BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Konsumen, bagaimana dengan perkiraan
konsumen yang akan membeli produk kita? Berapa prakiraan konsumen yang akan
menggunakan produk ini jika kita lakukan plan A? bagaimana jika plan B kita
terapkan? Apakah ada bentuk penanggulangan jika plan A maupun plan B tidak
berhasil dilaksanakan?” itulah kalimat-kalimat gundah yang seringkali terdengar
di kalangan para pebisnis maupun wirausahawan yang sedang menapaki ranah
perdagangan barang dan jasa dalam sebuah rapat perencanaan strategis mereka di
bidang pemasaran.
Tak diragukan lagi, sasaran dari pebisnis
dan wirausahawan tersebut ialah untuk dapat menjaring konsumen
sebanyak-banyaknya agar dapat menggunakan atau membeli produk mereka.
Berbagai cara telah dilakukan oleh
pebisnis dan wirausahawan untuk dapat menaikkan rating penjualan atas produk
mereka, ada sebagian yang berhasil menarik simpati para konsumen. Namun tidak
sedikit pula dari mereka yang akhirnya menemukan kegagalan dalam perencanaan
strategi marketing mereka dan terpuruk akibat sedikitnya minat konsumen
terhadap produk mereka.
Lalu bagaimana sekarang? permasalahannya
ialah, apa yang menyebabkan mereka menjadi gagal dalam memasarkan produk
mereka? Mengapa mereka bisa gagal?
Jawaban dari pertanyaan diatas merupakan
satu pertanyaan lagi yang memang sudah menjadi pertanyaan klasik di dunia
perdagangan barang & jasa. Pertanyaan tersebut ialah bagaimana cara agar
konsumen mau dan tertarik untuk membeli produk dari para pebisnis maupun
wirausahawan tersebut?
Memang terlihat sedikit lucu dikarenakan
untuk menjawab sebuah pertanyaan kita dihadapkan pada pertanyaan lagi. Namun,
menurut kami itulah solusi terbaik yang dapat diambil untuk memecahkan
kendala-kendala yang dihadapi ketika sebuah stategi marketing gagal dijalankan.
Hal inilah yang mendasari kelompok kami
untuk melakukan analisa masalah dalam bentuk makalah terhadap perilaku konsumen
di era globalisasi seperti saat ini.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas,
maka kami dapat mengidentifikasikan masalah yakni sebagai berikut :
-
Bagaimana cara memahami perilaku konsumen tentang pandangannya akan suatu
produk yang ada?
- Pendekatan-pendekatan apa saja yang
sebaiknya dilakukan agar kita dapat memahami seluk beluk perilaku konsumen?
C. Maksud & Tujuan Penulisan
Maksud dan tujuan dari penulisan kami ini
ialah untuk mengetahui kecenderungan perilaku konsumen dalam menyikapi suatu
produk dan juga untuk mengetahui cara dan metode terbaik dalam pemahaman akan
perilaku konsumen itu sendiri sehingga para pebisnis dan juga wirausahawan
dapat menerapkan strategi terbaik dalam pemasaran produk mereka agar diminati
oleh konsumen.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Asumsi Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen
merupakan suatu proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan
pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan
jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan.
Perilaku konsumen
merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian.
Untuk barang berharga jual rendah (low involvement) proses pengambilan
keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi
(high involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan
yang matang.
Perilaku konsumen adalah aktivitas
seseorang saat mendapatkan, mengkonsumsi, dan membuang barang atau jasa (Blackwell,
Miniard, & Engel, 2001). perilaku konsumen sendiri dapat di definisikan
sebagai interaksi dinamis dari pengaruh dan kesadaran, perilaku, dan lingkungan
dimana manusia melakukan pertukaran aspek hidupnya. Dengan kata lain perilaku
konsumen mengikutkan pikiran dan perasaan yang dialami manusia dan aksi yang
dilakukan saat proses konsumsi.
Perilaku konsumen menitikberatkan pada
aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi dari individu. Perilaku konsumen
berhubungan dengan alasan dan tekanan yang mempengaruhi pemilihan, pembelian,
penggunaan, dan pembuangan barang dan jasa yang bertujuan untuk memuaskan
kebutuhan dan keinginan pribadi.
Berdasarkan definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses
pengambilan keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa
ekonomi yang selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu.
Menurut Handi Irawan, Perilaku Konsumen
Indonesia dikategorikan menjadi sepuluh, yaitu :
1.
Berpikir jangka pendek (short term perspective), ternyata sebagian besar
konsumen Indonesia hanya berpikir jangka pendek dan sulit untuk diajak berpikir
jangka panjang, salah satu cirinya adalah dengan mencari yang serba instant.
2. Tidak terencana (dominated by unplanned
behavior). Hal ini tercermin pada kebiasaan impulse buying, yaitu membeli
produk yang kelihatan menarik (tanpa perencanaan sebelumnnya).
3. Suka berkumpul. Masyarakat Indonesia mempunnyai
kebiasaan suka berkumpul (sosialisasi). Salah satu indicator terkini adalah
situs social networking seperti Facebook dan Twitter sangat diminati dan
digunakan secara luas di Indonesia.
4.
Gagap teknologi (not adaptive to high technology). Sebagian besar konsumen
Indonesia tidak begitu menguasai teknologi tinggi. Hanya sebatas pengguna
biasa dan hanya menggunakan fitur yang umum digunakan kebanyakan pengguna lain.
5.
Berorientasi pada konteks (context, not content oriented). Konsumen kita
cenderung menilai dan memilih sesuatu dari tampilan luarnya. Dengan
begitu,konteks-konteks yang meliputi suatu hal justru lebih menarik ketimbang
hal itu sendiri.
6.
Suka buatan Luar Negeri (receptive to COO effect). Sebagian konsumen
Indonesia juga lebih menyukai produk luar negeri daripada produk dalam negeri,
karna bias dibilang kualitasnya juga lebih bagus dibanding produk di Indonesia
7.
Beragama(religious). Konsumen Indonesia sangat peduli terhadap isu agama.
Inilah salah satu karakter khas konsumen Indonesia yang percaya pada ajaran
agamanya. Konsumen akan lebih percaya jika perkataan itu dikemukakan oleh
seorang tokoh agama, ulama atau pendeta. Konsumen juga suka dengan produk yang
mengusung simbol-simbol agama.
8.
Gengsi (putting prestige as important motive). Konsumen Indonesia amat
getol dengan gengsi. Banyak yang ingin cepat naik “status” walau belum
waktunya. Saking pentingnya urusan gengsi ini, mobil-mobil mewah pun tetap
laris terjual di negeri kita pada saat krisis ekonomi sekalipun. Menurut Handi
Irawan D,ada tiga budaya yang menyebabkan gengsi. Konsumen Indonesia suka
bersosialisasi sehingga mendorong orang untuk pamer. Budaya feodal yang masih
melekat sehingga menciptakan kelas-kelas sosial dan akhirnya terjadi
“pemberontakan” untuk cepat naik kelas. Masyarakat kita mengukur
kesuksesan dengn materi dan jabatan sehingga mendorong untuk saling pamer.
9.
Budaya lokal (strong in subculture). Sekalipun konsumen Indonesia gengsi
dan menyukai produk luar negeri, namun unsur fanatisme kedaerahan-nya
ternyata cukup tinggi. Ini bukan berarti bertentangan dengan hukum perilaku
yang lain.
10. Kurang peduli lingkungan (low consciousness towards environment). Salah satu
karakter konsumen Indonesia yang unik adalah kekurangpedulian mereka terhadap
isu lingkungan. Tetapi jika melihat prospek kedepan kepedulian konsumen
terhadap lingkungan akan semakin meningkat, terutama mereka yang tinggal di
perkotaan begitu pula dengan kalangan menengah atas relatif lebih mudah paham
dengan isu lingkungan. Lagi pula mereka pun memiliki daya beli terhadap harga
premium sehingga akan lebih mudah memasarkan produk dengan tema ramah
lingkungan terhadap mereka.
B. Pendekatan
Perilaku Konsumen
Teori tingkah laku konsumen dapat
dibedakan dalam dua macam pendekatan yaitu:
1. Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal
2. Pendekatan
nilai guna Ordinal
Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal
Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal
atau sering disebut dengan teori nilai subyektif : dianggap manfaat atau
kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara kuantitif /
dapat diukur, dimana keseimbangan konsumen dalam memaksimumkan kepuasan atas
konsumsi berbagai macam barang, dilihat dari seberapa besar uang yang
dikeluarkan untuk membeli unit tambahan dari berbagai jenis barang akan
memberikan nilai guna marginal yang sama besarnya. Oleh karena itu keseimbangan
konsumen dapat dicari dengan pendekatan kuantitatif.
- Kepuasan
seorang konsumen dalam mengkonsumsi suatu barang dapat diukur dengan satuan
kepuasan. Misalnya: mata uang.
- Setiap
tambahan satu unit barang yang dikonsumsi akan menambah kepuasan yang diperoleh
konsumen tersebut dalam jumlah tertentu.
Kepuasan marginal (marginal utility).
Tambahan kepuasan yang diperoleh dari penambahan jumlah barang yang dikonsumsi.
Hukum tambahan kepuasan yang semakin menurun (The Law of Diminishing Marginal
Utility). Besarnya kepuasan marginal akan selalu menurun dengan bertambahnya
jumlah barang yang dikonsumsi secara terus menerus.
Pendekatan nilai guna ordinal
Pendekatan nilai guna ordinal atau sering
juga disebut analisis Kurva indeference : manfaat yang diperoleh masyarakat
dari mengkonsumsikan barang-barang tidak kuantitif / tidak dapat diukur.
Pendakatan ini muncul karena adanya keterbatasan - keterbatasan yang ada pada
pendekatan cardinal, meskipun bukan berarti pendekatan cardinal tidak memiliki
kelebihan.
Kelemahan pendekatan ordinal
Kepuasan konsumen dari mengkonsumsi barang
dapat diukur dengan satuan kepuasan. Pada kenyataannya pengukuran semacam ini
sulit dilakukan.
Persamaan kardinal dan ordinal
Persamaan cardinal dan ordinal yaitu
sama-sama menjelaskan tindakan konsumen dalam mengkonsumsi barang-barang yang
harganya tertentu dengan pendapatan konsumen yang tertentu pula agar konsumen
mencapai tujuannya (maximum utility).
Perbedaan kardinal dan ordinal
Nilai guna (Utility) Kardinal menganggap
bahwa besarnya utility dapat dinyatakan dalam bilangan/angka. Sedangkan
analisis ordinal besarnya utility dapat dinyatakan dalam bilangan / angka.
Analisis cardinal mengunakan alat analisis yang dinamakan marginal utiliy(pendekatan
marginal). Sedangkan analisis ordinal menggunakan analisis indifferent curve
atau kurva kepuasan sama.
C. Konsep
Elastisitas
Dalam ilmu ekonomi, elastisitas adalah perbandingan perubahan
proporsional dari sebuah variabel dengan perubahan variable lainnya. Dengan
kata lain, elastisitas mengukur seberapa besar besar kepekaan atau reaksi
konsumen terhadap perubahan harga. Elastisitas juga merupakan salah satu
konsep penting untuk memahami beragam permasalahan di bidang ekonomi. Konsep elastisitas sering
dipakai sebagai dasar analisis ekonomi,
seperti dalam menganalisis permintaan,
penawaran, penerimaan pajak, maupun distribusi
kemakmuran.
·
Elastisitas Harga Permintaan (Price
Elasticity of Demand) adalah tingkat perubahan permintaan terhadap barang/jasa,
yang diakibatkan perubahan harga barang/jasa tersebut. Besar atau kecilnya
tingkat perubahan tersebut dapat diukur dengan angka-angka yang disebut
koefisien elastisitas.
·
Elastisitas Silang (Cross Elasticity)
menunjukkan hubungan antara jumlah barang yang diminta terhadap perubahan harga
barang lain yang mempunyai hubungan dengan barang tersebut. Hubungan tersebut
dapat bersifat pengganti, dapat pula bersifat pelengkap. Terdapat tiga macam
respons prubahan permintaan suatu barang.
1. Elastisitas silang positif
Peningkatan harga barang A menyebabkan
peningkatan jumlah permintaan barang B. Sebagai contoh, peningkatan harga kopi
meningkatkan permintaan terhadap teh. Kopi dan teh merupakan dua barang yang
dapat saling menggantikan (barang substitutif).
2.
Elastisitas silang negatif
Peningkatan harga barang A mengakibatkan
turunnya permintaan barang B. Sebagai contoh, peningkatan harga bensin
mengakibatkan penurunan permintaan terhadap kendaraan bermotor. Kedua barang
tersebut bersifat komplementer (pelengkap).
3.
Elastisitas silang nol
Peningkatan harga barang A tidak akan
mengakibatkan perubahan permintaan barang B. Dalam kaus semacam ini, kedua
macam barang tidak saling berkaitan. Sebagai contoh, kenaikan harga kopi tidak
akan berpengaruh terhadap permintaan kendaraan bermotor.
·
Elastisitas pendapatan
Elastisitas pendapatan adalah suatu perubahan (peningkatan/penurunan)
daripada pendapatan konsumer yang akan berpengaruh terhadap permintaan berbagai
barang, besarnya pengaruh perubahan tersebut diukur dengan apa yang di sebut
elistisitas pendapatan
CONTOH KASUS
Sebagai contoh kasus, dalam diskusi kali
ini kelompok kami akan mengangkat tema tentang blackberry vs android sebagai
acuan (contoh nyata) konsumenisme di masyarakat.
Alasan mengapa kami mengangkat tema ini
adalah karena melihat dari sisi melonjaknya permintaan terhadap sebuah alat
komunikasi yang bersangkutan dengan persaingan pemasaran. Tidak dipungkiri
memang kedua produk tersebut adalah produk yang sedang booming di masyarakat
terutama pada kalangan remaja. Terdapat
beberapa perbandingan yang signifikan, mungkin baik di sisi aplikasi maupun
sisi kelebihannya untuk membantu proses kegiatan berkomunikasi dengan orang di
seluruh penjuru dunia.
Produk Blackberry
Peminat ponsel Blackberry memang sekarang sedang
tinggi-tingginya. Produk asal Kanada ini
memang terbukti ampuh dalam merebut pasar dunia. Di Indonesia pun ponsel merek ini mampu membuat trend
di kalangan masyarakat. Dari kalangan artis, pejabat, bahkan masyarakat biasa
pun banyak menjadi pengguna ponsel Blackberry.
Tapi dari begitu populernya Blackberry di
mata masyarakat, apakah anda tahu kelebihan dan kekurangan ponsel Blackberry?
Untuk itu kami ingin menjelaskan apa
sebenarnya kelebihan Blackberry dan apa Kelemahannya. Agar kita tidak hanya mengikuti arus, namun
biarlah kebutuhan menjadi pertimbangan dalam memutuskan apakah Blackberry
benar-benar menjadi kebutuhan dan solusi bagi anda.
Produk android
Hadirnya ponsel android di Indonesia
mampu menarik banyak minat masyarakat khususnya dikalangan remaja untuk
berbondong-bondong mencoba produk baru ini. Karena banyaknya aplikasi di
android yang menawarkan sesuatu yang berbeda di banding produk sebelumnya.
Biasanya produk ini dipakai oleh kalangan gamers. Android membuat gebrakan baru
dengan banyaknya versi dan penambahan aplikasi yang semakin canggih dan diminati.
Produk ini diperkirakan bisa di sejajarkan dengan aplikasi yang terdapat di
dalam produk Blackberry.
Keunggulan dan kelemahan Blackberry dan
Android
1.
Performance
Blackberry : Cepat dan stabil. Namun terkadang sering terjadi phone-hang
yang mengharuskan Anda mengeluarkan baterai dari tempatnya dan yang paling
merepotkan adalah proses re-boot yang menghabiskan waktu sekitar 3-8 menit.
Android: Sangat cepat. Belum ada keluhan tentang phone-hang yang
mengharuskan baterai di keluar secara paksa dari tempatnya, kecuali jika
menggganti SIM card. Proses re-boot berlangsung cepat.
2. Baterai
Blackberry : Umur baterai BB memang luar biasa. Ya, wajar saja karena BB
tidak banyak melakukan proses berbagai aplikasi seperti pada Android.
Android : Tergolong boros, terkadang bisa sampai satu hari. Namun harus
diingat bahwa ponsel Android memakai baterai untuk banyak hal. Contohnya jika
Anda memakai ponsel Android untuk browsing web atau melihat video sampai dengan
1 jam, pastinya membutuhkan daya baterai lebih. Dan, bisakah BlackBerry
melakukan hal yang sama selama itu?
3. Email
Blackberry : Email pada BB memang menjadi andalan RIM. Gmail pada BB pun
telah dioptimalkan fungsinya, tapi tentu saja tidak sebaik pada Android.
Android : Apa yang Anda ragukan dari Gmail buatan Google yang dijalankan
pada Android yang juga buatan Google?
4. User Interface (UI)
Blackberry : Membosankan.
Android : Anda bahkan tidak akan merasa lelah untuk menjelajah setiap sudut
ponsel Android. Dijamin.
5. Web Browsing
Blackberry : Sangat melelahkan karena Anda harus mengakui itu.
Android : Disinilah letak kelebihan Android. Android menjadi pemenang jika
dibandingkan dengan semua mobile OS. Jika membandingkan web browsing pada
Android dengan Blackberry, seperti siang dan malam saja. Jauh berbeda.
6. Aplikasi
Blackberry : Blackberry memang memiliki segudang aplikasi, tapi di saat
yang sama iPhone juga semakin jauh meninggalkan Blackberry. Jadi lebih baik
melihat apa yang bisa dilakukan Blackberry untuk menyusul ketertinggalannya di
belakang iPhone OS dan Android.
Android : Semakin banyak aplikasi yang dulunya hanya ada di iOS, kini sudah
ada versi Android-nya. Pesaing sebenarnya dari Android adalah iPhone, bukan
Blackberry
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perilaku konsumen adalah
proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan,
pembelian, penggunaan, serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi
kebutuhan dan keinginan.
Perilaku konsumen
merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian.
Untuk barang berharga jual rendah (low involvement) proses pengambilan
keputusan dilakukan dengan mudah, sedangkan untuk barang berharga jual tinggi
(high involvement) proses pengambilan keputusan dilakukan dengan pertimbangan
yang matang.
Perilaku konsumen sendiri dapat di
definisikan sebagai interaksi dinamis dari pengaruh dan kesadaran, perilaku,
dan lingkungan dimana manusia melakuk.an pertukaran aspek hidupnya. Dalam kata
lain perilaku konsumen mengikutkan pikiran dan perasaan yang dialami manusia
dan aksi yang dilakukan saat proses konsumsi
DAFTAR PUSTAKA
Referensi :
Mangkoesoebroto, Guritno, 1993, ”Ekonomi
Publik,” Yogyakarta: BPFE
Rosen, Harvey S., 1999, ”Public Finance,”
5th ed, United States: McGraw-Hill Companies
Sudarman, Ari, 2000, ”Teori Ekonomi
Mikro,” Buku 1, Yogyakarta: BPFE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar asalkan dengan bahasa yang sopan..ok??