Senin, 28 Januari 2013

Makalah Dinasti Abbasiyah



BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Setelah pemerintahan Dinasti Umayyah, digantikan oleh pemerintahan dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah pemerintahan umat Islam. Abbasiyah dinisbatkan kepada al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW, Berdirinya dinasti ini sebagai bentuk dukungan terhadap pandangan yang diserukan oleh Bani Hasyim setelah wafatnya Rasulullah SAW. yaitu menyandarkan khilafah kepada keluarga Rasul dan kerabatnya.
Lima tahun setelah berdirinya kekhalifahan Abbasiyah, Abd Al-Rohman muda satu-satunya keturunan dinasti Umayyah yang luput dari pembantaian masal yang menandai naiknya reim baru, tiba disebelah tempat, jauh di daratan Kordova Spanyol satu tahun kemudian, tahun 756 dia mendirikan dinasti yang kelak akan menjadi dinasti yang besar. Ketika itu propinsi pertamanya yang kelak akan mengungguli kemajuan imperium Abbasiyah masih sedang berkembang, begitu pula propinsi-propinsi lain yang segera menyusul. Kerajaan Idrisiyah di Maroko (788—974) adalah dinasti Syiah pertama dalam  sejarah, mereka menghimpun kekuatannya dari kalangan Ber-Ber yang meskipun kaum Suni, mereka siap mendukung perpecahan. Karena terkepung diantara Fatimiyah Mesir dan Umayah Spanyol, dinasti mereka akhirnya hancur oleh serangan mematikan yang dilancarkan oleh seorang jendral utusan Khalifah Al-Hakam II dari Kordova.
Dinasti Fatimiah merupakan sebuah dinasti yang didirikan di benua Afrika pada penghujung tahun 200 an Hijriah atau sekitar tahun 910 Masehi, dinasti ini berpahaman syiah, dari permulaan pembentukannya dinasti ini bertujuan untuk menjalankan ideologi syiah dan ingin melepaskan diri dari kekuasaan Daulah Abbasiah di Baghdad yang berideologi Sunnah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258M.
Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah. Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian struktur sosial dan ideologi, sehingga dapat dikatakan kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi.

B.   Munculnya dinasti-dinasti kecil
Lima tahun setelah berdirinya  kekhalifahan abbasiah , abdal rahman muda, satu satunya keturunan dinasti umayyah yang luput dari pembantaian masal yang menandai naiknya rezim baru. tiba di sebuah tempat jauh di  daratan cordova spanyol. Satu tahun kemudian ,yaitu  tahun 756 dia mendirikan sebuah dinasti yang kelak menjadi dinasti yang besar ,ketika itu provinsi pertamanya yang  akan mengungguli kemajuan imperium abbasiah masih sedang berkembang , begitu pula provinsi – provinsi lain yang segera menyusul.ini di semua disebabkan karena lemahnya para khalifah abbasiah.
Kemunduran Bani Abbas yang disebabkan oleh berbagai faktor mengakibatkan banyak daerah memerdekakan diri. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1.    Keluasan wilayah kekuasaan daulat Abbasiyah yang tidak diimbangi dengan upaya komunikasi yang baik antara pusat dengan daerah.
2.    Tingkat kepercayaan dialektis para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
3.    Keprofesionalan angkatan bersenjata mengakibatkan tingkat ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
4.    Kesulitan kondisi keuangan negara.
5.    Perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Setelah kekuasaan berada di tangan orang-orang

C.    Dinasti Aghlabiah
Ketika idrisiah meluaskan daerah kekuasaannya di bagian barat afrika utara , aghlabiah sunni juga melakukan hal yang sama di timur. Diluar wilayah yang dinamakan ifriqiah (afrika kecil terutama tunisi), sempalan dari Afrika Latin, Harun Al Rasyid telah mengangkat Ibrahim Al Aghlab sebagai Gubernur. Ibn Al Aghlab( 800-811) memerintah sebagai penguasa yang berdiri sendiri, dan setahun setelah pengangkatannya, tak satu pun khalifah Abbasiyah yang menjalankan kekuasaan di luar perbatasan barat Mesir. Aghlabiyah merasa puas dengan gelar amir, tetapi tidak merasa perlu mencantumkan gelar khalifah di mata uang mereka, sekalipun sebagai bukti kekuasaan spiritualnya. Dari ibukotanya Kairawan, sampai ke kartago, mereka menguasai mediterania tengah selama berabad-abad kejayaan mereka.( lihat philip k hitti hal 571)
Banyak penerus Ibrahim yang terbukti sama bersemangatnya dengan Ibrahim sendiri. Dinasti itu menjadi salah satu titik penting dalam sejarah konflik berkepanjangan antara Asia dan Eropa. Dengan armadannya yang lengkap, mereka memporak- porandakan kawasan pesisir Italia, Perancis, Kosika dan Sardinia. Salah satu dari mereka, Ziyadat Allah I ( 817-838), pada 827 mengirim ekspedisi ke Sisilia Bizantiyum, yang didahului oleh operasi bajak laut. Ekspedisi ini, juga ekspedisi-ekspedisi berikutnya berhasil menaklukkan pulau itu pada 902. Sisilia, Malta dan Sardinia juga berhasil direbut, terutama oleh para bajak laut yang operasinya meluas jauh sampai ke Roma. Pada saat yang sama, para pelaut muslim dari Kreta terus-menerus menyerbu pulau-pulau kecil di laut Aegea, dan pada pertengahan abad pertengahan abad kesepuluh, mereka menyerang kawasan pesisir Yunani. Tiga prasasti Kufik yang ditemukan di Atena mengungkapkan adanya pemukiman Arab di sana, yang diduga bertahan sampai awal abad kesepuluh.
Mesjid besar Kairawan, yang masih berdiri sebagai saingan bagi masjid-masjid termasyhur di Timur, mulai dibangun di bawah kekuasaan Ziyadat Allah dan di sempurnakan oleh Ibrahim II (874-902). Tempat berdirinya  mesjid itu juga merupakan lokasi berdirinya bangunan suci ‘Uqbah, pendiri Kairawan. Mesjid ‘Uqbah oleh para penerusnya telah dihiasi dengan pilar-pilar marmer yang didapat dari puing-puing Kartago, yang kemudian dimanfaatkan lagi oleh penguasa Aghlabiyah. Menara-persegi yang melengkapi bangunan masjid ini, yang juga merupakan peninggaln bangsa Umayyah terdahulu, dan termasuk yang paling lama bertahan di Afrika, memperkenalkan bentuk menara ala Suriah kepada masyarakat Afrika barat-laut. Model menara itu bahkan tidak pernah tergantikan oleh bentuk-bentuk lain yang lebih ramping dan tinggi seperti yang ada dalam peninggalan Persia dan bangunan ala mesir. Dalam gaya Suriah, bata digunakan sebagaimana gaya-gaya bangunan lain yang menggunakan batu. Berkat mesjid ini, Kairawan, di mata kalangan muslim barat, menjadi kota suci keempat, setelah Mekkah, Madinah dan Yerusalem-salah satu dari empat gerbang surga.
Di bawah kekuasaan Aghlabiyah inilah terjadinya  perubahan penting di tengah kaawsan Afrika kecil. Dari kawasan yang tadinya dihuni oleh para penganut kristen yang berbicara bahasa Latin menjadi kawasan para penganut Islam yang berbicara dengan bahasa Arab. Bagaikan rumah judi, Afrika Latin Utara-yang menopang St. Agustinus dengan lingkungan budayanya-telah runtuh dan tidak pernah bangkit lagi. Perubahan ini mungkin lebih sempurna dibandingkan perubahan yang terjadi di kawasan manapun, karena kawsan ini tiak terlalu disentuh oleh tentara muslim. Pertikaian yang belakangan muncul dipicu oleh sku-suku Berber yang belum menyerah. Pertikaian ini berbentuk sektarianisme muslim yang terpecah-belah dan sarat dengan bid’ah.
Penguasa Aghlabiyah terakhir adalah Ziyadat Allah III (903-909), yang pada 909 melarikan diri dari serangn Fatimiyah tanpa memberikan perlawanan sedikit pun. 
Dinasti Aghlabiyah adalah salah satu Dinasti Islam di Afrika Utara yang berkuasa selama kurang lebih l00 tahun (800-909 M). Wilayah kekuasaannya meliputi Ifriqiyah, Algeria dan Sisilia. Dinasti ini didirikan oleh Ibnu Aghlab (Mufradi, 1997:116). Para penguasa Dinasti Aghlabiyah yang pernah memerintah adalah sebagai berikut :
1.    Ibrahim I ibn al-Aghlab (800-812 M)
2.    Abdullah I (8l2-817 M)
3.    Ziyadatullah (817-838 M)
4.    Abu ‘Iqal al-Aghlab (838-841 M)
5.    Muhammad I(841-856 M)
6.    Ahmad (856-863 M)
7.    Ziyadatullah (863- M)
8.    Abu Ghasaniq Muhammad II (863-875 M)
9.    Ibrahim II (875-902 M)
10. Abdullah II (902-903 M)
11. Ziyadatullah III (903-909 M)

Aghlabiyah memang merupakan Dinasti kecil pada masa Abbasiyah, yang para penguasanya adalah berasal dari keluarga Bani al-Aghlab, sehingga Dinasti tersebut dinamakan Aghlabiyah. Awal mula terbentuknya Dinasti tersebut yaitu ketika Baghdad dibawah pemerintahan Harun ar-Rasyid. Di bagian Barat Afrika Utara, terdapat dua bahaya besar yang mengancam kewibawaannya. Pertama dari Dinasti Idris yang beraliran Syi’ah dan yang kedua dari golongan Khawarij.
Dengan adanya dua ancaman tersebut terdoronglah Harun ar-Rasyid untuk menempatkan balatentaranya di Ifrikiah di bawah pimpinan Ibrahim bin Al-Aghlab. Setelah berhasil mengamankan wilayah tersebut, Ibrahim bin al-Aghlab mengusulkan kepada Harun ar-Rasyid supaya wilayah tersebut dihadiahkan kepadanya dan anak keturunannya secara permanen. Karena jika hal itu terjadi, maka ia tidak hanya mengamankan dan memerintah wilayah tersebut, akan tetapi juga mengirim upeti ke Baghdad setiap tahunnya sebesar 40.000 dinar. Harun ar-Rasyid menyetujui usulannya, sehingga berdirilah Dinasti kecil (Aghlabiyah) yang berpusat di Ifrikiah yang mempunyai hak otonomi penuh. Meskipun demikian masih tetap mengakui akan kekhalifahan Baghdad (Hoeve,1994: 65).
Pendiri Dinasti ini adalah Ibrahim ibn al-Aghlab pada tahun 800 M. Pada tahun itu Ibrahim diberi provinsi Ifriqiyah (Tunisia Modern) oleh Harun al-Rasyid sebagai imbalan atas pajak tahunan yang besarnya 40.000 dinar dan meliputi hak-hak otonom yang besar (Bosworth,1980:.46). Untuk menaklukkan wilayah baru dibutuhkan suatu proses yang panjang dan perjuangan yang besar, namun tidak seperti Ifriqiyyah yang sifatnya adalah pemberian.
Dinasti Aglabiyah berkuasa kurang lebih dari satu abad, mulai dari tahun 800-909 M. Nama Dinasti Aglabiyah ini diambil dari nama ayah Amir yang pertama, yaitu Ibrahim bin al-Aglab. Ia adalah seorang pejabat Khurasan dalam militer Abbasiyah. Pada tahun 800 M. Ibrahim I diangkat sebagai Gubernur (Amir) di Tunisia oleh Khalifah Harun ar-Rasyid. Karena ia sangat pandai menjaga hubungan dengan Khalifah Abbasiyah seperti membayar pajak tahunan yang besar, maka Ibrahimi I diberi kekuasaan oleh Khalifah, meliputi hak-hak otonomi yang besar seperti kebijaksanaan politik, termasuk menentukan penggantinya tanpa campur tangan dari penguasa Abbasiyah. Hal ini dikarenakan jarak yang cukup jauh antara Afrika Utara dengan Bagdad. Sehingga Aglabiyah tidak terusik oleh pemerintahan Abbasiyah.
Pemerintahan Aghlabiyah pertama berhasil memadamkan gejolak yang muncul dari Kharijiyah Barbar di wilayah mereka. Kemudian di bawah Ziyadatullah I, Aglabiyah dapat merebut pulau yang terdekat dari Tunisia, yaitu Sisilia dari tangan Byzantium 827 M, dipimpin oleh panglima Asad bin Furat, dengan mengerahkan panglima laut yang terdiri dari 900 tentara berkuda dan 10.000 orang pasukan jalan kaki. Inilah ekspedisi laut terbesar. Ini juga peperangan akhir yang dipimpin panglima Asad bin Furad karena itu, ia meninggal dalam pertempuran. Selain untuk memperluas wilayah penaklukan terhadap Sicilia juga bertujuan untuk berjihad melawan orang-orang kafir. Wilayah tersebut menjadi pusat penting bagi penyebaran peradaban Islam ke Eropa Kristen.
Aspek yang menarik pada Dinasti Aghlabiyah adalah ekspedisi lautnya yang menjelajahi pulau-pulau di Laut Tengah dan pantai-pantai Eropa seperti pantai Italia Selatan, Sardinia, Corsica, dan Alpen. Selain itu juga berhasil menaklukan kota-kota pantai Itali, Brindisi, Napoli, Calabria, Totonto, Bari, dan Benevento. Dan pada tahun 868 M, mampu menduduki Malpa. Dengan berhasilnya penaklukan-penaklukan di atas Dinasti Aghlabiyah menjadi Dinasti yang kaya, sehingga para penguasa Aghlabiyah antusias dalam bidang pembangunan. Keberhasilan penguasaan seluruh pulau Sisilia inilah yang membuat Aglabiyah unggul di Mediterania Tengah. Kemudian Aglabiyah melanjutkan serangan-serangannya ke pulau lainnya dan pantai-pantai di Eropa, termasuk berhasil menaklukan kota-kota pantai Italia Brindisi (836/221 H.) Napoli (837M), Calabria (838 M), Toronto (840 M ), Bari (840 M), dan Benevento (840 M). Karena tidak tahan terhadap serangan berkepanjangan dari pasukan Aghlabiyah pada Bandar-bandar Itali, termasuk kota Roma, maka Paus Yonanes VIII (872– 840 M) terpaksa minta perdamaian dan bersedia membayar upeti sebanyak 25.000 uang perak pertahun kepada Aglabiyah. Pasukan Aglabiyah juga berhasil menguasai kota Regusa di pantai Yugoslavia (890 M), Pulau Malta (869 M), menyerang pulau Corsika dan Mayorka, bahkan mengusai kota Portofino di pantai Barat Italia (890), kota Athena di Yunani-pun berada dalam jangkauan penyerangan mereka.
Dengan keberhasilan penaklukan-penaklukan tersebut, menjadikan Dinasti Aglabiyah kaya raya, para penguasa bersemangat membagun Tunisia dan Sisilia. Ziyadatullah I membangun masjid Agung Qairuan, sedangkan Amir Ahmad membangun masjid Agung Tunis dan juga membangun hampir 10.000 benteng pertahanan di Afrika Utara. Tidak cukup itu, jalan-jalan, pos-pos, armada angkutan, irigasi untuk pertanian (khususnya di Tunisia Selatan, yang tanahnya kurang subur), demikian pula perkembangan arsitektur, ilmu, seni dan kehidupan keberagamaan.
Selain sebagai ibu kota Dinasti Aghlabiyah, Qoiruan juga sebagai pusat penting munculnya mazhab Maliki, tempat berkumpulnya ulama-ulama terkemuka, seperti Sahnun yang wafat (854 M) pengarang mudawwanat, kitab fiqih Maliki, Yusuf bin Yahya, yang wafat (901 M), Abu Zakariah al-Kinani, yang wafat (902 M), dan Isa bin Muslim, wafat (908 M). Karya-karya para ulama-ulama pada masa Dinasti Aghlabiyah ini tersimpan baik di Masjid Agung Qairuan.

1.    Langkah-langkah Pemimpin Aghlabiyah
a.  Penguasa Aghlabiyah pertama berhasil memadamkan gejolak Kharijiyah Berber diwilayah mereka.
b. Dilanjutkan dengan dimulainya proyek besar merebut Sisilia dari tangan Bizantium pada tahun 827 M, dibawah Ziadatullah I yang amat cakap dan energik, dengan meredakan oposisi internal di Ifriqiyyah yang dilakukan Fuqaha’ (pemimpin–pemimpin religius) Maliki di Qayrawan (Cairovan). Disamping itu, suatu armada bajak laut dikerahkan, sehingga membuat Aghlabiyah unggul di Mediterania Tengah dan membuat mereka mampu mengusik pantai Italia Selatan, Sardinia, Corsica, dan Meriteran Alp. Kemudian Aghlabiah juga berhasil merebut Malta pada tahun 868 M.
Daerah-daerah tersebut yang menjadi wilayah kekuasaan Dinasti Aghlabiyah.Dengan demikian, pada tahun 878 M sempurnalah penguasaan atas Sisilia, kemudian pulau itu dibawah pemerintahan Muslim. Pertama di bawah kekuasaan Aghlabiyah dan kedua di bawah Gubernur-Gubernur Fathimiyah, sampai penaklukan oleh Norman pada abad XI. Pulau itu menjadi pusat bagi penyebaran kultur Islam ke Eropa KRISTEN.
2.    Peninggalan-peninggalan Bersejarah Dinasti Aghlabiah Aghlabiyah adalah pembangun yang penuh semangat. Diantara bangunan-bangunan peninggalan Aghlabiah adalah:
a. Pembangunan kembali Masjid Agung Qayrawan oleh ZiyadatullahI
b. Pembangunan Masjid Agung Tunis oleh Ahmad.
c.  Pembangunan karya-karya pertanian dan irigasi yang bermanfaat, khususnya di Ifriqiyah selatan yang kurang subur.
3.    Kemunduran Dinasti Aghlabiyah
Menjelang akhir abad IX, posisi Aghlabiah di Ifqriqiyah menjadi merosot. Hal ini disebabkan karena amir terakhirnya yaitu Ziyadatullah III tenggelam dalam kemewahan (berfoya-foya), dan seluruh pembesarnya tertarik pada Syi’ah, juga propaganda Syi’iah, Abu Abdullah. Perintis Fatimiyah, Mahdi Ubaidillah mempunyai pengaruh yang cukup besar di Barbar, yang akhirnya menimbulkan pemberontakan militer, dan Dinasti Aghlabiyah dikalahkan oleh Fatimiyah (909 M), Ziyadatullah III di usir ke Mesir setelah melakukan upaya-upaya yang sia-sia demi untuk mendapatkan bantuan dari Abbasiah untuk menyelamatkan Aghlabiah.


 BAB III
P E N U T U P

Semasa kepemimpinan khalifah Harun al-Rasyid mengutus Ibrahim bin al-Aghlab sebagai penguasa Ifriqiyah pada tahun 800 M untuk membendung kekuatan-kekuatan luar khususnya dinasti bergelar Amir. Kawasan Laut Tengah berhasil ia pengaruhi dan armada lautnya menjadi semacam polisi di Italia, Prancis, pulau Korsika, dan Pulau Sardinia. Dan mereka pun berhasil menguasai Pulau Sisilia, Malta, Kreta, dan sampai ke Laut Aegea.
Selama berdiri, dinasti Aghlabiyah (800-909 M) harus menghadapi dinasti Rustamiyah dan Idrisiyah yang sama-sama berekspansi ke Maghribi untuk melemahkan kekuasaan Abbasiyah di Afrika dan sekitarnya. Dinasti yang berpusat di Sijilmasa ini membawa Afrika utara dan Kawasan pesisir Laut Tengah dalam banyak kemajuan. Ziadatullah al-Aghlabi III sebagai penguasa terakhir dari dinasti ini akhirnya menutup kejayaan dinasti ini pada tahun 909 M.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar asalkan dengan bahasa yang sopan..ok??