BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Masa remaja
merupakan masa dimana
seorang individu mengalami peralihan dari
satu tahap ke
tahap berikutnya dan
mengalami perubahan baik emosi,
tubuh, minat, pola
perilaku, dan juga
penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh
karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni
masalah psikis atau
kejiwaan yang timbul
sebagai akibat terjadinya
perubahan sosial (TP-KJM, 2002).
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang
batasannya usia maupun peranannya
seringkali tidak terlalu
jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata
tidak lagi valid sebagai patokan atau
batasan untuk pengkategorian remaja
sebab usia pubertas
yang dahulu terjadi pada
akhir usia belasan
(15-18) kini terjadi
pada awal belasan bahkan sebelum
usia 11 tahun.
Seorang anak berusia
10 tahun mungkin
saja sudah (atau sedang)
mengalami pubertas namun
tidak berarti ia
sudah bisa dikatakan sebagai
remaja dan sudah
siap menghadapi dunia
orang dewasa. Ia belum
siap menghadapi dunia nyata
orang dewasa, meski di
saat yang sama
ia juga bukan anak-anak lagi. Berbeda dengan balita yang perkembangannya
dengan jelas dapat diukur,
remaja hampir tidak
memiliki pola perkembangan
yang pasti. Dalam
perkembangannya seringkali mereka
menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan
sebagai anak-anak tetapi
di lain waktu
mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
Memang banyak
perubahan pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun seringkali
perubahan itu hanya
merupakan suatu tanda-tanda
fisik dan bukan sebagai
pengesahan akan keremajaan
seseorang. Namun satu
hal yang pasti, konflik
yang dihadapi oleh
remaja semakin kompleks
seiring dengan perubahan pada
berbagai dimensi kehidupan
dalam diri mereka.
Untuk dapat memahami remaja,
maka perlu dilihat
berdasarkan perubahan pada
dimensi-dimensi tersebut.
B. Rumusan
Masalah
Bagaimana dimensi-dimensi pertumbuhan remaja? Dan seperti apa masalah psikososial yang
sering terjadi pada
remaja. Serta
bagaimana cara untuk mengetahui cara untuk mengatasi masalah-masalah yang
menyebabkan kenakalan pada remaja tersebut.
C. Tujuan
Masalah
Untuk mengetahui macam-macam masalah psikososial
yang sering terjadi
pada remaja dan mengetahui cara untuk mengatasi masalah
kenakalan remaaja.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dimensi-Dimensi Remaja
a.
Dimensi Biologis
Pada saat
seorang anak memasuki
masa pubertas yang
ditandai dengan menstruasi pertama
pada remaja putri
atau pun perubahan
suara pada remaja putra,
secara biologis dia
mengalami perubahan yang
sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-tiba
memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi. Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif
dalam memproduksi dua jenis hormon
(gonadotrophins atau gonadotrophic
hormones) yang berhubungan dengan
pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing Hormone
(LH). Pada anak perempuan, kedua hormon
tersebut merangsang pertumbuhan estrogen
dan progesterone: dua jenis hormon
kewanitaan. Pada anak
lelaki, Luteinizing Hormone
yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating
Hormone (ICSH) merangsang
pertumbuhan testosterone.
Pertumbuhan
secara cepat dari
hormon-hormon tersebut di
atas merubah sistem biologis seorang
anak. Anak perempuan
akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem
reproduksinya sudah aktif. Selain
itu terjadi juga perubahan fisik
seperti payudara mulai
berkembang, dll. Anak
lelaki mulai memperlihatkan
perubahan dalam suara, otot, dan fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya
hormon testosterone. Bentuk
fisik mereka akan
berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka pada
dunia remaja.
b.
Dimensi Kognitif
Perkembangan
kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli perkembangan kognitif)
merupakan periode terakhir
dan tertinggi dalam
tahap pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada
periode ini, idealnya
para remaja sudah memiliki pola
pikir sendiri dalam usaha
memecahkan masalah-masalah yang
kompleks dan abstrak.
Kemampuan
berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah
dapat membayangkan banyak
alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan
akibat atau hasilnya.
Kapasitas berpikir secara
logis dan abstrak mereka
berkembang sehingga mereka
mampu berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan.
Para remaja tidak
lagi menerima informasi apa
adanya, tetapi mereka akan
memproses informasi itu
serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka
sendiri. Mereka juga
mampu mengintegrasikan pengalaman masa lalu dan
sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan
rencana untuk masa
depan. Dengan kemampuan
operasional formal ini, para
remaja mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.
Pada kenyataan,
di negara-negara berkembang
(termasuk Indonesia) masih
sangat banyak remaja
(bahkan orang dewasa)
yang belum mampu
sepenuhnya mencapai tahap perkembangan
kognitif operasional formal
ini. Sebagian masih tertinggal pada
tahap perkembangan sebelumnya,
yaitu operasional konkrit, dimana pola
pikir yang digunakan
masih sangat sederhana
dan belum mampu melihat masalah
dari berbagai dimensi.
Hal ini bisa
saja diakibatkan sistem pendidikan di
Indonesia yang tidak
banyak menggunakan metode
belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya perhatian pada pengembangan
cara berpikir anak. penyebab
lainnya bisa juga
diakibatkan oleh pola
asuh orangtua yang cenderung
masih memperlakukan remaja sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan
dalam memenuhi tugas perkembangan
sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya,
seorang remaja sudah
harus mampu mencapai tahap
pemikiran abstrak supaya
saat mereka lulus
sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu
untuk menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
c.
Dimensi Moral
Masa remaja
adalah periode dimana
seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena
yang terjadi di lingkungan sekitarnya
sebagai dasar bagi pembentukan nilai
diri mereka. Elliot Turiel
(1978) menyatakan bahwa para remaja
mulai membuat penilaian
tersendiri dalam menghadapi
masalah-masalah populer yang
berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang,
keadaan sosial, dsb.
Remaja tidak lagi
menerima hasil pemikiran yang
kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa
bantahan. Remaja mulai
mempertanyakan keabsahan pemikiran
yang ada dan mempertimbangan lebih
banyak alternatif lainnya. Secara kritis,
remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan
membandingkannya dengan hal-hal yang selama ini
diajarkan dan ditanamkan
kepadanya. Sebagian besar para
remaja mulai melihat adanya “kenyataan”
lain di luar dari yang selama
ini diketahui dan dipercayainya. Ia
akan melihat bahwa
ada banyak aspek
dalam melihat hidup dan beragam jenis
pemikiran yang lain.
Baginya dunia menjadi lebih luas
dan seringkali membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu
lingkungan tertentu saja selama masa kanak-kanak.
Kemampuan
berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena
mereka mulai melihat
adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara
yang mereka percayai dahulu dengan
kenyataan yang ada di
sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu
mempertanyakan dan merekonstruksi pola
pikir dengan “kenyataan”
yang baru. Perubahan
inilah yang seringkali mendasari sikap
"pemberontakan"
remaja terhadap peraturan
atau otoritas yang selama
ini diterima bulat-bulat.
Misalnya, jika sejak
kecil pada seorang
anak diterapkan sebuah nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu
tidak baik.
Pada masa remaja
ia akan mempertanyakan
mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan sangat mungkin
korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi
tertentu. Hal ini
tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja.
Konflik nilai dalam
diri remaja ini
lambat laun akan menjadi
sebuah masalah besar,
jika remaja tidak
menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan
remaja untuk tidak
lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh
orangtua atau pendidik
sejak masa kanak-kanak
akan sangat besar jika
orangtua atau pendidik
tidak mampu memberikan
penjelasan yang logis, apalagi
jika lingkungan sekitarnya
tidak mendukung penerapan nilai-nilai tersebut.
Peranan
orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban dari
hal-hal yang dipertanyakan
oleh putra-putri remajanya.
Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan
alternatif supaya remaja itu bisa berpikir
lebih jauh dan
memilih yang terbaik.
Orangtua yang tidak mampu memberikan penjelasan
dengan bijak dan
bersikap kaku akan membuat sang remaja
tambah bingung. Remaja
tersebut akan mencari
jawaban di luar lingkaran orangtua
dan nilai yang
dianutnya. Ini bisa menjadi
berbahaya jika “lingkungan
baru” memberi jawaban
yang tidak diinginkan
atau bertentangan dengan yang
diberikan oleh orangtua.
Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam.
d.
Dimensi Psikologis
Masa remaja merupakan masa yang
penuh gejolak. Pada masa
ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Hasil
penelitian di Chicago oleh Mihalyi
Csikszentmihalyi dan Reed
Larson (1984) menemukan
bahwa remaja rata-rata memerlukan
hanya 45 menit
untuk berubah dari
mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa
memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama.
Perubahan mood (swing) yang drastis pada para remaja ini seringkali
dikarenakan beban pekerjaan rumah,
pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di
rumah. Meski mood remaja
yang mudah berubah-ubah
dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala atau masalah
psikologis.
Dalam hal
kesadaran diri, pada masa remaja para
remaja mengalami perubahan yang
dramatis dalam kesadaran
diri mereka (self-awareness). Mereka
sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka menganggap
bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka
mengagumi atau mengkritik diri mereka
sendiri. Anggapan itu
membuat remaja sangat memperhatikan diri
mereka dan citra
yang direfleksikan (self-image).
Remaja cenderung untuk menganggap
diri mereka sangat
unik dan bahkan
percaya keunikan mereka akan
berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran. Remaja putri akan bersolek berjam-jam
di hadapan cermin karena ia percaya orang akan melirik dan tertarik
pada kecantikannya, sedang
remaja putra akan
membayangkan dirinya dikagumi lawan jenisnya jika ia terlihat unik dan
“hebat”.
Pada usia
16 tahun ke
atas, keeksentrikan remaja
akan berkurang dengan sendirinya jika
ia sering dihadapkan dengan dunia
nyata. Pada saat
itu, Remaja akan mulai sadar bahwa
orang lain tenyata memiliki dunia
tersendiri dan tidak selalu
sama dengan yang
dihadapi atau pun
dipikirkannya. Anggapan remaja bahwa
mereka selalu diperhatikan
oleh orang lain
kemudian menjadi tidak berdasar. Pada saat inilah, remaja mulai dihadapkan
dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian dan angan-angan mereka
dengan kenyataan.
Para remaja
juga sering menganggap diri mereka
serba mampu, sehingga
seringkali mereka terlihat
“tidak memikirkan akibat”
dari perbuatan mereka.
Tindakan impulsif sering
dilakukan; sebagian karena
mereka tidak sadar
dan belum biasa
memperhitungkan akibat jangka
pendek atau jangka
panjang. Remaja yang
diberi kesempatan untuk
mempertangung-jawabkan perbuatan
mereka, akan tumbuh
menjadi orang dewasa
yang lebih berhati-hati,
lebih percaya-diri, dan mampu
bertanggung-jawab. Rasa percaya
diri dan rasa tanggung-jawab inilah
yang sangat dibutuhkan
sebagai dasar pembentukan
jati-diri positif pada remaja.
Kelak, ia akan tumbuh dengan penilaian positif pada diri sendiri
dan rasa hormat pada orang lain dan
lingkungan. Bimbingan orang yang
lebih tua sangat
dibutuhkan oleh remaja
sebagai acuan bagaimana menghadapi masalah itu
sebagai “seseorang yang
baru”; berbagai nasihat
dan berbagai cara akan
dicari untuk dicobanya.
Remaja akan membayangkan
apa yang akan dilakukan oleh para “idola”nya
untuk menyelesaikan masalah
seperti itu. Pemilihan idola ini juga akan menjadi sangat
penting bagi remaja
B. Remaja dan Rokok
Di masa
modern ini, merokok merupakan suatu pemandangan yang sangat tidak asing. Kebiasaan merokok dianggap
dapat memberikan kenikmatan bagi si
perokok, namun dilain pihak dapat menimbulkan dampak buruk bagi si perokok sendiri maupun orang – orang
disekitarnya. Berbagai kandungan zat yang terdapat di dalam rokok memberikan
dampak negatif bagi tubuh penghisapnya.
Beberapa
motivasi yang melatarbelakangi seseorang merokok adalah untuk mendapat pengakuan
(anticipatory beliefs), untuk menghilangkan kekecewaan
(reliefing beliefs), dan menganggap perbuatannya tersebut tidak melanggar norma ( permissive
beliefs/ fasilitative) (Joewana, 2004). Hal ini sejalan dengan kegiatan merokok
yang dilakukan oleh remaja yang biasanya dilakukan didepan orang lain, terutama
dilakukan di depan kelompoknya karena mereka sangat tertarik kepada kelompok sebayanyaatau dengan
kata lain terikat dengan kelompoknya.
Penyebab Remaja Merokok
1. Pengaruh
0rangtua
Salah satu temuan tentang remaja
perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak
bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan
memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding
anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer
& Corado dalam Atkinson, Pengantar psikologi, 1999:294).
2. Pengaruh
teman.
Berbagai fakta mengungkapkan bahwa
semakin banyak remaja merokok maka semakin
besar kemungkinan teman-temannya adalah
perokok juga dan demikian
sebaliknya. Dari fakta tersebut
ada dua kemungkinan
yang terjadi, pertama remaja
tadi terpengaruh oleh
teman-temannya atau bahkan
teman-teman remaja tersebut
dipengaruhi oleh diri
remaja tersebut yang
akhirnya mereka semua menjadi
perokok. Diantara remaja
perokok terdapat 87% mempunyai
sekurang-kurangnya satu atau
lebih sahabat yang
perokok begitu pula dengan remaja
non perokok (Al Bachri, 1991)
3. Faktor
Kepribadian.
Orang mencoba untuk merokok karena
alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa
sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun
satu sifat kepribadian
yang bersifat prediktif
pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok)
ialah konformitas sosial. Orang
yang memiliki skor tinggi pada
berbagai tes konformitas
sosial lebih mudah
menjadi pengguna dibandingkan dengan
mereka yang memiliki
skor yang rendah
(Atkinson, 1999).
4. Pengaruh
Iklan.
Melihat iklan
di media massa
dan elektronik yang
menampilkan gambaran bahwa perokok
adalah lambang kejantanan
atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu
untuk mengikuti perilaku
seperti yang ada
dalam iklan tersebut. (Mari Juniarti,
Buletin RSKO, tahun IX,1991).
C. Penyimpangan Seks pada Remaja
Kita telah
ketahui bahwa kebebasan
bergaul remaja sangatlah
diperlukan agar mereka tidak "kuper" dan "jomblo"
yang biasanya jadi anak mama. "Banyak teman maka banyak pengetahuan".
Namun tidak semua teman kita sejalan dengan apa
yang kita inginkan.
Mungkin mereka suka
hura-hura, suka dengan
yang berbau pornografi, dan
tentu saja ada
yang bersikap terpuji
benar agar kita
tidak terjerumus ke
pergaulan bebas yang
menyesatkan.
Masa
remaja merupakan suatu masa yang menjadi
bagian dari kehidupan manusia yang di dalamnya penuh
dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini akan sangat berpengaruh terhadap pembentukan diri remaja
itu sendiri. Masa remaja
dapat dicirikan dengan
banyaknya rasa ingin
tahu pada diri
seseorang dalam berbagai hal,
tidak terkecuali bidang
seks.
Seiring dengan
bertambahnya usia seseorang,
organ reproduksipun
mengalami perkembangan dan
pada akhirnya akan
mengalami kematangan.
Kematangan organ reproduksi
dan perkembangan psikologis
remaja yang mulai menyukai lawan
jenisnya serta arus media informasi baik elektronik maupun non elektronik akan
sangat berpengaruh terhadap
perilaku seksual individu
remaja tersebut. Salah satu masalah
yang sering timbul
pada remaja terkait
dengan masa awal kematangan
organ reproduksi pada remaja adalah masalah kehamilan yang terjadi
pada remaja diluar pernikahan. Apalagi apabila Kehamilan tersebut terjadi
pada usia sekolah.
Siswi yang mengalami
kehamilan biasanya mendapatkan respon dari
dua pihak. Pertama
yaitu dari pihak
sekolah, biasanya jika
terjadi kehamilan pada siswi,
maka yang sampai
saat ini terjadi
adalah sekolah meresponya dengan
sangat buruk dan
berujung dengan dikeluarkannya siswi tersebut dari sekolah. Kedua yaitu dari
lingkungan di mana siswi tersebut tinggal, lingkungan akan
cenderung mencemooh dan
mengucilkan siswi tersebut.
Hal tersebut terjadi jika karena masih kuatnya nilai norma kehidupan
masyarakat kita.
Kehamilan
remaja adalah isu yang saat ini mendapat perhatian pemerintah. Karena
masalah kehamilan remaja
tidak hanya membebani
remaja sebagai individu dan
bayi mereka namun juga mempengaruhi secara
luas pada seluruh strata di masyarakat dan juga membebani sumber-sumber kesejahteraan.
Namun, alasan-alasannya tidak sepenuhnya
dimengerti. Beberapa sebab
kehamilan termasuk rendahnya
pengetahuan tentang keluarga berencana,
perbedaan budaya yang menempatkan harga
diri remaja di
lingkungannya, perasaan remaja
akan ketidakamanan atau impulsifisitas, ketergantungan kebutuhan, dan
keinginan yang sangat untuk mendapatkan kebebasan.
Selain
masalah kehamilan pada
remaja masalah yang
juga sangat menggelisahkan berbagai
kalangan dan juga
banyak terjadi pada
masa remaja adalah banyaknya
remaja yang mengidap HIV/AIDS
D. Remaja
dan Penyalahgunaan Narkoba
Berdasarkan data
Badan Narkotika Nasional
(BNN),jumlah kasus penyalahgunaan
Narkoba di Indonesia
dari tahun 1998
- 2003 adalah
20.301 orang, di mana 70%
diantaranya berusia antara 15 -19 tahun
Narkoba (singkatan
dari Narkotika, Psikotropika dan
Bahan Adiktif berbahaya lainnya) adalah bahan/zat yang jika dimasukan dalam tubuh manusia, baik secara oral/diminum, dihirup, maupun
disuntikan, dapat mengubah pikiran, suasana hati atau perasaan, dan perilaku
seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan (adiksi
) fisik dan
psikologis.
Narkotika adalah
zat atau obat
yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi
sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya
rasa nyeri dan
dapat menimbulkan ketergantungan
(Undang-Undang No. 22 tahun 1997).
Yang termasuk jenis Narkotika adalah :
· Tanaman papaver,
opium mentah, opium
masak (candu, jicing,
jicingko), opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan
damar ganja.
· Garam-garam
dan turunan-turunan dari morfina dan kokaina, serta campuran-campuran dan
sediaan-sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas.
Psikotropika
adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-Undang No.
5/1997).
BAB III
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Selain keempat
masalah psikososial yang
sering terjadi pada
remaja seperti yang disebutkan
dan dibahas diatas
terdapat pula masalah
masalah lain pada remaja
seperti tawuran, kenakalan
remaja, kecemasan, menarik
diri, kesulitan belajar, depresi
dll. Semua masalah tersebut
perlu mendapat perhatian
dari berbagai pihak mengingat remaja merupakan calon
penerus generasi bangsa. Ditangan remaja lah masa depan bangsa ini
digantungkan.
B. Saran
Terdapat beberapa
cara yang dapat
dilakukan dalam upaya
untuk mencegah semakin
meningkatnya masalah yang terjadi pada remaja, yaitu antara lain :
Peran Orangtua :
· Menanamkan
pola asuh yang baik pada anak sejak prenatal dan balita
· Membekali
anak dengan dasar moral dan agama
· Mengerti
komunikasi yang baik dan efektif antara orangtua – anak
· Menjalin
kerjasama yang baik dengan guru
· Menjai tokoh
panutan bagi anak
baik dalam perilaku maupun dalam
hal menjaga lingkungan yang sehat
· Menerapkan
disiplin yang konsisten pada anak
· Hindarkan
anak dari NAPZA
Peran Guru :
· Bersahabat
dengan siswa
· Menciptakan
kondisi sekolah yang nyaman
· Memberikan
keleluasaan siswa untuk mengekspresikan diri pada kegiatan ekstrakurikuler
· Menyediakan
sarana dan prasarana bermain dan olahraga
· Meningkatkan
peran dan pemberdayaan guru BP
· Meningkatkan
disiplin sekolah dan sangsi yang tegas
· Meningkatkan
kerjasama dengan orangtua, sesama guru dan sekolah lain
· Meningkatkan keamanan
terpadu sekolah bekerjasama
dengan Polsek setempat
· Mewaspadai
adanya provokator
· Mengadakan
kompetisi sehat, seni budaya dan olahraga antar sekolah
· Menciptakan kondisi
sekolah yang memungkinkan
anak berkembang secara sehat dalah hal fisik, mental,
spiritual dan sosial
· Meningkatkan
deteksi dini penyalahgunaan NAPZA
Peran
Pemerintah dan masyarakat :
·
Menghidupkan kembali kurikulum
budi pekerti
· Menyediakan sarana/ olahraga dan bermain
·
Menegakkan hukum, sangsi dan
disiplin yang tegas
·
Memberikan keteladanan
· Menanggulangi NAPZA,
dengan menerapkan peraturan
dan hukum secara tegas
· Lokasi
sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan dan pusat hiburan
Peran Media :
· Sajikan
tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesaui usia)
· Sampaikan
berita dengan kalimat benar dan tepat (tidak provokatif)
· Adanya rubrik
khusus dalam media masa (cetak,
elektronik) yang bebas biaya khusus untuk remaja.
DAFTAR PUSTAKA
·
Atkinson
(1999). Pengantar Psikologi. Jakarta: Penerbit Erlangga.
·
Hurlock, E.B (1998). Perkembangan Anak.
Alih bahasa oleh Soedjarmo & Istiwidayanti.
Jakarta: Erlangga.
·
Mappiare, A. (1992). Psikologi
Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
·
BKKBN.
2001. Remaja Mengenai Dirinya. Jakarta. BKKBN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar asalkan dengan bahasa yang sopan..ok??