BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Model pengembangan kurikulum adalah
suatu istilah yang di gunakan ahli pendidikan dalam rangka mencari cara untuk
perubahan kurikulum.
Perubahan kurikulum terjadi karena
adanya perubahan kehidupan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
perkembangan di bidang yang berhubungan langsung dengan kehidupan masyarakat.
Mulyani Sumantri (1988) menyatakan
bahwa pengembangan kurikulum harus di lakukan berdasarkan teori yang telah di
konseptualisasikan secara teliti, terhindar dari pengaruh-pengaruh yang tidak
baik, seperti paham-paham yang tidak mendukung pembaharauan dan kebutuhan masa
depan.
Perubahan kurikulum di tingkat
pendidikan tinggi secara tidak langsung akan memepengaruhi tugas pendidik sebab
komponen-komponen yang terkait dengan tugas pendidik dalam proses pembelajaran
akan selalu mengalami perbaikan-perbaikan untuk mencari bahan-bahan ajar.
2.
Rumusan
Masalah
A.
Apa yang di
maksud dengan teori dan kurikulum?
B.
Apa yang di
maksud dengan teori transmisi ?
C.
Apa yang di
maksud dengan teori transaksi ?
D.
Apa yang di
maksud dengan teori transformasi ?
3.
Tujuan
Untuk mengetahui pengertian teori
dan kurikulum, serta mengetahui tataran transmisi, transaksi, dan transformasi
dalam teori pengembangan kurikulum.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Teori
1.
Pengertian
Secara umum teori merupakan suatu
set atau system pernyataan (a set of statement) yang menjelaskan serangkaian
hal.
Teori merupakan suatu perangkat
pernyataan yang bertalian satu sama lain, yang di susun sedemikian rupa
sehingga memberikan makna yang fungsional terhadap serangkaian kejadian.
Teori kurikulum merupakan
serangkaian konsepsi yang berhubungan konsep-konsep pendidikan yang berusaha
menjelaskan secara sistematis, perspektif terhadap kurikulum.
Teori kurikulum (curriculum theory
atau event theory) merupakan theory yang menguraikan pemilihan dan pemisahan
kejadian atau peristiwa kurikulum atau yang berhubungan dengan kurikulum dan
yang bukan.[1]
Dalam Kamus Filsafat yang ditulis
oleh Tim Penulis Rosda (1995) dijelaskan bahwa theory adalah “1.
Pemahaman akan berbagai hal dalam hubungan universal dan idealnya satu sama
lain.
Lawan dari praktis dan/atau
eksistensi factual. 2. Dalam prinsip abstrak atau umum dalam sebuakh
pengetahuan yang menampilkan pandangan yang jelas dan sistemik tentang sebagian
materi pokoknya, seperti dalam teori seni atau dalam teori atom. 3. Sebuah
prinsip atau model umum, abstrak dan ideal yang digunakan untuk menjelaskan
fenomena, seperti dalam teori seleksi alam”.
Adapun beberapa definisi yang lain
mengenai teori, tapi secara umumnya karakteristik teori, yaitu :
a)
Adanya
serangkaian pernyataan yang bersifat universal.
b)
Dalam
pernyataan tersebut terdapat konstruk (konsep).
c)
Merupakan
lawan dari praktik.
d)
Menampilkan
pandangan yang jelas dan sistermik tentang suatu fenomena.
e)
Berdasarkan
fakta-fakta empiris.
f)
Tujuannya
adalah untuk mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi, dan memadukan fenomena.
Teori merupakan alat suatu disiplin
ilmu yang berfungsi untuk menentukan arah dari ilmu itu, menentukan data apa
yang harus dikumpulkan, memberikan data konseptual tentang cara mengelompokan
dan mengumpulkan darta, merangkum fakta-fakta menjadi : generalisasi empiris;
system generalisasi; menjelakan dan memprediksi fakta-fakta; dan menunjukan
kekurangan pengetahuan kita tentang disiplin ilmu itu.
Menyimak beberapa pemaparan diatas,
berarti teori kurikulum mempunyai pengaruh yang besar terhadap implementasi dan
pengembangan kurikulum. Teori kurikulum bukan hanya sebagai landasan dan acuan,
tetapi juga dapat menjelaskan dan memprediksi bagaimana praktik kurikulum.
Teori kurikulum mencari prinsip-prinsip atau pernyataantentang apa yang
seharusnya atau tidak seharusnya ada/terjadi dalam pendidikan.
Teori kurikulum selalu mengandung
terhadap sikap dan perbuatan yang akan dilakukan. Oleh karena itu, kurikulum
selalu melibatkan aspek-aspek epistemologis (pengetahuan), ontologis
(eksistensi dan realitas), dan aksiologis (nilai-nilai). Walaupun aspek-aspek
tersebut susah dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, ahli teori kurikulum
dapat menekankan pada salah satu aspek tertantu yang dianggap urgen.
B.
Perkembangan
teori kurikulum
1.
Definisi Kurikulum
Kurikulum mempunyai pengertian yang cukup
kompleks, dan sudah banyak didefinisikan oleh para pakar kurikulum. Esensinya, kurikulum
membicarakan tentang proses penyelenggaraan pendidikan sekolah, berupa acuan
atau norma-norma yang dapat digunakan menjadi pengangan. Secara umum struktur
kurikulum mempunyai empat komponen, yaitu tujuan, organisasi isi, proses
belajar-mengajar, dan evaluasi.
Dalam arti sempit kurikulum ditafsirkan
sebagai materi pelajaran, sedangkan pengertian yang luas ditafsirkan sebagai
segala upaya yang dilakukan di bawah naungan sekolah. Spektrum di antara kedua
kutub itu menafsirkan kurikulum sebagai perencanaan interaksi antara pelajar
dan guru-guru untuk mencapai tujuan pendidikan. Pengertian ini pada dasarnya
merujuk pada perencanaan kegiatan belajar mengajar guna mencapai tujuan
sekolah. Dalam
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Tahun 1989, definisi kurikulum
adalah “seperangkat rencana dan peraturan mengenai isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar” (UUSPN, BAB I, Pasal 1, ayat 9).
Definisi di atas menggambarkan dua dari
empat komponen kurikulum. Kedua komponen itu adalah organisasi isi dan
pelaksanaan pembelajaran. Organisasi tercermin dalam frasa “seperangkat rencana
dan peraturan mengenai isi dan bahan pelajaran”.
Dengan demikian kurikulum lebih mudah dan
efektif untuk dikomunikasikan ke berbagai pihak, pimpinan sekolah, pengawas,
pelaksana dan staf pendukung lainnya. Konsepsi ini merupakan esensi dari suatu
teknologi, membantu untuk memudahkan dan mengefektifkan pencapaian tujuan
kegiatan manusia. Dalam hal ini tujuan itu adalah mengorganisasikan isi dan
bahan pelajaran.
Untuk mengorganisasikan isi dan bahan
pelajaran suatu kurikulum tidak terlepas dari pendekatan-pendekatan yang
diyakini, dan itu berkaitan dengan penggunaannya pada jenis pendidikan apa dan
pada tingkat mana. Definisi kurikulum di atas berlaku umum dari pendidikan
prasekolah sampai ke Pendidikan Tinggi. Begitu juga pendekatan-pendekatan yang
dikembangkan dalam suatu teori, misalnya, untuk pendidikan teknik dan kejuruan
pengembangan materi pelajaran mengacu pada pendekatan Competency Based
Education (CBE) atau untuk pendidikan MIPA pengembangan materi lebih mengacu
pada pengembangan kognitif. Hal ini juga berlaku untuk setiap bahan pelajaran,
termasuk materi pelajaran PBM di lingkungan Unimed.[2]
2.
Perkembangan Teori Kurikulum
Perkembangan
teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangannya.
Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890 dengan tulisan Charles dan
McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil karya Franklin Babbit tahun
1918.
Bobbit Bering
dipandang sebagai ahli kurikulum yang pertama, is perintis pengembangan praktik
kurikulum. Bobbit adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau
pekerjaan sebagai cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia
jugalah yang menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan
pekerjaan dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum.
Menurut Bobbit,
inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan manusia. Kehidupan manusia
meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama, terbentuk oleh sejumah kecakapan
pekerjaan. pendidikan berupaya mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut
dengan teliti dan sempurna. Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat
terjun dalam kehidupan sangat bermacam-macam, bergantung pada tingkatannya
maupun jenis lingkungan.
Setiap
tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan pengetahuan,
keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu merupakan
tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan pengalaman yang
harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalaman-pengalaman tersebut
itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
Werrett W.
Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit
tentang analisis kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Charters
lebih menekankan pada pendidikan vokasional.
Ada dua hal
yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters. Pertama,
keduanya setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan
masalah-masalah kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah
dalam pendidikan yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan
lain-lain. Kedua, keduanya bertolak pada asumsi bahwa
sekolah berfungsi mempersiapkan anak bagi kehidupan sebagai orang dewasa. Untuk
mencapai hal tersebut, perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan dalam
kurikulum disusun keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan lain-lain yang
diperlukan untuk dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa. Bertolak
pada hal-hal tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap dalam bentuk
yang sistematis.
Mulai tahun
1920, karena pengaruh pendidikan progresif, berkembang gerakan pendidikan yang
berpusat pada anak (child centered). Teori kurikulum berubah dari yang
menekankan pada organisasi isi yang diarahkan pada kehidupan sebagai orang
dewasa (Bobbit dan Charters) kepada kehidupan psikologis anak pada saat ini.
Anak menjadi pusat perhatian pendidikan. Isi kurikulum harus didasarkan atas
minat dan kebutuhan siswa. pendidikan menekankan kepada aktivitas siswa, siswa
belajar melalui pengalaman. Penyusunan kurikulum harus melibatkan siswa.
Perkembangan
teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis Caswell. Dalam peranannya
sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di beberapa negara bagian di Amerika
Serikat (Tennessee, Alabama, Florida, Virginia), is mengembangkan konsep
kurikulum yang berpusat pada masyarakat atau pekerjaan (society centered) maka
Caswell mengembangkan kurikulum yang bersifat interaktif. Dalam pengembangan
kurikulumnya, Caswell menekankan pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi
dalam menentukan kurikulum, menentukan struktur organisasi dari penyusunan
kurikulum, dalam merumuskan pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih
isi, menentukan kegiatan belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan
sebagainya.
Teori kurikulum dapat ditinjau dari dua fungsi pokok, yaitu:
1.
Sebagai alat
dan kegiatan intelektual untuk memahami pengalaman belajar peserta didik dalam
proses pembelajaraan yang dibantu oleh disiplin ilmu social lainnya. Dalam
fungsi ini tidak digunakan data-data empiris. Teori kurikulum bukan menjadi
acuan dalam implementasi teori kurikulum (praktik pembelajaraan). Fungsi
pertama ini lebih banyak memfokuskan keunikan dan kebebasaan individu serta
kegiatan-kegiatan yang bersifat temporer. Implementasi kurikulum hanya sebagai
upaya dan tanggung jawab moral, bukan sebagai masalah teknis. Tujuan teori
kurikulum adalah mengembangkan, menilai, dan memilih konsep-konsep tentang
kurikulum sehingga dapat melahirkan gagasan baru tentang kurikulum.
2.
Sebagai
suatu strategi atau metode untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan berdasarkan
data-data empiris. Fungsi kedua ini lebih banyak menganalisis hubungan antara
teori dengan praktik.
Teori kurikulum harus dapat memberikan
konstribusi yang signifikan bagi para pengembang kurikulum untuk penyusunan
konsep tentang situasi pendidikan yang mereka hadapi, sehingga dapat membantu
mereka untuk menjawab persoalan dan tantangan yang ada. Teori kurikulum dapat
dilihat dari empat aspek penting, yaitu:
1)
Hubungan
antara kurikulum dengan berbagai faktor yang dapat meningkatkan efektivitas dan
efesiensi kurikulum.
2)
Hubungan
antara kurikulum dengan struktur kompetensi (pengetahuan, keterampilan, sikap,
dan nilai-nilai) yang harus dikuasai oleh peserta didik.
3)
Hubungan
antara kurikulum dengan komponen-komponen kurikulum itu sendiri seperti tujuan,
isi/materi, metode dan evaluasi.
4)
Hubungan
antara kurikulum dengan pembelajaran.
Dalam mengembangkan teori kurikulum
sebagai disiplin ilmu, harus diiperhatikan hai-hal sebagai berikut:
a.
Menggunakan
bahasa yang tepat dan ilmiah agar lebih bersifat objektif dan bukan persuasif;
b.
Prinsip-prinsip
dan metode baru dan yang lebih efektif;
c.
Peran teori
dari disiplin ilmu lain dalam kurikulum;
d.
Konstribusi
teori kurikulum terhadap peningkatan mutu pendidikan, dan
e.
Keseimbangan
antara teori dan praktik.
Teori dan praktik merupakan dua
kutub yang berbeda, tetapi ada dalam suatu kesatuan. Teori tanpa praktik adalah
pincang, sedangkan teori tanpa prakti adalah buta. Teori diharapkan dapat
memperbaiki praktik, dan hasil praktik dapat mempebaiki teori. Dengan demikian,
antara teori dan praktik harus saling memperbaiki.[3]
Miller & Seller (1985)
mengemukakan bahwa suatu kurikulum tetap berada di salah-satu dari tiga posisi,
yaitu posisi transmisi (transmission), transaksi (transaction), transformasi
(transformation). Ketiga posisi ini mempunyai ciri-ciri tersendiri, sesuai
dengan alur paradigmanya.
C.
Posisi
Transmisi.
1.
Pengertian
Transmisi adalah psikologi behavioristik yang menekankan pada
penganalisisan kegiatan manusia untuk dapat di gunakan dalam memprediksi dan
mengntrol prilaku.
Posisi transmisi berorientasi pada paradigma atomistik, yang berakar pada
logika positivisme, dan teori behavioral psychology. Dalam posisi ini
pendidikan berfungsi untuk memindahkan fakta-fakta, keterampilan-keterampilan,
dan nilai-nilai. Secara khusus, transmisi berorientasi pada penguasaan
(mastery) subjek-subjek sekolah melalui metode pengajaran tradisional seperti
mempelajari buku pelajaran khusus, memahirkan keterampilan dasar, dan
nilai-nilai budaya dan lebih dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat.
Perilaku manusia dipandang secara mekanistik, keterampilan-keterampilan
pelajar dikembangkan melalui strategi pembelajaran khusus (orientasi belajar
berdasarkan kompetensi), yang mengutamakan cara-cara penyampaikan
keterampilan-keterampilan, pengetahuan, dan nilai-nilai yang jelas pada
pelajar.
Hasil
belajar harus ditunjukkan dalam bentuk perilaku atau unjuk kerja. Dengan
demikian tujuan kurikulum dan pengajaran dirumuskan untuk batas kemampuan
minimal yang harus dikuasai atau dicapai oleh subjek didik. Rumusan tujuan itu
harus dalam bentuk unjuk kerja yang terukur dan teramati.
Posisi
transmisi dalam pelaksanaan pendidikan saat ini tercermin dalam tiga orientasi
khusus yaitu penguasaan materi (bahan ajar), berdasarkan kompetensi, dan
transformasi budaya. Posisi ini berpusat pada orientasi subjek dan memberikan
tekanan pada penguasaan pelajar atas isi subjek.Kondisi ini, mencerminkan bahwa
penguasaan bahan ajar, belajar tuntas, pendidikan berdasarkan kompetensi,
merupakan ciri utama dalam posisi transmisi. Fokus pembahasan orientasi ini
mengacu pada pemilahan subjek ke dalam satuan-satuan kecil, sehingga pelajar
dapat menguasai keterampilan-keterampilan dan isi khusus.
Dengan
demikian, dalam konteks pendidikan kurikulum dipilah menjadi bagian-bagian yang
lebih kecil dan menggambarkan paradigma atomistik.
2.
Tujuan
Ciri utama
tujuan dalam posisi transmisi mengarah pada :
1.
Penyiapan
peran peserta didik di masyarakat.
2.
Pencapaian
tujuan dilakukan dengan memberikan tekanan pada kemampuan-kemampuan dasar dan
keterampilan berhitung dan menggabungkannya dengan nilai-nilai yang diyakini
oleh masyarakat umum.
3.
Lulusan
harus kompeten dalam keterampilan dasar dan dipersiapkan untuk menegakkan
nilai-nilai dan tradisi-tradisi yang menjadi pusat perhatian masyarakat.
Pemilihan
Isi Secara umum penentuan isi dalam posisi transmisi memperhatikan butir-butir
berikut:
1.
Isi harus
dimasukkan ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil, menjadi komponen-komponen
yang dapat ditata.
2.
dalam
wilayah kajian tertentu.
3.
Isi harus
dapat diorganisasikan berdasarkan alur pikir logis.
Pemilihan
Model Mengajar Kriteria pemilihan model mengajar dalam posisi transmisi
mencakup.
1.
Model
mengajar harus memuat komponen pengetahuan yang jelas, tujuan-tujuan yang
ringkas.
2.
Model harus
disusun agar guru mampu menyediakan arah khusus dalam mempelajari isi dan
keterampilan.
3.
Model harus
bergerak maju untuk menilai tujuan-tujuan instruksional.
Pengorganisasian
Bahan Ajar. Ruang lingkup Ruang lingkup pengorganisasi bahan ajar dalam posisi
transmisi berkisar pada materi pelajaran, disiplin ilmu, atau lapangan
pengetahuan yang lebih luas. Permasalahan utama dalam pengorganisasian bahan
ajar dan disiplin ilmu ini adalah pemilahan atau pemenggalan-pemenggalan materi
pelajaran di kelas. Salah satu upaya untuk merespon permaslahan ini dengan
merencanakan suatu lapangan yang cukup luas, dengan menggabungkan sejumlah
materi pelajaran ke dalam suatu wilayah kajian yang cukup luas.
3.
Urut-urutan
Secara umum,
dalam silabus transmisi urut-urutan materi pelajaran di tata dalam hierarkhi
yang tetap, sering bergerak dari yang sederhana ke konsep yang lebih kompleks.
Tipe ini sering digunakan untuk mengorganisasi prinsip-prinsip dalam MIPA.
Dalam kajian sosial, sejarah misalnya, selalu mengurutkannya dari waktu lampau
ke waktu dan kondisi sekarang.[4]
D.
Teori
Transaksi
Teori
transaksi adalah hubungan timbal balik siswa dengan lingkungan dengan tujuan
mencerdaskan intelegensi siswa. Teori ini menuntut siswa belajar dengan
menekankan observasi terhadap alam dan memberikan kesempatan kepada mereka
untuk mengembangkan pengalaman serta menekankan pentingnya melaksanakan problem
solving bagi para siswa.
Dalam posisi
transaksi, individu dipnadang sebagai makhluk rasional dan mampu memecahkan
masalah. Pendidikan dipandang sebagai suatu dialog antara siswa dan kurikulum
di mana siswa merekontruksi pengetahuan melalui proses dialog. Komponen atau
elemen utama dalam posisi interaksi ini adalah penekanan pada
strategi-strategi kurikulum yang memfasilitasi pemecahan masalah (orientasi
proses kognitif); aplikasi keterampilan pemecahan masalah dalam konteks sosial
secara umum dan dalam konteks proses demokratik (orientasi warga yang bersikap
demokratik); dan pengembangan keterampilan kognitif dalam disiplin-disiplin
akademis. (Miller & Seller, 1985: 7). Paradigma filosofis ilmiah dari
posisi transaksi ini adalah metode ilmiah.
Posisi
transaksi ini lebih jauh dapat ditelusuri hingga masa pencerahan
(enlightenment) dan dampaknya pada para pemikir Amerika seperti Benjamin
Framklin dan Thomas Jefferson yang tidak mengakui pandangan pendidikan Calvinis
tetapi memandangnya untuk suatu kurikulum yang diharapkan dapat mengembangkan
kemampuan intelektual siswa. Selama abad ke-19 para pembaharu pendidikan
mengususlkan terus berusaha mengembangkan pandangan pendidikan agar sekolah
meninggalkan peranan tradisional sebagai pengembang model belajar hafalan (rote
learning). Tokohnya adalah Johan Heinrich Pestalozzi. Tujuan utama pandangan
pendidikan transaksi ini adalah untuk pengembangan inteligensi anak, termasuk
melalui pemecahan masalah yang dipelopori John Dewey.
Model-model
evaluasi kurikulum pada transaksi adalah bertujuan menyediakan kerangka kerja
untuk pengembangan rancangan evaluasi serta dirancang untuk meyakinkan bahwa
semua data terkumpul dan memberika informasi yang relevan bagi pihak yang
membutuhkan.
Model-model
pengembangan kurikulum pada transaksi menurut model Robinson :
1.
Pengembangkan
pertanyaan-pertanyaan tujuan
2.
Mengembangkan
tujuan-tujuan pembelajaran yang lebih umum
3.
Mengembangkan
deskripsi-deskripsi pertumbuhan
4.
Mengembangkan
tujuan-tujuan pembelajaran khusus.
5.
Merancang
skema-skema pertumbuhan yang di kaitkan dengan model pembelajaran dan nilai
6.
Mengembangkan
bahan-bahan kurikulum tertulis.
E.
Teori
Transformasi
1. Pengertian transformasi
Transformasi adalah semua
phenomena bagian dari keseluruhan yang saling berhubungan.
Sedangkan menurut Weinstein dan fentini, model pengembangan kurikulum pada
transforamasi meliputi : identivikasi peserta didik sebagai focus utama
kurikulum. Memastikan minat dan kebutuhan peserta didik, mendiagnosis
alasan-alasan minat dan kebutuhan peserta didik, mengembangkan tujun-tujuan
sesuai konsen peserta didik, pengembangan tema untuk pengorganisasian materi,
serta menyeleksi materi yang akan dijadikan sarana pencapaian tujuan.
Belajar Teori
Transformasional awalnya dikembangkan oleh Jack Mezirow digambarkan sebagai
"konstruktivis, orientasi yang memegang bahwa pelajar cara menafsirkan dan
menafsirkan pengalaman indrawi mereka adalah, pusat membuat makna dan karenanya
belajar" (Mezirow, 1991). Belajar Teori Transformasional awalnya
dikembangkan oleh Jack Mezirow digambarkan sebagai "konstruktivis,
orientasi Yang memegang bahwa cara menafsirkan pelajar murah menafsirkan
Pengalaman indrawi mereka adalah, Pusat cara membuat Makna murah karenanya
belajar" (Mezirow, 1991). Teori ini memiliki dua jenis dasar belajar:
belajar instrumental dan komunikatif. Teori ini memiliki doa Jenis Dasar
belajar: belajar instrumen murah komunikatif.
Instrumental belajar
berfokus pada belajar melalui berorientasi tugas pemecahan masalah dan
penentuan hubungan sebab dan akibat. Instrumental belajar berfokus pada belajar
melalui berorientasi Tugas pemecahan Masalah penentuan hubungan sebab murah
murah Akibat.
Komunikatif belajar
bagaimana individu berkomunikasi melibatkan perasaan mereka, kebutuhan dan
keinginan belajar bagaimana Komunikatif individu berkomunikasi melibatkan
perasaan mereka, kebutuhan murah keinginan.
Struktur makna
(perspektif dan skema) adalah komponen utama dari teori ini. Struktur Makna
(Perspektif murah skema) adalah Komponen Utama Dari teori ini. Perspektif makna
yang didefinisikan sebagai "set luas dari kecenderungan yang dihasilkan
dari asumsi psychocultural yang menentukan cakrawala harapan kita" (Mezirow,
1991). Perspektif Makna Yang didefinisikan sebagai "seperangkat
kecenderungan Luas Dari Yang dihasilkan Dari asumsi psychocultural Yang
menentukan Cakrawala Harapan Kita" (Mezirow, 1991). Mereka dibagi menjadi
3 set kode: kode sosiolinguistik, kode psikologis, dan kode epistemis. Mereka
dibagi menjadi 3 set kode: Kode sosiolinguistik, Kode psikologis, murah Kode
epistemis. Sebuah skema yang berarti adalah "konstelasi konsep, keyakinan,
penilaian, dan perasaan yang membentuk interpretasi tertentu" (Mezirow,
1994, 223). Sebuah skema Yang Berarti adalah "konstelasi horee, keyakinan,
Penilaian, murah perasaan Yang membentuk interpretasi tertentu" (Mezirow,
1994, 223).
Struktur makna yang
dipahami dan dikembangkan melalui refleksi. Mezirow menyatakan bahwa
"refleksi melibatkan kritik asumsi untuk menentukan apakah keyakinan,
sering diperoleh melalui asimilasi budaya di masa kecil, tetap fungsional bagi
kita sebagai orang dewasa" (Mezirow, 1991). Struktur Makna Yang
dikembangkan melalui dipahami murah refleksi Mezirow menyatakan bahwa
"refleksi melibatkan Kritik menentukan apakah asumsi untuk keyakinan,
sering diperoleh melalui asimilasi Budaya di Masa Kecil, Tetap fungsional BAGI
Kita sebagai Orang dewasa" (Mezirow, 1991) .
Refleksi ini mirip dengan
pembicaraan pemecahan masalah dan Mezirow tentang bagaimana kita
"merenungkan isi dari masalah, proses pemecahan masalah, atau premis
masalah" (Mezirow, 1991). Refleksi ini mirip pembicaraan dengan pemecahan
Masalah murah Mezirow tentang bagaimana Kita "merenungkan isi Dari Masalah,
proses pemecahan Masalah, atau premis Masalah" (Mezirow, 1991). Melalui
refleksi ini kita mampu memahami diri sendiri lebih banyak dan kemudian
mengerti belajar kita lebih baik. Merizow juga mengajukan bahwa ada empat cara
belajar.
Melalui refleksi ini Kita
Mampu memahami Diri sendiri banyak Lebih murah kemudian mengerti Lebih Baik
Kita belajar. Merizow juga mengusulkan bahwa ada cara belajar Empat. Mereka
adalah "dengan mempersempit atau mengelaborasi makna skema kami, belajar
skema makna baru, mengubah skema makna, dan mengubah perspektif yang
berarti" (Mezirow, 1991). Mereka adalah "Dengan mempersempit atau
mengelaborasi Makna Kami skema, skema Makna belajar baru, mengubah skema Makna,
murah mengubah Perspektif Yang Berarti" (Mezirow, 1991). Teori asli
Mezirow telah dielaborasi oleh orang lain, terutama Cranton (1994; 1997) dan
Boyd (1991).
Teori ini memiliki
kesamaan dengan teori-teori pembelajaran orang dewasa lain seperti andragogy
(Knowles), pengalaman pembelajaran (Rogers), dan Cross. Teori asli Mezirow
Telah dielaborasi oleh Orang lain, terutama Cranton (1994; 1997). Dan Boyd
(1991) Teori ini kesamaan teori-teori dengan lain Dari Orang dewasa
pembelajaran seperti andragogy (Knowles), Pengalaman belajar (Rogers), Palang
murah.
Teori Belajar transformatif
difokuskan pada pembelajaran orang dewasa, terutama dalam konteks pasca-sekolah
menengah pendidikan (misalnya, Craig et al, 2001;. Raja, 2002). Belajar teori
pembelajaran transformatif difokuskan pada Orang dewasa, terutama Dalam,
konteks pasca-sekolah menengah Pendidikan (misalnya, Craig et al, 2001;. Raja,
2002). Taylor Taylor (2007) memberikan ringkasan dari studi penelitian tentang
teori. (2007) memberikan ringkasan. Dari Studi Penelitian tentang teori.
Contoh:
Menerapkan teori
transformatif untuk evaluasi kurikulum, satu mencari bukti refleksi kritis
dalam hal konten, proses dan premis. Menerapkan teori transformatif untuk
Evaluasi Kurikulum, Satu Bukti mencari refleksi Kritis Dalam, Hal Konten,
proses murah premis. Refleksi isi terdiri dari pemetaan kurikuler dari
mahasiswa dan perspektif fakultas; refleksi proses berfokus pada praktek
terbaik, sastra berbasis indikator dan self-efficacy tindakan; refleksi premis
akan mempertimbangkan baik isi dan refleksi proses untuk mengembangkan
rekomendasi.
Refleksi isi terdiri Dari
Pemetaan kurikuler mahasiswa Dari Perspektif Fakultas murah; refleksi proses
berfokus pada Praktek Terbaik, sastra berbasis Indikator murah self-efficacy
tindakan; refleksi premis Akan Baik mempertimbangkan isi murah refleksi proses
untuk mengembangkan Rekomendasi.
Prinsip:
1. Dewasa menunjukkan dua jenis pembelajaran:
instrumental (misalnya, penyebab / efek)) dan komunikatif (misalnya, perasaan)
Pameran dewasa doa Jenis pembelajaran: instrumental (misalnya, penyebab / Efek))
Dan komunikatif (misalnya, perasaan)
2. Belajar melibatkan perubahan struktur makna
(perspektif dan skema). Belajar melibatkan perubahan Struktur Makna (Perspektif
murah skema).
3. Ubah ke struktur yang berarti terjadi melalui refleksi
tentang konten, proses atau tempat. Ubah ke Struktur Yang Berarti terjadi
melalui refleksi tentang Konten, proses atau Tempat.
4. Pembelajaran dapat melibatkan: penyulingan /
menguraikan skema yang berarti, belajar skema baru, mengubah skema, atau
mengubah perspektif. Pembelajaran dapat melibatkan: penyulingan / menguraikan
skema Yang Berarti, belajar skema baru, mengubah skema, atau mengubah
Perspektif.
BAB III
SIMPULAN
Secara umum teori merupakan suatu
set atau system pernyataan (a set of statement) yang menjelaskan serangkaian
hal.
Teori merupakan suatu perangkat
pernyataan yang bertalian satu sama lain, yang di susun sedemikian rupa
sehingga memberikan makna yang fungsional terhadap serangkaian kejadian.
Kurikulum adalah seperangkat materi
yang akan di ajarkan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan yang di
harapkan sehingga Teori kurikulum merupakan serangkaian konsepsi yang
berhubungan konsep-konsep pendidikan yang berusaha menjelaskan secara
sistematis, perspektif terhadap kurikulum.
Transmisi adalah psikologi
behavioristik yang menekankan pada penganalisisan kegiatan manusia untuk dapat
di gunakan dalam memprediksi dan mengntrol prilaku. Posisi transmisi
berorientasi pada paradigma atomistik, yang berakar pada logika positivisme,
dan teori behavioral psychology.
Teori transaksi adalah hubungan
timbale balik siswa dengan lingkungan dengan tujuan mencerdaskan intelegensi
siswa.
Transformasi adalah semua phenomena bagian dari keseluruhan yang saling
berhubungan. Belajar Teori Transformasional awalnya dikembangkan oleh Jack Mezirow
digambarkan sebagai "konstruktivis, orientasi yang memegang bahwa pelajar
cara menafsirkan dan menafsirkan pengalaman indrawi mereka adalah, pusat membuat
makna dan karenanya belajar" (Mezirow, 1991).
Teori Belajar transformatif difokuskan pada pembelajaran orang dewasa,
terutama dalam konteks pasca-sekolah menengah pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Nana Syaodih sukadinata 2010, pengembangan kurikulum, bandung PT.
Remaja Rosdakarya.
Drs. Zainal Arifin, M.Pd, 2011, Konsep dan Model
Pengembangan Kurikulum,. Bandung PT. Remaja Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar asalkan dengan bahasa yang sopan..ok??