Bahasa
jurnalistik atau biasa disebut dengan bahasa pers, merupakan salah satu ragam
bahasa kreatif bahasa Indonesia di samping terdapat juga ragam bahasa akademik
(ilmiah), ragam bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa
literer (sastra) (Sudaryanto, 1995). Dengan demikian bahasa jurnalistik
memiliki kaidah-kaidah tersendiri yang membedakannya dengan ragam bahasa yang
lain.
Bahasa
jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh wartawan (jurnalis) dalam
menulis karya-karya jurnalistik di media massa (Anwar, 1991). Dengan demikian,
bahasa Indonesia pada karya-karya jurnalistiklah yang bisa dikategorikan
sebagai bahasa jurnalistik atau bahasa pers.
Secara
lebih seksama bahasa jurnalistik dapat dibedakan pula berdasarkan bentuknya
menurut media menjadi bahasa jurnalistik media cetak, bahasa jurnalistik radio,
bahasa jurnalistik televisi dan bahasa jurnalistik media online internet.
Bahasa jurnalistik media cetak, misalnya, kecuali harus mematuhi kaidah umum
bahasa jurnalistik, juga memiliki ciri-ciri yang sangat khusus yang
membedakannya dari bahasa jurnalistik radio, bahasa jurnalistik TV, dan bahasa
jurnalistik media online internet.
Terdapat
17 ciri utama bahasa jurnalistik yang berlaku untuk semua bentuk media berkala
tersebut. yakni sederhana, singkat, padat, lugas, jelas, jernih, menarik,
demokratis, populis, logis, gramatikal, menghindari kata tutur, menghindari
kata dan istilah asing, pilihan kata. (diksi) yang tepat, mengutamakan kalimat
aktif, sejauh mungkin menghindari pengunaan kata atau istilah-istilah teknis,
dan tunduk kepada kaidah etika (Sumadiria, 2005:53-61). Berikut perincian
penjelasannya.
1. Sederhana
Sederhana berarti selalu mengutamakan
dan memilih kata atau. kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh
khalayak pembaca yang sangat heterogen, baik dilihat dari tingkat
intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya.
Kata-kata dan kalimat yang rumit, yang hanya dipahami maknanya oleh segelintir
orang, tabu digunakan dalam bahasa jurnalistik.
2. Singkat
Singkat berarti langsung kepada pokok
masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak
memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga. Ruangan atau kapling yang
tersedia pada kolom-¬kolom halaman surat kabar, tabloid, atau majalah sangat
terbatas, sementara isinya banyak dan beraneka ragam. Konsekwensinya apa pun
pesan yang akan disampaikan tidak boleh bertentangan dengan filosofi, fungsi,
dan karakteristik pers.
3. Padat
Menurut. PatmonoSK, redaktur senior
Sinar Harapan dalam buku Teknik Jurnalislik (1996: 45), padat dalam bahasa
jurnalistik berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragrap yang
ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. Ini
berarti terdapat perbedaan yang tegas antara kalimat singkat dan kalimat padat.
Kalinat yang singkat tidak berarti memuat banyak informasi. Sedangkan kaliamat
yang padat, kecuali singkat juga mengandung lebih banyak informasi.
4. Lugas
Lugas berarti tegas, tidak ambigu,
sekaligus menghindari eufemisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa
membingunglian khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi dan
kesalahan konklusi. Kata yang lugas selalu menekankan pada satu arti serta
menghindari kemungkinan adanya penafsiran lain terhadap arti dan makna kata
tersebut.
5.
Jelas
Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya,
tidak baur dan kabur. Sebagai contoh, hitam adalah wara yang jelas. Putih
adalah warna yang jelas. Ketika kedua warna itu disandingkan, maka terdapat
perbedaan yang tegas mana disebut hitam, mana pula yang disebut putih. Pada.
Kedua warna itu sama sekali tidak ditemukan nuansa warna abu-abu.
Perbedaan warna hitam dan putih melahirkan kesan kontras. Jelas di sini
mengandung tiga arti: jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya sesuai
dengan kaidah subjek-objek-predikat- keterangan (SPOK), jelas sasaran
atau maksudnya.
6.Jernih
Jernih berarti bening, tembus pandang,
transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat
negatif seperti prasangka atau fitnah. Dalam pendekatan analisis wacana, kata
dan kalimat yang jernih berarti kata dan kalimat yang tidak memiliki
agenda tersembunyi di balik pemuatan suatu berita atau laporan kecuali fakta,
kebenaran, kepentingan public.
7. Menarik
Bahasa jurnalistik harus menarik.
Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca,
memicu selera baca, serta membuat orang yang sedang tertidur, terjaga seketika.
Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip: menarik, benar, dan baku.
8. Demokratis
Salah satu ciri yang paling menonjol
dari bahasa jurnalistik adalah demokratis. Demokratis berarti bahasa
jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak
yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana di jumpai dalam gramatika bahasa
Sunda dan bahasa Jawa.
9.
Populis
Populis berarti setiap kata, istilah,
atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus akrab di
telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca, pendengar, atau.
pemirsa. Bahasa jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh
semua lapisan masyarakat.
10.
Logis
Logis berarti apa pun yang
terdapat dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraph jurnalistik harus dapat
diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat (common sense). Bahasa
jurnalistik harus dapat diterima dan sekaligus mencerminkan nalar. Di sini
berlaku hokum logis. Sebagai contoh, apakah logis kalau dalam berita dikatakan:
jumlah korban tewas dalam musibah longsor dan banjir banding itu 225 orang
namun sampai berita ini diturunkan belum juga melapor.. Jawabannya tentu saja
sangat tidak logis, karena mana mungkin korban yang sudah tewas, bisa melapor?
11. Gramatikal
Gramatikal berarti kata, istilah, atau
kalimat apa pun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus
mengikuti kaidah tata bahasa baku. Bahasa baku artinya bahasa resmi sesuai
dengan ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut
pedoman pembentukan istilah yang menyertainya. Bahasa baku adalah bahasa yang
paling besar pengaruhnya dan paling tinggi wibawanya pada suatu bangsa atau
kelompok masyarakat. Contoh berikut adalah bahasa jurnalistik nonbaku atau
tidak gramatikal: Ia bilang, presiden menyetujui anggaran pendidikan dinaikkan
menjadi 15 persen dari total APBN dalam tiga tahun ke depan. Contoh bahasa
jumalistik baku atau gramatikal: Ia mengatakan, presiden menyetujui anggaran
pendidikan dinaikkan menjadi 25 persen dari total APBN dalam lima tahun ke
depan.
12. Menghindari
kata tutur
Kata tutur ialah kata yang biasa
digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal. Kata tutur ialah
kata-kata yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus kota,
atau di pasar. Setiap orang bebas untuk menggunakan kata atau istilah apa saja
sejauh pihak yang diajak bicara memahami maksud dan maknanya. Kata tutur ialah
kata yang hanya menekankan pada pengertian, sama sekali tidak memperhatikan
masalah struktur dan tata bahasa. Contoh kata-kata tutur: bilang, dilangin,
bikin, diksih tahu, mangkanya, sopir, jontor, kelar, semangkin.
13. Menghindari
kata dan istilah asing
Berita ditulis untuk dibaca atau
didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan makna setiap kata yang
dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi
kata-kata asing, selain tidak informatif dan komunikatif juga membingungkan.
14.
Pilihan kata (diksi) yang tepat
Bahasa jurnalistik sangat menekankan
efektivitas. Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus produktif tetapi juga
tidak boleh keluar dari asas efektifitas. Artinya setiap kata yang dipilih,
memang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pesan pokok yang ingin disampaikan
kepada khlayak. Pilihan kata atau diksi, dalam bahasa jurnalistik, tidak
sekadar hadir sebagai varian dalam gaya, tetapi juga sebagai suatu keputusan
yang didasarkan kepada pertimbangan matang untuk mencapai efek optimal terhadap
khalayak.
Pilihan kata atau diksi yang tidak tepat
dalam setiap kata jurnalistik, bisa menimbulkan akibat fatal. Seperti ditegaskan
seorang pakar bahasa terkemuka, pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih
luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata itu. Istilah ini bukan saja
digunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan
suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya
bahasa, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam
pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut cara-cara yang khusus
berbentuk ungkapan-ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian
dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki
nilai arstistik yang tinggi (Keraf, 2004:22-23).
15.
Mengutamakan kalimat aktif
Kalimat akiff lebih mudah dipahami dan
lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat pasif. Sebagai contoh
presiden mengatakan, bukan dikatakan oleh presided.Contoh lain, pencuri
mengambil perhiasan dari dalam almari pakaian, dan bukan diambilnya
perhiasan itu dari dalam almari pakaian oleh pencuri. Bahasa jurnalistik harus.jelas
susunan katanya, dan kuat maknanya (clear and strong). Kalimat aktif lebih
memudahkan pengertian dan memperjelas pemahaman. Kalimat pasif sering
menyesatkan pengertian dan mengaburkan pemahaman.
16.
Menghindari kata atau istilah teknis
Karena ditujukan untuk umum, maka bahasa
jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat
kening berkerut apalagi sampai membuat kepala berdenyut. Salah satu cara untuk
itu ialah dengan menghindari penggunaan kata atau istilah-istilah teknis.
Sebagai contoh, berbagai istilah teknis
dalam dunia kedokteran, atau berbagai istilah teknis dalam dunia mikrobiologi,
tidak akan bisa dipahami maksudnya oleh khalayak pembaca apabila dipaksakan
untuk dimuat dalam berita, laporan, atau tulisan pers. Supaya mudah dicerna dan
mudah dipahami maksudnya, maka istilah-istilah teknis itu harus diganti dengan
istilah yang bisa dipahami oleh masyarakat umum. Kalaupun tak terhindarkan,
maka istilah teknis itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan dalam tanda kerung.
Surat kabar, tabloid, atau majalah yang
lebih banyak memuat kata atau istilah teknis, mencerminkan media itu : (1)
kurang melakukaii pembinaan dan pelatihan terhadap wartawannya yang malas, (2)
tidak memiliki editor bahasa, (3) tidak memiliki buku panduan peliputan dan
penulisan berita serta laporan, atau (4) tidak memiliki sikap profesional.
dalam mengelola penerbitan pers yang berkualitas.
17.
Tunduk kepada kaidah etika
Salah satu fungsi utama pers adalah
edukasi, mendidik (to educated), Fungsi ini bukan saja harus, tercermin pada
materi isi berita, laporan, gambar, dan artikel-aritikelnya, melainkan juga
harus tampak pada bahasanya. Pada bahasa tersimpul etika. Bahasa tidak saja
mencerminkan pikiran tapi sekaligus juga menunjukkan etika orang itu.
Dalam menjalankan fungsinya mendidik
khalayak, pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa
baku. Bahasa pers harus baku, benar, dan baik. Dalam etika berbahasa, pers
tidak boleh menuliskan kata-kata yang tidak sopan, vulgar, sumpah serapah,
hujatan dan makian yang sangat jauh dari norma sosial budaya agama. Pers juga
tidak boleh menggunakan kata-kata porno dan berselera rendah lainnya dengan
maksud untuk membangkitkan asosiasi serta fantasi seksual khalayak pembaca.
Pers
berkualitas senantiasa menjaga reputasi dan wibawa martabatnya di mata
masyarakat, antara lain dengan senantiasa menghindari penggunaan kata-kata atau
istilah yang dapat diasumsikan tidak sopan, vulgar, atau mengumbar selera
rendah. Kata-kata vulgar, kata-kata yang menjurus pornografi, biasanya lebih
banyak ditemukan pada pers popular lapis bawah dan pers kuning (Sumadiria,2005:
53-61).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan berkomentar asalkan dengan bahasa yang sopan..ok??