagi jika dikaitkan dengan konsep bahwa guru adalah fasilitas pembel-ajaran, maka peranan guru hanyalah terbatas pada memfasilitasi hal-hal yang dibutuhkan siswa dalam proses belajarnya. Kita tidak berhak mencetak siswa sebagaimana keinginan kita, melainkan memberikan kesempatan seluasnya pada siswa untuk mengkonstruksi kondisi dirinya, khususnya terkait dengan hasil pemelajaran.
Dalam pada itu konsep pembelajaran yang kita kenal, yaitu learning by doing benar-benar dapat kita terapkan. Siswa diarahkan untuk secara langsung mengalami apa-pun yang ingin dimilikinya. Tentunya, hasil pemelajaran akan sangat bermakna dan memberi pengalaman belajar positif bagi siswa.
Sementara kita menyadari bahwa hal terpenting yang kita inginkan dari proses pemelajaran adalah pengalaman langsung yang diperoleh siswa pada saat mereka ingin menguasai sebuah kemampuan. Dengan demikian, maka eksistensi pengalaman tersebut akan melekat di diri siswa dan menjadikannya sebagaisesuatu yang sangat berharga. Seperti kita ketahui, jika kita memiliki sesuatu yang berasal dari perjuangan kita sendiri untuk perwujudannya merupakan sesuatu yang sangat istimewa dan tetap teringat sepanjang masa.
Hal seperti itulah yang sebenarnya diharapkan dari penerapan langkah konstruk-tivisme dalam proses pembelajaran. Bahwa siswa harus mampu membangun pengalaman belajar berdasarkan pengalaman langsung. Dan yang terpenting adalah kesesuaian pengalaman belajar dengan kebutuhan siswa.

G.   Tujuh Komponen Pembelajaran Kontekstual
1.    Konstruktivisme
Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal. Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan.
2.    Inquiry
Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman. Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis.
3.    Questioning (Bertanya)
Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry.
4.    Learning Community (Masyarakat Belajar)
Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar. Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri.
5.    Modeling (Pemodelan)
Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar. Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya.
6.    Reflection ( Refleksi)
Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari. Mencatat apa yang telah dipelajari. Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok.
7.    Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa. Penilaian produk (kinerja). Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual.

H.   Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Dalam bagian berikut akan disampaikan beberapa karakteristik pembelajaran kontekstual yang dikemukakan beberapa ahli. Menurut Johnson (2002:24), ada delapan komponen utama dalam system pembelajaran Kontekstual, seperti dalam rincian berikut:
1.    Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections). Siswa dapat mengatur diri sendiri sebagai orang yang belajar secara aktif dalam mengembangkan minatnya secara individual, orang yang dapat bekerja sendiri atau bekerja dalam kelompok, dan orang yang belajar sambil berbuat (learning by doing)
2.    Melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan (doing significant work). Siswa membuat hubungan-hubungan antara sekolah dan berbagai konteks yang ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis atau anggota masyarakat
3.    Belajar yang diatur sendiri (sell-regulated learning). Siswa melakukan pekerjaan yang signifikan: ada tujuannya, ada hubungan dengan penentuan pilihan, dan ada produknya
4.    Bekerja sama (collaborating). Siswa dapat bekerja sama. Guru membantu siswa bekerja secara efektif dalam kelompok
5.    Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi secara kritis dan kreatif: dapat menganalisis, memcahkan masalah, membuat keputusan, dan menggunakan logika dan bukti
6.    Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa memelihara pribadinya
7.    Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards). Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi: mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya
8.    Menggunakan penilaian autentik (using authentic assessment). Siswa menggunakan pengetahuan akademis dalam konteks dunia nyata untuk suatu tujuan yang bermakna. Pendapat lainnya yaitu Rusman (2009:248) yang memaparkan proses pembelajaran dengan menggunakan CTL harus mempertimbangkan karakteristik-karakteristik : (1) kerja sama, (2) saling menunjang, (3) menyenangkan dan tidak membosankan, (4) belajar dengan bergairah, (5) pembelajaran terintegrasi, (6) menggunakan berbagai sumber, (7) siswa aktif, (8) sharing dengan teman, (9) siswa kritis guru kreatif, (10) dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, (11) laporan kepada orang tua bukan hanya rapor, tetapi hasil karya siswa, laporan praktikum, karangan siswa, dan lain-lain. Kurikulum dan pengajaran yang didasarkan pada strategi pembelajaran konstekstual harus disusun untuk mendorong lima bentuk pembelajaran penting: Mengaitkan, Mengalami, Menerapkan, Kerjasama, dan Mentransfer.
1.    Mengaitkan: Belajar dalam konteks pengalaman hidup, atau mengaitkan. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru. Kurikulum yang berupaya untuk menempatkan pembelajaran dalam konteks pengalaman hidup harus bisa membuat siswa memperhatian kejadian sehari-hari yang mereka lihat, peristiwa yang terjadi di sekitar, atau kondisi-kondisi tertentu, lalu mengubungan informasi yang telah mereka peroleh dengan pelajaran kemudian berusaha untuk menemukan pemecahan masalah terhadap permasalahan tersebut.
2.    Mengalami: Belajar dalam konteks eksplorasi, mengalami. Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan-bahan dan untuk melakukan bentuk-bentuk penelitian aktif.
3.    Menerapkan: Menerapkan konsep-konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat bagi diri siswa. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistik dan relevan.
4.   Kerjasama: Belajar dalam konteks berbagi, merespons, dan berkomunikasi dengan siswa lain adalah strategi pengajaran utama dalam pengajaran kontekstual. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman bekerja sama tidak hanya membantu siswa mempelajari materi, juga konsisten dengan dunia nyata. Seorang karyawan yang dapat berkomunikasi secara efektif, yang dapat berbagi informasi dengan baik, dan yang dapat bekerja dengan nyaman dalam sebuah tim tentunya sangat dihargai di tempat kerja. Oleh karena itu, sanat penting untuk mendorong siswa mengembangkan keterampilan bekerja sama ini.
5.  Mentrasfer: Belajar dalam konteks pengetahuan yang ada, atau mentransfer, menggunakan dan membangun atas apa yang telah dipelajari siswa. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.


I.     Menyusun Rencana Pembelajaran Berbasis Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswanya sehubungan dengan topik yang akan dipelajarinya. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran, media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, dan authentic assessmennya.
Dalam konteks itu, program yang dirancang guru benar-benar rencana pribadi tentang apa yang akan dikerjakannya bersama siswanya.
Secara umum tidak ada perbedaan mendasar format antara program pembelajaran konvensional dengan program pembelajaran kontekstual. Sekali lagi, yang membedakannya hanya pada penekanannya. Program pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai (jelas dan operasional), sedangkan program untuk pembelajaran kontekstual lebih menekankan pada skenario pembelajarannya.
Atas dasar itu, saran pokok dalam penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berbasis kontekstual adalah sebagai berikut.
Nyatakan kegiatan pertama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, Materi Pokok dan Pencapaian Hasil Belajar, Nyatakan tujuan umum pembelajarannya, Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu Buatlah skenario tahap demi tahap kegiatan siswa Nyatakan authentic assessmentnya, yaitu dengan data apa siswa dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.




BAB III
P E N U T U P


A.   Simpulan
Kebutuhan dan tantangan dalam proses pendidikan selalu berubah seiring dengan perubahan kondisi dan situasi jaman. Supaya proses pendidikan yang kita lakukan dapat menjawab tantangan jaman, maka diakui atau tidak kitapun harus berubah, baik dalam cara berpikir, pendekatan dalam proses pengajaran, maupun ketrampilan baru yang kita perlukan dalam proses pembelajaran.
Perubahan memang bukan sesuatu yang mudah dilakukan, kendala dan tantangan pasti akan datang menghadang, tetapi tantangan bukanlah hal yang harus ditakuti, justru tantangan inilah yang akan menumbuhkan motivasi.

B.   Saran
Semua model pemelajaran sangat efektif untuk digunakan dalam proses belajar mengajar. Akan tetapi hanya saja tidak semua peserta didik disamakan dalam satu model pembelajaran karena setiap karakter kelas berbeda-beda.




DAFTAR PUSTAKA



2009-26-September. Model belajar dan pembelajaran berorientasi kompetensi siswa : www.pkab.wordpress.com / (diakses, 20:00)

Dimyati, Dr, Mudjiono, Drs. Belajar dan pembelajaran : Rineka Cipta

Suryasubrata.1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

A.M. Muliono (2003), “Pembelajaran”, Kompas 26/7/03.

Sardjito, Drs. Perencanaan Pembelajaran (suatu modul perencanaan pembelajaran)

1 komentar:

Silahkan berkomentar asalkan dengan bahasa yang sopan..ok??