BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Integrasi atau sering banyak digunakan
dengan sebulan kecerdasan, merupakan suatu karunia yg dimiliki individu untuk
mengembangkan dan mempertahankan hidupnya, serta bagaimana ia berusaha
menghambakan dirinya kepada PenciptaNya.
Ketika baru lahir seorang anak sudah mempunyai kecerdasan, hanya sangat bergantung pada orang lain untuk memenuhi perkembangan hidupnya. Dalam perkembangannya anak makin meningkatkan berbagai kemampuan untuk mengurangi ketergantungan dirinya pada orang lain dan berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Perkembangan intelek sering juga dikenal di dunia psikologi maupun pendidikan dengan istilah perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif manusia merupakan proses psikologis yang didalamnya melibatkan proses memperoleh, menyusun dan mengunakan pengetahuan serta kegiatan mental seperti berfikir, menimbang, mengamati, mengingat, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan memecahkan persolan yang berlangsung melalui interaksi dengan lingkungan.
Ketika baru lahir seorang anak sudah mempunyai kecerdasan, hanya sangat bergantung pada orang lain untuk memenuhi perkembangan hidupnya. Dalam perkembangannya anak makin meningkatkan berbagai kemampuan untuk mengurangi ketergantungan dirinya pada orang lain dan berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
Perkembangan intelek sering juga dikenal di dunia psikologi maupun pendidikan dengan istilah perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif manusia merupakan proses psikologis yang didalamnya melibatkan proses memperoleh, menyusun dan mengunakan pengetahuan serta kegiatan mental seperti berfikir, menimbang, mengamati, mengingat, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan memecahkan persolan yang berlangsung melalui interaksi dengan lingkungan.
Kecerdasan (intelegensi) individu
berkembang sejalan dengan interaksi antara aspek perkembangan yang satu dengan
aspek perkembangan yang lainnya dan antara individu yang satu dengan individu
yang lainnya begitu juga dengan alamnya. Maka dengan itu individu mempunyai
kemampuan untuk belajar dan meningkatkan potensi kecerdasan dasa yang dimiliki.
B. Indentifikasi Masalah
Dalam pembahasan dan pembelajaran
mengenai perkembangan peserta didik kali ini, kami dituntut untuk membuat
makalah dengan tujuan memperdalam pengetahuan mengenai peserta didik itu
sendiri.
Di
dalam perkembangan peserta didik ada 10 judul yang akan dibahas yaitu:
1.
Remaja dan perkembangannya
2. Pertumbuhan fisik
3. Perkembangan intelegensi
4. Perkembangan kreatifitas
5. Perkembangan emosi
6. perkembangan bakat khusus
7. Perkembangan hubungan sosial
8. Perkembangan kemandirian
9. Perkembangan bahasa
10. Perkembangan nilai moral dan sikap
Berhubungan karena waktu dan biaya yang tidak mencukupi, maka dari itu kami akan membahas mengenai “Perkembangan Intelegensi”.
2. Pertumbuhan fisik
3. Perkembangan intelegensi
4. Perkembangan kreatifitas
5. Perkembangan emosi
6. perkembangan bakat khusus
7. Perkembangan hubungan sosial
8. Perkembangan kemandirian
9. Perkembangan bahasa
10. Perkembangan nilai moral dan sikap
Berhubungan karena waktu dan biaya yang tidak mencukupi, maka dari itu kami akan membahas mengenai “Perkembangan Intelegensi”.
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui apa sebenarnya yang
dimaksud dengan intelegensi dan hubungan intelegensi dengan tingkah laku.
2. Mengetahui karakteristik perkembangan
intelegensi dan fakto-faktor yang mempengaruhi perkembagan intelegensi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. INTELEGENSI
Perkembangan Intelegensi
Dalam
pembahasan tentang perkembangan kognitif anak usia sekolah, masalah kecerdasan
atau intelegensi mendapat banyak perhatian dikalangan psikolog. Hal ini adalah
karena intelegensi telah dianggap sebagai suatu norma yang menentukan
perkembangan kemampuan dan pencapaian optimal hasil belajar anak di sekolah.
Dengan mengetahui intelegensinya, seorang anak dapat dikategorikan sebagai anak
yang pandai/cerdas (genius), sedang, atau bodoh (idiot).
1. Pengertian Intelegensi
Intelegensi
berarti kecerdasan. Intelegensi adalah kemampuan untuk memperoleh berbagai
informasi abstrak, menalar serta bertindak secara efisien dan efektif.
Intelegensi juga bisa diartikan sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah
atau produk yang dinilai di dalam satu atau lebih latar budaya. Pola
intelegensi yang berbeda menyatukan perwakilan mental yang berfokus pada
perbedaan individual. Intelegensi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk
berpikir dan bertindak secara terarah, serta kemampuan mengalahkan menguasai
lingkungan secara efektif (Baharuddin, 2009 : 116).
Intelegensi
merupakan sebuah konsep abstrak yang sulit didefinisikan secara memuaskan.
Hingga sekarang, masih belum dijumpai sebuah definisi tentang intelegensi yang
dapat diterima secara universal. Meskipun demikian, dari sekian banyak definisi
tentang intelegensi yang dirumuskan oleh para ahli, secara umum dapat
dimasukkan ke dalam salah satu dari tiga klasifikasi berikut :
1.
Kemampuan menyesuaikan diri dengan
lingkungan, beradaptasi dengan situasi-situasi baru atau menghadapi situasi-situasi
yang sangat beragam
2.
Kemampuan untuk belajar atau kapasitas
untuk menerima pendidikan
3.
Kemampuan untuk berpikir secara abstrak,
menggunakan konsep-konsep abstrak dan menggunakan secara luas simbol-simbol dan
konsep-konsep (Phares, 1988).
Intelegensi
dapat diartikan sebagai kemampuan berfikir secara abstrak, memecahkan masalah
dengan menggunakan symbol-simbol verbal, dan kemampuan untuk belajar dari dan
menyesuaikan diri dengan pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari. Belakangan,
sejumlah psikolog memperluas pengertian intelegensi dengan memasukkan berbagai
macam dimensi bakat (seoerti bakat musik) dan keterampilan jasmani. Meskipun
demikian, diskusi-diskusi tentang intelegensi masih didominasi oleh pandangan
tradisional, yang lebih berorientasi pada dimensi pemikiran dan pemecahan
masalah, sehingga banyak standar test yang dikembangkan untuk mengukur
bentuk-bentuk intelegensi ini (Seifert & Huffnung, 1994).
Sedangkan
istilah “intelektual” menunjukkan kata intelek yang berarti “cendekiawan” atau
“cerdik pandai” Intelektual juga menunjukkan suatu aktivitas berpikir. Menurut
kamus Webster New World Dictionary of the American Language dalam Baharuddin
(2009 : 115), istilah intelect berarti:
(a)
Kecakapan untuk berpikir, mengamati, atau
mengerti, kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan
sebagainya;
(b)
Kecakapan mental yang besar; dan
(c)
Pikiran atau intelegensi. Jadi
intelegensi mengandung unsur-unsur yang sama dengan istilah “intelek”, yang
menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir dan atau bertindak.
Menurut
Baharuddin (2009 : 116), pada umur sekitar empat bulan, respon yang bersifat
reflex mulai berkurang, pemberian respon terhadap setiap rangsangan telah mulai
terkoordinasikan. Sebagai contoh, respon terhadap sinar dan warna mulai
ditunjukkan dengan gerakan pandangan mata ke arah asal rangsangan itu
dibuktikan.
2. Pengukuran
Intelegensi
Dalam
psikologi, pengukuran intelegensi dilakukan dengan menggunakan alat-alat
psikodiagnostik atau yang dikenal dengan istilah Psikotest. Hasil pengukuran
intelegensi biasanya dinyatakan dalam satuan ukuran tertentu yang dapat
menyataakan tinggi rendahnya intelegensi yang diukur, yaitu IQ (Intellegence
Quotioent).
Intelegensi pada setiap anak tidak sama. Untuk mengukur perbedaan-perbedaan kemampuan individu tersebut, para psikolog telah mengembangkan sejumlah tes intelegensi. Dalam hal ini, Alfret Binet (1857-1911), seorang dokter dan psikolog Perancis, dipandang secara luas sebagai orang yang paling berjasa dalam mempelopori pengembangan tes intelegensi ini.
Intelegensi pada setiap anak tidak sama. Untuk mengukur perbedaan-perbedaan kemampuan individu tersebut, para psikolog telah mengembangkan sejumlah tes intelegensi. Dalam hal ini, Alfret Binet (1857-1911), seorang dokter dan psikolog Perancis, dipandang secara luas sebagai orang yang paling berjasa dalam mempelopori pengembangan tes intelegensi ini.
Berawal dari
penugasannya dari Kementerian Pendidikan Perancis untuk mengembangkan suatu
metode yang dapat menentukan murid-murid mana yang memperoleh keuntungan dari
sistem pembelajaran di sekolah umum, tahun 1904 Binet bersama mahasiswanya,
Theophile Simon, mulai merancang sebuah intelegensi, yang diberi nama “Chelle
Matrique de I’inteligence” (Skala Pengukur Intelegensi). Tes dimaksudkan untuk
membedakan antara anak yang dapat mengikuti pelajaran di sekolah dengan baik
dan anak-anak yang tidak mampu menangkap pelajaran.
Tes
intelegensi yang dirancang Binet ini berangkat dari konsep usia mental (Mental
Age-MA) yang dikembangkannya. Binet menganggap anak-anak yang terbelakang
secara mental akan bertingkah dan berkinerja seperti anak-anak normal yang
berusia lebih muda. Ia megembangkan norma-norma intelegensi dengan menguji 50
orang anak-anak dari usia 3 hingga 11 tahun yang tidak terbelakang secara
mental. Anak-anak yang diduga terbelakang secara mental juga diuji, dan
performa mereka dibandingkan dengan anak-anak yang usia kronologisnya sama di
dalam sampel yang normal. Perbedaan antara usia mental (MA) dengan usia-usia
kronologis (CA) usia sejak lahir inilah yang digunakan sebagai ukuran
intelegensi. Anak yang cerdas memiliki MA di atas CA, sedangkan anak yang bodoh
memiliki MA di bawah CA.
William Stern
(1871-1938), seorang psikolog Jerman, kemudian menyempurnakan tes intelegensi
Binet dan mengembangkan sebuah istilah yang sangat populer hingga sekarang,
yaitu Inteligence Quotient (IQ). IQ menggambarkan intelegensi sebagai rasio
antara usia mental (MA) dan usia kronologis (CA), dengan rumus :
Angka 100
digunakan sebagai bilangan pengali supaya IQ bernilai 100 bila MA sama dengan
CA. Bila MA lebih kecil dari CA, maka IQ kurang dari 100. Sebaliknya, jika MA
lebih besar dari CA, maka IQ lebih dari 100. Berdasarkan hasil tes intelegensi
yang disebarkan ke sejumlah besar orang, baik anak-anak Maupun orang dewasa
dari usia yang berbeda, ditemukan bahwa intelegensi diukur dengan perkiraan
distribusi normal Binet. Distribusi normal ialah simetris dengan kasus
mayoritas yang berada di tengah-tengah rentang skor tertinggi dan skor terendah
yang tampak pada kedua titik ekstrim skor. Sebaran atau distribusi intelegensi
dari yang terendah sampai yang tertinggi, dapat dilihat pada tabel klasifikasi
IQ.
Dewasa
intelegensi tes-tes telah dipergunakan secara luas untuk menempatkan anak
sekolah ke dalam kelas atau jurusan tertentu, untuk menerima mahasiswa di suatu
perguruan tinggi, untuk menyeleksi calon pegawai negeri sipil, untuk memiliki
individu yang akan ditempatkan pada jabatan tertentu, dan sebagainya.
3.
Teori-Teori Intelegensi
Salah
satu isu penting yang menjadi perdebatan di kalangan psikolog mengenai
intelegensi adalah sifat dasar dari intelegensi itu, apakah intelegensi terdiri
atas satu kemampuan umum atau beberapa kemampuan khusus? Dalam hal ini psikolog
terbagi dalam dua kubu. Kubu pertama menganggap intelegensi sebagai suatu
kemampuan umum yang merupakan satu kesatuan. Sedangkan kubu kedua menganggap
bahwa intelegensi ditentukan oleh banyaknya kemampuan yang saling
terpisah.
a.
Charles Spearman (1863-1945)
Orang
yang berjasa mengembangkan pendekatan analisis faktor (factor analysis)
misalnya, ia percaya adanya suatu faktor intelegensi umum, atau faktor “G” yang
mendasari faktor-faktor khusus atau faktor “S” dalam jumlah yang berbeda-beda.
Orang dapat dikatakan secara umum pandai atau secara umum bodoh, tergantung
pada jumlah faktor “G” yang dimilikinya. Intelegensi seseorang mencerminkan
jumlah faktor “G” ditambah besaran bebrbagai faktor “S” yang dimiliki.
Seseorang yang harus memecahkan soal aljabar misalnya, maka yang dibutuhkan
ialah intelegensi umum orang tersebut dan pemahamannya akan berbagai rumus
serta konsep aljabar itu sendiri. Menurut Spearman, orang yang cerdas mempunyai
banyak sekali faktor umum, dan fsktor umum ini merupakan dasar dari semua
perilaku cerdas manusia, mulai dari keunggulan di sekolah sampai pada kemampuan
berlayar di laut (Myers, 1996).
Pandangan
Spearman yang lebih menekankan pada intelegensi umum tersebut ditolak oleh
Louis Thurstone (1887-1955), yang menekankan pada aspek yang terbagi-bagi dari
intelegensi. Thurstone menganggap bahwa intelegensi dapat dibagi menjadi
sejumlah kemampuan primer. Menurut Thurstone, intelegensi umum yang dikemukakan
oleh Spearman itu pada dasarnya terdiri dari 7 kemampuan primer yang dapat
dibedakan dengan jelas serta dapat digali melalui tes intelegensi, yaitu
:
1. Pemahaman
verbal (verbal comprehension), kemampuan memahami makna kata
2. Kefasihan
menggunakan kata-kata (word fluency), kemampuan memikirkan kata secara tepat
seperti penukaran huruf dalam kata, sehingga kata itu mempunyai pengertian lain
atau memikirkan kata-kata yang bersajak
3. Kemampuan
bilangan (numerical ability), kemampuan bekerja dengan angka dan melakukan
perhitungan
4. Kemampuan
ruang (spatial factor), kemampuan memvisualisasi hubungan bentuk ruang, seperti
mengenal gambar yang sama yang disajikan dengan sudut pandang yang berbeda
5. Kemampuan
mengingat (memory), kemampuan mengingat stimulus verbal
6. Kecepatan
pengamatan (perceptual speed), kemampuan menangkap rincian visual secara cepat
serta melihat persamaan dan perbedaan di antara obyek yang tergambar
7. Kemampuan
penalaran (reasoning), kemampuan menemukan aturan umum berdasarkan contoh yang
disajikan seperti menentukan bentuk keseluruhan rangkaian setelah disajikan
sebagian dari rangkaian tersebut
b.
Psikolog Howard Gardner (1983)
Mendukung
gagasan bahwa kita tidak mempunyai satu intelegensi tetapi malah memiliki
banyak intelegensi (multiple intelligence) yang berbeda antara satu sama lain.
Masing-masing intelegensi ini meliputi keterampilan-keterampilan kognitif yang
unik dan bahwa masing-masing ditampilkan di dalam bentuk yang berlebihan pada
orang-orang berbakat dan idiot (orang-orang yang secara mental terbelakang
tetapi memiliki keterampilan yang sulit dipercaya dalam bidang tertentu seperti
melukis, musik atau berhitung). Gardner juga mencatat bahwa kerusakan otak
mungkin mengurangi satu jenis kemampuan tetapi tidak pada kemampuan lain.
Gardner juga membagi intelegensi atas 7 aspek, yaitu :
1. Logical
Mathematical, kepekaan dan kemampuan mengamati pola-pola logis dan bilangan
serta kemampuan berpikir logis
2. Linguistic,
kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-kata dan keragaman fungsi-fungsi bahasa
3. Musical,
kemampuan menghasilkan dan mengekspresikan ritme, nada dan bentuk-bentuk
ekspresi music
4. Spatial,
kemampuan mempersepsi dunia ruang visual secara akurat dan melakukan
transformasi persepsi tersebut
5. Bodily
Kinesthetic, kemampuan mengontrol gerakan tubuh dan menangani obyek-obyek
secara terampil
6. Interpersonal,
kemampuan mengamati dan merespon suasana hati, temperamen dan motivasi orang
lain
7. Intrapersonal,
kemampuan memahami perasaan, kekuatan dan kelemahan intelegensi sendiri
c. Robert J. Sternberg (1988)
Teori
kontemporer tentang intelegensi berasal dari Robert J. Sternberg (1988), yang
dikenal dengan “Triarchic Theory of Intelligence.” Teori ini merupakan
perluasan dari pendekatan psikometrik dan menggabungkannya dengan ide-ide
terbaru dari riset terhadap bagaimana pemikiran terjadi. Dalam hal ini,
Sternberg menyatakan bahwa intelegensi memiliki tiga bidang, yang disebutkannya
dengan Triarchic, yaitu :
1. Intelegensi komponensial
Intelegensi komponensial berhubungan dengan komponen
berpikir yang menyerupai unsur-unsur dasar dari model pemrosesan informasi.
Komponen-komponen ini meliputi keterampilan atau kemampuan memperoleh,
memelihara atau menyimpan dan mentransfer informasi, kemampuan merencanakan,
mengambil keputusan dan memecahkan masalah serta kemampuan menerjemahkan
pemikiran-pemikiran sendiri dalam wujud performa.
2. Intelegensi eksperiensial
Intelegensi eksperiensial difokuskan pada
bagaimana pengalaman seseorang sebelum mempengaruhi intelegensi dan bagaimana
pengalaman itu difokuskan pada pemecahan masalah dalam berbagai situasi.
3. Intelegensi kontekstual
Intelegensi
kontekstual difokuskan pada pertimbangan bagaimana orang bisa berhasil dalam
menghadapi tuntutan lingkungannya sehari-hari, bagaimana ia keluar dari kesulitan
atau bagaimana ia bergaul dengan orang lain. Intelegensi praktis atau
kontekstual ini menurut Sternberg sangat diperlukan untuk menyesuaikan diri
dengan dunia nyata yang memang tidak diajarkan di sekolah
Beberapa
teori kontemporer tentang intelegensi lebih difokuskan pada intelegensi praktis
(practical intelligence) – intelegensi yang dihubungkan dengan semua kesuksesan
dalam kehidupan sehari-hari dari Sternberg tersebut – dibandingkan pada
prestasi akademis dan intelektual. Hal ini karena kesuksesan dalam hidup atau
karir dibutuhkan suatu tipe intelegensi yang sangat berbeda dengan yang
dibutuhkan dalam kesuksesan akademis dan kebanyakan psikolog percaya bahwa IQ
tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesuksesan dalam berkarir.
Orang yang tinggi dalam intelegensi praktisnya, lebih mampu mempelajari
norma-norma dan prinsip-prinsip umum serta mengaplikasikannya secara tepat
(Feldman, 1996).
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intelegensi
a. Pengaruh faktor bawaan
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa
individu-individu yang berasal dari suatu keluarga, atau bersanak saudara,
nilai dalam tes IQ mereka berkolerasi tinggi ( + 0,50 ), orang yang kembar ( +
0,90 ) yang tidak bersanak saudara ( + 0,20 ), anak yang diadopsi korelasi
dengan orang tua angkatnya ( + 0,10 – + 0,20 ).
b. Pengaruh faktor lingkungan
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh gizi
yang dikonsumsi. Oleh karena itu ada hubungan antara pemberian makanan bergizi
dengan intelegensi seseorang. Pemberian makanan bergizi ini merupakan salah
satu pengaruh lingkungan yang amat penting selain guru, rangsangan-rangsangan
yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang
amat penting, seperti pendidikan, latihan berbagai keterampilan, dan lain-lain
(khususnya pada masa-masa peka).
c. Stabilitas intelegensi dan IQ
Intelegensi bukanlah IQ. Intelegensi merupakan
suatu konsep umum tentang kemampuan individu, sedang IQ hanyalah hasil dari
suatu tes intelegensi itu (yang notabene hanya mengukur sebagai kelompok dari
intelegensi). Stabilitas inyelegensi tergantung perkembangan organik otak.
d. Pengaruh faktor kematangan
Tiap organ dalam tubuh manusia mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan
telah matang jika ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya.
e. Pengaruh faktor pembentukan
Pembentukan ialah segala keadaan di luar diri
seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi.
f. Minat dan pembawaan yang khas
Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan
dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat
dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi
dengan dunia luar.
g. Kebebasan
Kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat
memilih metode-metode yang tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia
mempunyai kebebasan memilih metode, juga bebas dalam memilih masalah sesuai
dengan kebutuhannya.
Semua
faktor tersebut di atas bersangkutan satu sama lain. Untuk menentukan
intelegensi atau tidaknya seorang individu, kita tidak dapat hanya berpedoman
kepada salah satu faktor tersebut, karena intelegensi adalah faktor total.
Keseluruhan pribadi turut serta menentukan dalam perbuatan intelegensi
seseorang.
5. Perkembangan Intelegensi
Suatu
mitos yang bertahan hingga sekarang adalah bahwa menjadi tua berarti mengalami
kemunduran intelektual. Mitos ini diperkuat oleh sejumlah peneliti awal yang
berpendapat bahwa seiring dengan proses penuaan selama masa dewasa terjadi
kemunduran dalam intelegensi umum. Misalnya dalam studi kros-seksional,
peneliti menguji orang-orang dari berbagai usia pada waktu yang sama. Ketika
memberikan tes intelegensi kepada sampel yang representatif, peneliti secara
konsisten menemukan bahwa orang dewasa yang lebih tua memberikan lebih sedikit
jawaban yang benar dibanding orang dewasa yang lebih muda. Oleh karena itu,
David Weschler (1972), menyimpulkan bahwa kemunduran kemampuan mental merupakan
bagian dari proses penuaan organisme secara umum. Hampir semua studi
menunjukkan bahwa setelah mencapai puncaknya pada usia antara 18 dan 25 tahun,
kebanyakan kemampuan manusia terus menerus mengalami kemunduran.
6. Perkembangan Intelegensi Anak
Perkembangan
intelegensi anak menurut Piaget mengandung tiga aspek yaitu structure, content,
dan function. Jadi, intelegensi anak yang sedang mengalami perkembangan,
struktur (structure) dan content intelegensinya berubah atau berkembang. Di
mana fungsi dan adaptasi akan tersusun sedemikian rupa, sehingga melahirkan
rangkaian perkembangan, dan masing-masing mempunyai struktur psikologis khusus
yang menentukan kecakapan pikiran anak. Adapun tahap-tahap perkembangan menurut
Piaget ialah kematangan, pengalaman fisik atau lingkungan, transmisi sosial,
dan equilibrium atau self regulation. Selanjutnya Piaget membagi tingkat perkembangan
sebagai tahap: sensori motor, berpikir pra operasional, berpikir operasional
konkret, dan berpikir operasional formal.
a. Tahap sensori-motor (0-2 tahun)
Pada
tahap ini, bayi mempergunakan sistem penginderaan dan aktivitas-aktivitas
motorik untuk mengenal lingkungannya mengenal objek-objek. Meskipun ketika
dilahirkan seorang bayi masih sangat tergantung dan tidak berdaya, tetapi
sebagian alat-alat inderanya sudah langsung bisa berfungsi. Contoh yang jelas
dapat dilihat pada “kemampuan” bayi untuk menggerakkan otot-otot disekitar
mulut, gerakan mengenyot bilamana mulut tersentuh pada sesuatu, misalnya
putting susu ibunya. Bayi bukan saja secara pasif menerima rangsang-rangsangan
terhadap alat-alat inderanya, melainkan juga bisa memberikan jawaban terhadap
rangsang yakni refleks-refleks. Jelas bahwa refleks yang diperlihatkan bayi
bukan sesuatu kemampuan yang timbul dari hasil belajar dalam hubungan dengan
lingkungan atau rangsang yang timbul dari lingkungan, melainkan suatu kemampuan
yang sudah ada ketika bayi dilahirkan. Dalam perkembangan lebih lanjut,
sebagaimana dikemukakan oleh I.P. Pavlov yang menjadi pendahulu refleksologi,
satu refleks bisa berpindah dan dikembangkan dengan reflek-reflek lain melalui
kondisi-kondisi yang dibuat dari luar (lingkungan) sebagai inti dasar rangkaian
gerak atau perbuatan yang sederhana, terutama pada gerak motorik.
Masa
sensori motor terbagi menjadi 6 sub masa, yaitu:
1.
Modifikasi dari refleks-refleks (0-1
bulan)
Pada
masa ini refleks menjadi lebih efisien dan terarah.
2.
Reaksi pengulangan pertama (1-4 bulan)
Yaitu pengulangan gerak-gerik yang menarik pada tubuhnya.
Yaitu pengulangan gerak-gerik yang menarik pada tubuhnya.
3.
Reaksi pengulangan kedua (4-10 bulan)
Yaitu pengulangan keadaan atau obyek yang menarik.
Yaitu pengulangan keadaan atau obyek yang menarik.
4.
Koordinasi reaksi-reaksi sekunder (10-12
bulan)
Yaitu menggabungkan beberapa skema untuk memperoleh sesuatu.
Yaitu menggabungkan beberapa skema untuk memperoleh sesuatu.
5.
Reaksi pengulangan ketiga (12-18 bulan)
Yaitu menggabungkan beberapa skema untuk memperoleh sesuatu.
Yaitu menggabungkan beberapa skema untuk memperoleh sesuatu.
6.
Permulaan berpikir (18-24 bulan)
Yaitu berpikir dahulu sebelum bertindak.
Yaitu berpikir dahulu sebelum bertindak.
b. Tahap berpikir praoperasional (2-7 tahun)
Perkembangan
yang jelas terlihat pada tahap ini ialah kemampuan mempergunakan simbol. Fungsi
simbolik, yakni kemampuan untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada, tidak
terlihat dengan sesuatu yang lain atau sebaliknya sesuatu hal mewakili sesuatu
yang tidak ada. Fungsi simbolik ini bisa nyata atau abstrak. Misalnya pisau
yang terbuat dari plastik adalah sesuatu yang nyata, mewakili pisau yang
sesungguhnya. Dengan berkembangnya kemampuan mensimbolisasikan ini, anak
memperluas ruang lingkup aktivitasnya yang menyangkut hal-hal yang sudah lewat,
atau hal-hal yang akan datang, di samping tentu saja hal-hal yang sekarang.
Pada akhir masa sensori motor, anak sudah mulai mempergunakan fungsi simbolik,
antara lain terlihat dengan kemampuannya untuk melakukan hal-hal yang sudah
lewat, sebagai hasil mengamati sesuatu.
Pada
masa praoperasional ini, anak bisa menemukan obyek-obyek yang tertutup atau
tersembunyi. Untuk bisa melakukan ini, anak harus bisa melakukan simbolisasi
terhadap obyek yang tidak ada atau tidak diketahuinya ketika terjadi pemindahan
obyek. Anak juga bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati
suatu model tingkah laku. Perkembangan kemampuan mensimbolisasikan sesuatu ini
terlihat pula pada permainan yang dilakukan anak-anak, misalnya kursi yang
dijadikan kereta api, pensil yang dianggap pistol, dan lain-lain.
c. Tahap berpikir operasional konkret (7-11 tahun)
Pada
masa ini anak-anak sudah mulai bisa melakukan bermacam-macam tugas. Menurut
Piaget, anak-anak pada masa operasional konkret ini bisa melakukan tugas-tugas
konservasi dengan baik, karena anak-anak pada masa ini telah mengembangkan tiga
macam proses yang disebut dengan operasi-operasi, yaitu:
1.
Negasi
Pada
masa praoperasional anak hanya melihat atau memperhatikan keadaan permulaan dan
keadaan akhir pada deretan benda yaitu pada mulanya keadaannya sama dan pada
akhirnya keadaanya menjadi tidak sama. pada masa operasional konkret anak telah
mengerti proses apa yang terjadi diantara kegiatan itu dan memahami
hubungan-hubungan antara keduanya.
2.
Hubungan timbal balik (resiprokasi)
Ketika
anak melihat bagaimana deretan dari benda-benda itu diubah, anak mengetahui
bahwa deretan benda-benda bertambah panjang tetapi tidak rapat lagi
dibandingkan dengan deretan yang lain. Karena anak mengetahui hubungan timbal
balik antara panjang dan kurang rapat atau sebaliknya, maka anak tahu pula
bahwa jumlah benda-benda yang ada pada kedua deretan itu sama.
3.
Identitas
Anak
pada masa operasional konkret ini sudah bisa mengenal satu persatu benda-benda
yang ada pada deretan-deretan itu. Anak bisa menghitung, sehingga meskipun
benda-benda dipindahkan, anak mengetahui bahwa jumlah tetap sama.
Hal
lain yang masih membatasi kemampuan berpikir konkrit ialah apa yang oleh D.
Elkind (1967) disebut egosentrisme. Egosintrisme dalam arti kurang mempunyai si
anak membedakan antara perbuatan-perbuatan serta obyek-obyek yang secara
langsung dialami dengan perbuatan-perbuatan atau obyek-obyek yang hanya ada
dalam pikiran anak.
d. Tahap berpikir operasional formal (11-15
tahun)
Pada
tahap ini, seorang anak memperkembangkan kemampuan kognitif untuk berpikir
abstrak dan hipotesis. Pada masa ini anak bisa memikirkan hal-hal apa yang akan
atau mungkin terjadi, sesuatu yang abstrak dan menduga apa yang akan terjadi.
Perkembangan lain pada masa anak atau bisa disebut masa remaja ini ialah
kemampuan untuk berpikir sistematik, bisa memikirkan semua kemungkinan secara
sistematik untuk memecahkan suatu persoalan. Pada masa ini remaja juga sudah
bisa memahami adanya bermacam-macam aspek pada suatu persoalan yang dapat
diselesaikan seketika, sekaligus. Tidak lagi satu persatu seperti yang biasa
dilakukan anak-anak pada masa operasional konkrit.
B.
BAKAT
1. Pengertian bakat
Bakat mengacu pada kemampuan khusus ( berg, 2000 ) sepeti menyelesaikan
perhitungan aritmatika, atau mengingat fakta dari informasi yang telah dibaca.
Bakat berasal dari hasil interaksi antara karakteristik individu dengan
kesempatan belajar di lingkungan ( Cohen dan Swedlik, 2002 ) . Bakat ini
merepresentasikan informasi dan ketrampilan yang bertahap telah didapatkan.
Bakat dapat diukur dan digunakan untuk memprediksi potensi yang dimiliki
seseorang untuk meraih prestasi dalam area tertentu
Jika
seseorang memiliki bakat dalam bidang tertentu, maka dengan latihan ia akan
sukses dalam bidang tersebut.
·
Bakat disebut juga spesial ability / aptitude
·
Branca : Predisposisi bawaan, potensi yang belum
dikembangkan, sifat bawaan dari lahir
·
Gray : kapasitas untuk belajar
·
Lyman : kapasitas untuk mengembangkan keahlian /
ketrampilan dalam bidang studi tertentu yang bersifat bawaan dan pengalman
·
Bingham : kondisi pada seseorang yang dengan
suatu latihan khusus memungkinkan mencapai suatu kecakapan, pengetahuan dan
ketrampilan tertentu
Pentingnya mengetahui
bakat
Mengidentifikasi
bakat memungkinkan individu mentetahui tip skil yang paling cepat, mudah dan
dapat dinikmati ketika dipelajari
Individu yang
tahu bakatnya akan lebih percaya diri, akan lebih mengoptimalkan waktu dan
energinya di bidang yang menawarkan kemungkinan sukses yang paling besar
baginya
Intelegensi dan Bakat
Jawaban-jawaban
yang diberikan seseorang dalam pengukuran intelegensi umum ternyata dapat
menunjukkan bakat khusus seseorang, di mana ia dapat menjawab dengan baik satu
aspek kemampuan tertentu. Pengukuran intelegensi umum yang dicapai seseorang
memiliki sifat untuk meramalkan sampai di mana seseorang dapat berhasil dalam
menyelesaikan beberapa tugas-pekerjaan yang membutuhkan kemampuan mental. Sedangkan
pengukuran bakat dilakukan dengan maksud untuk menunjukkan kemampuan berhasil
dalam suatu bidang tertentu (Crow and Crow,1989).
2.
Macam – macam Bakat
Ada
banyak sekali pendapat mengenai macam – macam bakat. Berdasarkan sumber yang
penulis temukan di internet yaitu ada 34 bakat.
34
Tema Bakat tersebut adalah :
·
ACHIEVER
Memiliki stamina tinggi dan juga seorang pekerja keras. Mendapat kepuasan dari kesibukan dan produktivitas.
Memiliki stamina tinggi dan juga seorang pekerja keras. Mendapat kepuasan dari kesibukan dan produktivitas.
·
ACTIVATOR
Mampu merealisasikan ide-ide atau gagasan menjadu suatu tindakan nyata. Cenderung tidak sabar.
Mampu merealisasikan ide-ide atau gagasan menjadu suatu tindakan nyata. Cenderung tidak sabar.
·
ADAPTIBILITY
Cenderung ias mengikuti arus , mampu menjadi orang masa kini maupun menyiapkan untuk masa mendatang.
Cenderung ias mengikuti arus , mampu menjadi orang masa kini maupun menyiapkan untuk masa mendatang.
·
ANALYTICAL
Cenderung mencari penjelasan dan sebab sesuatu terjadi. Punya kemampuan mencari tahu iasl-faktor yang mempengaruhi situasi.
Cenderung mencari penjelasan dan sebab sesuatu terjadi. Punya kemampuan mencari tahu iasl-faktor yang mempengaruhi situasi.
·
ARRANGER
Terorganisir, tetapi juga fleksibel. Senang berusaha memanfaatkan sumber-sumber yang ada agar menghasilkan produktivitas maksimal.
Terorganisir, tetapi juga fleksibel. Senang berusaha memanfaatkan sumber-sumber yang ada agar menghasilkan produktivitas maksimal.
·
BELIEF
Memiliki nilai-nilai atau prinsip yang cenderung menetap, dalam mencapai tujuan hidupnya.
Memiliki nilai-nilai atau prinsip yang cenderung menetap, dalam mencapai tujuan hidupnya.
·
COMMAND
Mampu mengontrol situasi dan membuat keputusan
Mampu mengontrol situasi dan membuat keputusan
·
COMMUNICATION
Mampu menyampaikan gagasan melalui kalimat yang mudah dipahami, seorang lawan bicara dan presenter yang baik.
Mampu menyampaikan gagasan melalui kalimat yang mudah dipahami, seorang lawan bicara dan presenter yang baik.
·
COMPETITION
Selalu mengukur kemajuan dirinya dengan performa orang lain, berusaha menjadi nomor satu.
Selalu mengukur kemajuan dirinya dengan performa orang lain, berusaha menjadi nomor satu.
·
CONNECTEDNESS
Memiliki keyakinan dalam hubungannya dengan segala hal, meyakini bahwa kebetulan hanya sebagian kecil, setiap kejadian ada penyebabnya.
Memiliki keyakinan dalam hubungannya dengan segala hal, meyakini bahwa kebetulan hanya sebagian kecil, setiap kejadian ada penyebabnya.
·
CONSISTENCY
Berusaha adil, dengan cara membuat aturan yang jelas.
Berusaha adil, dengan cara membuat aturan yang jelas.
·
CONTEXT
Senang memahami kejadian masa kini melalui sejarah.
Senang memahami kejadian masa kini melalui sejarah.
·
DELIBERATIVE
Sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan atau menentukan pilihan, mengantisipasi kesalahan.
Sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan atau menentukan pilihan, mengantisipasi kesalahan.
·
DEVELOPER
Mengenali potensi orang lain, memperhatikan perkembangan walaupun kesil, dan memperoleh kepuasan darinya.
Mengenali potensi orang lain, memperhatikan perkembangan walaupun kesil, dan memperoleh kepuasan darinya.
·
DISCIPLINE
Menikmati bekerja dalam struktur dan rutinitas, bekerja dalam arahan/aturan.
Menikmati bekerja dalam struktur dan rutinitas, bekerja dalam arahan/aturan.
·
EMPATHY
Mampu merasakan perasaan orang lain membayangkan dirinya berada di posisi orang lain.
Mampu merasakan perasaan orang lain membayangkan dirinya berada di posisi orang lain.
·
FOCUS
Bekerja dengan tujuan, melakukan tindakan selama masih dalam koridor tujuan, membuat prioritas lalu bertindak.
Bekerja dengan tujuan, melakukan tindakan selama masih dalam koridor tujuan, membuat prioritas lalu bertindak.
·
FUTURISTIC
Terinspirasi oleh apa yang akan terjadi di masa mendatang, dan apa yang ias dilakukan. Menginspirasi orang lain dengan visinya itu.
Terinspirasi oleh apa yang akan terjadi di masa mendatang, dan apa yang ias dilakukan. Menginspirasi orang lain dengan visinya itu.
·
HARMONY
Mencari iaslr, tidak menyukai konflik, mencari jalan tengah.
Mencari iaslr, tidak menyukai konflik, mencari jalan tengah.
·
IDEATION
Memiliki banyak ide, mampu menghubungkan fenomena yang berbeda.
Memiliki banyak ide, mampu menghubungkan fenomena yang berbeda.
·
INCLUDER
Mudah menerima orang lain, menunjukkan kepedulian terhadap orang yang merasa diasingkan, berusaha mengguyubkan.
Mudah menerima orang lain, menunjukkan kepedulian terhadap orang yang merasa diasingkan, berusaha mengguyubkan.
·
INDIVIDUALIZATION
Tertarik dengan keunikan masing-masing orang, mampu melihat bagaimana orang yang berbeda-beda dapat bekerjasama secara produktif.
Tertarik dengan keunikan masing-masing orang, mampu melihat bagaimana orang yang berbeda-beda dapat bekerjasama secara produktif.
·
INPUT
Senang mengumpulkan dan mencari berbagai informasi
Senang mengumpulkan dan mencari berbagai informasi
·
INTELLECTION
Memiliki daya intelektualitas tinggi, meminati diskusi-diskusi intelektual
Memiliki daya intelektualitas tinggi, meminati diskusi-diskusi intelektual
·
LEARNER
Memiliki keinginan besar untuk belajar dan terus melakukan perbaikan.
Memiliki keinginan besar untuk belajar dan terus melakukan perbaikan.
·
MAXIMIZER
Cenderung ias pada kekuatan untuk mendorong orang ataupun kelompok lebih maksimal, berusaha merubah sesuatu yang kuat menjadi super.
Cenderung ias pada kekuatan untuk mendorong orang ataupun kelompok lebih maksimal, berusaha merubah sesuatu yang kuat menjadi super.
·
POSITIVITY
Antusias, mampu membuat orang lain tertarik dengan apa dilakukannya.
Antusias, mampu membuat orang lain tertarik dengan apa dilakukannya.
·
RELATOR
Menikmati hubungan dekat dengan orang lain, mendapat kepuasan mendalam dengan bekerja keras bersama teman dalam mencapai tujuan.
Menikmati hubungan dekat dengan orang lain, mendapat kepuasan mendalam dengan bekerja keras bersama teman dalam mencapai tujuan.
·
RESPONSIBILITY
Merasa apa yang dikatakan adalah apa yang akan dilakukannya, komitemen pada nilai-nilai seperti kejujuran dan kesetiaan.
Merasa apa yang dikatakan adalah apa yang akan dilakukannya, komitemen pada nilai-nilai seperti kejujuran dan kesetiaan.
·
RESTORATIVE
Cakap dalam mencari tahu penyebab masalah dan berusaha menyelesaikannya.
Cakap dalam mencari tahu penyebab masalah dan berusaha menyelesaikannya.
·
SELF-ASSURANCE
Percaya diri pada kemampuannya dalam mengatur hidupnya sendiri,yakin bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat.
Percaya diri pada kemampuannya dalam mengatur hidupnya sendiri,yakin bahwa ia telah membuat keputusan yang tepat.
·
SIGNIFICANCE
Ingin menjadi orang yang penting di mata orang lain, cenderung mandiri, dan ingin dikenal.
Ingin menjadi orang yang penting di mata orang lain, cenderung mandiri, dan ingin dikenal.
·
STRATEGIC
Membuat solusi iaslr atau antisipasi, dapat dengan cepat mengetahui hubungan dan isu-isu yang relevan.
Membuat solusi iaslr atau antisipasi, dapat dengan cepat mengetahui hubungan dan isu-isu yang relevan.
·
WOO
Senang berhadapan dengan orang-orang, dan menjadi pusat perhatian. Memperoleh kepuasan dari memulai hubungan dengan orang lain.
Senang berhadapan dengan orang-orang, dan menjadi pusat perhatian. Memperoleh kepuasan dari memulai hubungan dengan orang lain.
Ternyata
ada banyak sekali macam bakat yang ada, namun setelah penulis teliti ternyata
seluruh bakat tersebut bila disederhanakan kembali ada kaitannya dengan 7
kecerdasan.
Hal
ini pun didukung oleh pendapat Gardner, masing-masing dari kita memiliki sebuah
kombinasi dari 7 kecerdasan. Setiap orang mempunyai kekuatan iaslr dari tiap
kecerdasan di atas sedemikian rupa sehingga orang tersebut cenderung menentukan
pilihan aktifitas apapun yang dia sukai tanpa keterpaksaan. Kita menyebutnya
sebagai bakat.
Lalu
apa saja yang termasuk 7 kecerdasan itu? Di dalam buku Frames of Mind yang
terbit tahun 1983, seorang psikolog bernama Howard Gardner menyimpulkan hasil
risetnya yang mengatakan bahwa sedikitnya ada tujuh jenis kecerdasan :
1. Kecerdasan iaslr, berkaitan dengan kemampuan
bahasa dan penggunaannya. Orang-orang yang berbakat dalam bidang ini senang
bermain-main dengan bahasa, gemar membaca dan menulis, tertarik dengan suara,
arti dan narasi. Mereka seringkali pengeja yang baik dan mudah mengingat
tanggal, tempat dan nama.
2. Kecerdasan iasl, berkaitan dengan ias,
melodi, ritme dan nada. Orang-orang ini pintar membuat ias sendiri dan juga iaslr
terhadap ias dan melodi. Sebagian ias berkonsentrasi lebih baik jika ias
diperdengarkan; banyak dari mereka seringkali menyanyi atau bersenandung
sendiri atau mencipta lagu serta ias.
3. Kecerdasan logis-matematis, berhubungan
dengan pola, rumus-rumus, angka-angka dan logika. Orang-orang ini cenderung
pintar dalam teka-teki, gambar, aritmatika, dan memecahkan masalah matematika;
mereka seringkali menyukai iaslr dan pemrograman.
4. Kecerdasan spasial, berhubungan dengan
bentuk, lokasi dan mebayangkan hubungan di antaranya. Orang-orang ini biasanya
menyukai perancangan dan bangunan, disamping pintar membaca peta, diagram dan
bagan.
5. Kecerdasan tubuh-kinestetik, berhubungan
dengan pergerakan dan ketrampilan olah tubuh. Orang-orang ini adalah para
penari dan ias, para pengrajin dan atlet. Mereka memiliki bakat mekanik tubuh
dan pintar meniru ias serta sulit untuk duduk diam.
6. Kecerdasan interpersonal, berhubungan dengan
kemampuan untuk ias mengerti dan menghadapi perasaan orang lain. Orang-orang
ini seringkali ahli berkomunikasi dan pintar mengorganisasi, serta sangat iasl.
Mereka biasanya baik dalam memahami perasaan dan motif orang lain.
7. Kecerdasan intrapersonal, berhubungan dengan
mengerti diri sendiri. Orang-orang ini seringkali mandiri dan senang menekuni
aktifitas sendirian. Mereka cenderung percaya diri dan punya pendapat, dan
memilih pekerjaan dimana mereka ias memiliki kendali terhadap cara mereka
menghabiskan waktu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam
penyusunan makalah mengenai “Perkembangan Intelek” ini, kami dapat menarik
kesimpulan bahwa ikhtiar pendidikan, khususnya melalui proses pembelajaran,
guna mengembangkan kemampuan intelektual setiap peserta didik harus di pupuk
dan dikembangkan agar potensi yang dimiliki setiap individu terwujud sesuai
dengan perbedaan masing-masing.
B. Saran
Sebaiknya,
untuk mengetahui tingkat perkembangan intelek seseorang harus dilakukan
berdasarkan tahap-tahapnya, sesuai dengan perkembangan umur mereka. Walaupun
intelegensi tersebut merupakan bawaan sejak lahir atau yang dikenal dengan
faktor hereditas, namun faktor lingkungan juga sangat berpengaruh dalam
perkembangan intelek seseorang. Untuk itu, agar perkembangan intelek berkembang
dengan baik maka harus diperhatikan faktor-faktor tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Ali, Mohammad & Ansori, Mohammad, Psikologi Remaja
(Perkembangan Peserta Didik), 2000, Bandung ; Bumi Aksara.
·
M. Ngalim Purwanto, MP. Psikologi Pendidikan, Bandung ; PT.
Remaja Rosdakarya.
·
Piaget, J, La Psychologie de Intelligene, 1947, Paris ;
Librairie Armand Colin.
·
Mar'at, Samsunuwiyati, Prof. Dr. Hj. S.Psi., 2006. Psikologi
Perkembangan. PT. Remaja Rosdakarya; Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar asalkan dengan bahasa yang sopan..ok??